Share

Chapter 8: Gurun Pasir

Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar.

Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar.

Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.

Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

Tubuhnya sudah sangat kelelahan karena berenang di dalam lautan pasir, tidak terlalu dalam, tapi cukup untuk menguras semua tenaganya. Meski begitu, Firson tetap menggendong mereka berdua di atas pundaknya, tidak mungkin dia membaringkan mereka di atas pasir yang sangat panas dan gersang. Tapi tidak mungkin juga dia berjalan sambil membawa dua wanita ini.

Firson menengok ke depan, samping, dan belakang mencari seseorang yang bisa memberinya tumpangan. Dia tidak boleh berdiam diri di sini terus, cuaca ekstrem dan monster misterius selalu mengawasi mereka dari kedalaman pasir. Tidak ada tempat yang aman di padang pasir ini, karena ini adalah salah satu dataran perang di Warplace— dataran perang 3 ras di dunia. Keabadian yang dimiliki oleh Iblis dan Malaikat bisa musnah di tempat ini

Wanita dewasa itu membuka matanya perlahan. "Uhuk uhuk…" butiran pasir keluar setiap dia batuk. Di pandangannya hanya ada pasir yang bergerak sedikit karena angin, hal itu membuatnya merenung.

"Apa aku sudah mati?"

"Belum," sahut Firson datar.

"Eh? Ahh!" Dia baru sadar perutnya menyentuh sesuatu dan pantatnya seperti dipegang oleh tangan. Dia menolehkan kepalanya ke samping, ada rambut hitam panjang dan punggung yang berotot, di pundaknya yang lain ada seorang gadis kecil yang dia kenal. Dia kemudian melihat ke bawah perlahan, akhirnya sadar bahwa pria ini telanjang. Mau tidak mau pikirannya melayang ke arah yang negatif, penculikan mungkin, atau lebih buruk lagi pemerkosaan.

"Turunkan aku!" pekiknya sambil memukul-mukul punggung berotot itu.

"Baiklah." Firson langsung menurunkannya dengan kasar.

"Aahhh!" Pantat dan punggung wanita itu terkena pasir, dia tidak menyangka panasnya begitu menyengat sehingga dia harus langsung berdiri. "Sshhh!" Kakinya naik turun berharap panas akan segera mereda, tapi ternyata tidak, panasnya malah terasa lebih menyakitkan.

Firson menatap dengan agak kesal pada wanita yang kesulitan itu. Dia berjongkok lalu meraih tubuh wanita itu, menggendongnya lagi di pundak. Wanita itu meronta-ronta menggerakkan kaki dan tangannya supaya bisa lepas. "Lepaskan aku!" teriaknya. Firson menampar pantatnya cukup keras.

"Aaahhh!" jeritannya diikuti satu tetes air mata. "Apa yang kau lakukan?!"

Firson menampar pantatnya lagi.

"Aaaww!"

"Diamlah," perintahnya dengan nada dingin, "Aku tidak akan melakukan apa pun padamu."

"Tapi kau sudah menampar pantatku!"

Firson menamparnya sekali lagi.

"Aaahh!" Air mata lainnya keluar.

"Kau ingin lagi?" tanyanya sambil meremas pantat itu.

"Tidak..." ujarnya dengan suara lirih.

Wanita itu akhirnya diam, bukan berarti pasrah, dia sedang memikirkan rencana untuk melarikan diri. Tapi melihat punggung yang berotot itu membuat tekadnya hilang seperti butiran pasir yang tersapu oleh angin.

"Hey," panggil Firson. "Siapa namamu?"

"....." dia tidak menjawab.

Firson mengusap pantat itu dan bersiap untuk menamparnya. "Felisha...!" ucapnya dengan terburu-buru.

"Felisha, apa kau kenal dengan gadis ini?" tanya Firson sambil mengangkat sedikit pundak yang satunya.

Felisha melihat gadis kecil berambut krem yang matanya masih terpejam. "Iya, dia... temanku," sahutnya.

"Siapa namanya?"

"Yuna."

Firson diam sejenak, lalu kembali bertanya. "Apa kau kenal seorang bocah laki-laki dengan rambut hitam?"

Mata Felisha melebar. "Dimana dia?"

"Mati, dia diinjak oleh iblis besar itu," ucapnya tanpa perasaan.

"...Apa...?" Felisha membelalak, dia menoleh ke belakang, melirik wajah pria ini yang hanya menunjukkan ekspresi datar. "Kenapa...?" bisiknya lirih.

"Kenapa aku tidak bersedih? Kenapa aku tidak menolongnya? Atau kenapa aku tidak membawa mayatnya?"

"Semuanya!" jeritnya sambil mencakar punggung Firson.

Firson mengabaikan rasa sakit itu dan menjawab. "Yah, dia sudah kehilangan setengah tubuhnya saat aku datang. Karena pundakku juga sudah penuh, jadi aku membiarkan mayatnya untuk dimakan iblis itu. Aku tidak punya alasan untuk bersedih atas kematian seorang bocah lemah yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri."

Felisha melepaskan cakarannya dengan lemas, air mata merebak membasahi pipinya, dia menangis seolah tak ada hari esok untuknya. Tangisan itu membuat Firson merasa bersalah sekaligus bingung.

Saat ini tubuh Firson berubah menjadi dewasa, karena dunia ini—Warplace, Neraka, dan Surga—menilai 'jiwa', bukan tubuh fisik. Firson telah hidup 20 tahun di bumi dan 2000 tahun di Neraka pada kehidupan pertamanya, maka tentu saja jiwanya sudah dewasa, lagipula jiwanya tidak pernah mati atau pun hancur.

Hal yang sangat aneh saat ini adalah Felisha berubah menjadi dewasa. Ada satu kemungkinan yang Firson pikirkan tentangnya, yaitu Felisha telah kembali ke masa lalu sama seperti dirinya. Bagaimana caranya? Dia tidak tahu. Namun ada hal yang menurut Firson lebih penting, yaitu alasan mengapa dia menangis. Jika Felisha kembali ke masa lalu, maka seharusnya dia tidak memiliki alasan untuk menangisi bocah yang dulunya telah dia fitnah sampai membuatnya terbunuh.

'Apakah dia merasa menyesal karena telah berbuat keji padaku? Atau dia tahu lelaki yang menggendongnya adalah 'Firson'? Apa dia berakting sedemikian rupa supaya aku tidak membalas dendam dan membunuhnya? Apa yang harus kulakukan padanya sekarang?' batin Firson dipenuhi oleh prasangka dan kebingungan.

Yuna terbangun disaat Firson memikirkan banyak hal. "Hmm...? Dimana ini?" gumamnya. Tidak ada yang menjawab pertanyaan lirihnya, dia menengok ke samping dan melihat seorang wanita dewasa sedang menangis tersedu-sedu. "Kakak kenapa?" tanyanya dengan lembut.

Felisha meliriknya, dia ingin menjawab tapi tidak bisa, air matanya tidak mau berhenti dan mulutnya terkatup rapat tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Karena tidak menjawab, Yuna beralih pada orang yang menggendongnya, dia tahu nama orang ini. "Kak Artega, apa yang terjadi?"

Ini adalah masalah lainnya bagi Firson, jika dia berbohong hal yang sama pada Yuna, apa dia akan percaya? Jika dia percaya pun pastinya dia akan sangat terpukul mendengar kematian palsu itu, karena dialah yang telah mendorong Firson ke dalam portal. Dan jika dia tidak percaya... dia mungkin akan mencarinya sampai dia mati. Firson tidak ingin gadis kecil ini menderita karena kebohongannya.

"...Namaku bukan Artega," jelasnya. "Aku Firson."

"Eh?" Yuna memiringkan kepalanya dengan bingung sedangkan Felisha mengerutkan wajahnya.

Saat Felisha akan mengatakan sesuatu, Firson tiba-tiba berteriak. "Oooyy! Di sini!" Dia melambai-lambaikan tangannya ke udara. Dalam pandangan terlihat sebuah kereta yang dikendarai oleh 2 kadal besar. Kereta itu sedang melaju ke arah barat, mungkin karena teriakan Firson yang membuat kereta itu berbelok arah menuju ke tempatnya.

"Kalian berdua bersembunyilah di belakang punggungku," katanya sambil berbalik dan menurunkan mereka berdua.

"Aw aw, panas!" Yuna berjingkrak-jingkrak kepanasan. Felisha tidak bergerak, dia hanya menatap lekat pada Firson.

Kereta kadal itu sudah sampai di depan mereka. Seorang kusir yang memakai kaos putih diselubungi rompi coklat dan topi koboi sedang duduk di kursi depan. Wajahnya memasang ekspresi tegas dengan kulit yang berwarna coklat gelap. Dia terdiam sebentar saat melihat Firson dan 2 orang wanita di belakangnya, kemudian dia berbicara dengan suara serak.

"Perlu bantuan kawan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status