Seberkas cahaya mentari pagi yang silau lolos dari celah dinding kayu. Sungguh menyilaukan bagi anak gadis manis yang masih terlelap dengan tidurnya itu. Sembari mengeliat dia pun membuka sepasang kelopak matanya. Membiarkan iris langit magenta nan bening itu terbias oleh cahaya mentari. Buru-buru diarahkan telapak tangannya menutup berkas cahaya itu.
Ketika si Gadis hendak beranjak berdiri. Pergerakannya jadi terbatas karena sepasang rantai menjerat kedua kakinya sehingga memaksa bokongnya kembali terjatuh menghantam kerasnya lantai kayu ini. Senna bangun mendapati dirinya dipasung dalam ruangan yang aneh. “Aw, aw, sakit!” jerit Senna. Dia merintih sembari memengangi bokongnya itu. Sepasang iris magentanya membulat dengan sempurna. Seluruh pandangannya menelisik ruangan yang sangat asing untuknya.“Di mana aku?” tanyanya seorang diri. Tatapannya juga tak lepas melihat kedua tangannya yang turut diikat dengan rantai karat yang sudah meninggalkan bekas luka dikedua pergelangan tangan putihnya. “Argh!” teriak Gadis itu kesal."Bukannya aku sudah tiada? bagaimana aku bisa hidup kembali!" teriak Gadis itu.Derapan langkah terdengar dari luar ruangan. Decitan pintu kayu itu di buka menampaki beberapa gadis berpakaian gaun kuno dengan corak bunga anggrek dan kain berwarna hijau muda melesat masuk.“Yang Mulia Tuan Puteri sudah sadar cepat panggilkan Tabib!” perintah salah satu dari para gadis-gadis pelayan itu.Tidak lama datang seorang pria paruh baya dengan tubuh gempal dengan terburu-buru. “Oh kutukannya semakin parah, Tuan Putri semakin gila cepat kalian semua keluar biar aku menyucikan puteri malang ini,” suruh Tabib itu.“Kau siapa?” tanya Senna.“Ah tuan Putri keluarga klan Ran memang memiliki sakit jiwa tapi tubuh cantikmu sayang jika disia-siakan,” ujar pria paruh baya itu. Dia berjalan mendekati Senna sembari mengesek-gesek kedua telapak tangannya.Tatapan penuh nafsunya memandangi sang gadis yang diikat oleh rantai. Dia menyentuh dagunya sembari mengarahkan tangan menjijikkannya untuk membuka jubah luar gadis itu. “Kemari gadis manis,” ucap Pria itu.Senna melotot dengan sempurna. “Jauhkan tanganmu dariku!” bentak Senna. Tatapan magentanya berganti menjadi menyala seolah ketakutan itu tak percaya diri mengenalinya. Dia pun menendang tulang kering kaki pria paruh baya itu. Beruntung rantai yang mengikat kedua tangannya menjuntai dengan panjang. Walaupun ruang geraknya terbatas tapi Senna menggunakan rantai panjang itu untuk menjerat leher pria paruh baya itu. Tangan kirinya menarik dengan keras sisi rantai tangan kanan yang menjerat leher pria paruh baya itu. “Argh! Wanita gila lepaskan leherku!” Teriak Tabib.Kegaduhan di ruang kurungan itu mengundang para prajurit yang berjaga di depan memasuki ruangan ini. Suara Tabib semakin terdengar keras di seluruh kediaman istana ini. Keributan menarik perhatian ruang utama. Sang Kaisar bahkan mendengar suara teriakan Tabib.“Tuan Puteri Ran Xieya!” teriak pengawal.“Lepaskan aku dari wanita gila ini!” jerit Tabib dengan wajah pucat pasi. Dia tak berdaya karena sudah dalam jeratan rantai oleh Senna yang semakin menarik rantai itu.Senna terkekeh sendiri. Dia malah semakin mengeratkan jeratannya. “Oh baiklah, aku lepaskan tapi akui dulu jika kau berusaha bersikap tak senonoh padaku,” ancam Senna.“Ran Xieya! Lepaskan jeratan itu. Kau bisa membunuhnya,” ucap Kaisar yang baru tiba di ruang tahanan ini.Senna menatap Kaisar yang berdiri di ambang pintu bersama seorang wanita yang sudah terisak disampingnya. “Kau jangan semakin mempermalukan keluarga kita, Ran Xieya!” bentak Kaisar.Kedatangannya diikuti tundukan hormat semua orang yang berbondong-bondong datang menyaksikan aksi eksekusi gadis ini. Pria yang mengenakan jubah hijau tua itu dihormati sebagai penguasanya sementara menatap dengan heran. Dirinya masih berusaha mencerna hal yang sedang menimpanya. Siapa Ran Xieya? kenapa dia memanggilku dengan nama itu? batin Senna. “RAN XIEYA!”Gadis yang dipanggil itu pun melepaskan jeratannya. Senna menghela napas. “Baiklah, baiklah,” ucap Senna sembari mengerucutkan bibirnya.Sang tabib merangkak menuju sang pria dewasa dengan kesan yang sengaja didramatisir. Dia memengang salah satu kaki Kaisar sembari memelas. “Dia menyerang hamba dengan tiba-tiba Yang Mulia Raja Ran Xuan Ya,” ucap Tabib yang berdusta.Apa-apaan ini? aku tidak tahu ada di mana tapi kenapa semua orang menganggapku sebagai Ran Xieya, batinnya. Kedua alisnya sampai menaik hingga mengkerut menyatu. Dia berpikir dengan keras. Senna sudah terlempar di kerajaan yang kuno bahkan tengah disekap. Dia pun memijat pelipis dahinya yang terasa berkedut. Memikirkan semuanya membuat Senna pusing.Ketika tangan kanannya diletakkan kelantai kayu itu. Dia tak sengaja menyentuh permukaan stick rambut giok pemberian sang nenek. Senna membelalakkan kedua matanya. Dia pun segera memungutnya dan menggengamnya dengan erat.“Aku tak akan melakukannya jika tabib itu tidak melakukan hal yang tak senonoh padaku,” ucap Senna.“Tidak Yang Mulia, saya tak mungkin melakukan perbuatan tercelah seperti itu,” sangkal Tabib.Ran Xieya menelisik pria paruh baya itu untuk mengamatinya. “Tak akan ada yang mempercayai orang gila, bukan?” Senna duduk dengan santai. “Tapi aku tak akan tinggal diam loh,” ucap Senna.Semua orang yang menyaksikannya terkejut dengan ucapan dari Putri kerajaan mereka. Bertahun-tahun dikurung dan dipasung karena dianggap gila. Putri kedua yang tidak bisa berbicara dengan baik malah kini berani menentang Kaisar.Senna menjulurkan kedua tangannya yang dirantai itu.“Lepaskan rantai ini,” pinta Senna. “Kalian daripada mengobati justru terlihat seperti menyiksa seseorang padahal aku tidak gila.” Senna menatap jengkel karena diperlakukan seperti orang gila.Kaisar turut diam dengan tatapan tak percaya dengan ucapan gadis itu. “Lepaskan rantainya.” Dia pun memerintahkan prajurit membuka rantai pada kedua tangan dan kedua kakinya bahkan meminta para gadis pelayan itu membopong tubuh Ran Xieya untuk menuju kekamarnya.Senna sudah dibersihkan serta diobati oleh para pelayan seusianya itu. Sekarang dia tengah duduk di depan sebuah cermin yang memantulkan pancaran dirinya. “Apa ini aku?” tanya Senna sembari memengangi kedua pipi gempalnya serta sesekali menyentuh surai hitam panjang yang nyaris menyentuh lututnya.“Aku jelas-jelas terjebak di tubuh seseorang yang bernama Ran Xieya ini.” Tatapan nanarnya pun terpancar begitu saja saat menyadari betapa kurus dan kecilnya tubuh ini. Berbeda dengan tubuh aslinya yang bahkan bisa dengan mudahnya menghantam tubuh para preman yang berusaha bersikap tak senonoh dengannya. Senna memang sudah dilatih sejak kecil oleh Yue Ran. Seni bela diri, memanah dan berpedang sudah dikuasainya sejak kecil. Bahkan tak hanya itu, dia yang jenius bisa melanjutkan studinya dibidang Kedokteran saat ini.“Kasihan sekali dirimu Ran Xieya dianggap orang gila, dipasung oleh keluargamu sendiri dan dilayani tabib mesum seperti itu,” ucap Senna. “Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengikuti arus untuk menjadi Ran Xieya ini, mulai sekarang namaku juga akan jadi Ran Xieya.” Dia pun meraih stick rambut giok yang terletak di atas meja. Dia pun menggulung asal surai hitam panjangnya seraya menyematkan stick giok itu ke rambut hitam legamnya.Pintu kayu akasia itu terdengar di dorong oleh seseorang gadis yang membawa nampan berisi dua mangkuk sup dan minuman herbal. Aromanya tercium seperti daun teh yang diseduh dengan matang.“Tuan Puteri Ran Xieya saya membawa makanan untuk Anda,”“Tuan Puteri Ran Xieya saya membawa makanan untuk Anda,” Ran Xieya mengulum senyuman yang manis. “Terima kasih,” sahut Ran Xieya sambil menyaksikan gadis itu menunduk dengan sopan sembari pamit untuk meninggalkan kamarnya. “Eh, sebentar, sebentar, temani aku di sini ... aku butuh teman bicara,” ucap Ran Xieya yang terkekeh dengan canggung. “Baiklah Yang Mulia," sahut Gadis itu. Dia berbicara dengan patuh. Gadis Pelayan ini mengenakan gaun panjang berwarna hijau tosca muda itu duduk bersila di sebelah Ran Xieya. Ran Xieya menyeruput teh hangat itu. Dia pun tersenyum jahil. “Hei, ceritakan padaku apa menurutmu aku segila itu?” tanya Ran Xieya. Gadis itu tampak mendehem ragu-ragu, posisi duduknya mulai gelisah. “Ergh ... sebelumnya Yang Mulia tak akan bersikap seperti itu," jawab Gadis itu. Kedua mata Ran Xieya membelalak sempurna. “Eh serius!” jerit Ran Xieya. Ran Xieya mendeham sejenak kemudian mencoba bersikap dengan tenang. "Lalu apa lagi?" tanya Ran Xieya. “Cara bicara anda ju
"Kalau begitu aku harus berhati-hati juga," ucap Ran Xieya. Raut wajahnya serius sembari mencerna situasinya saat ini. "Yang Mulia lebih baik sekarang Anda membersihkan diri karena Lin May akan menyiapkan air hangat untukmu, jangan lupa pertemuan malam ini yang mulia." Lin May berucap sembari membungkuk hormat pada Ran Xieya. Gadis itu menggeser pintu kemudian keluar dari kamar Ran Xieya dengan pelan. Ran Xieya seorang diri masih memikirkan dirinya saat ini. "Ah, jujur saja aku jadi pusing, bagaimana aku bisa masuk ke dunia ini kemudian ada di tubuh Putri Malang seperti ini!" jerit Ran Xieya. Dia pun menarik napas agar bisa membuat dirinya dengan tenang. "Baiklah, tenang ... Ran Xieya, Ran Xieya, serahkan semua masalahmu padaku." Ran Xieya beranjak berdiri kemudian keluar dari kamarnya. Ran Xieya baru selesai mandi. Tubuhnya sudah terasa segar kembali. "Ah, mandi air hangat memang paling terbaik," ucap Ran Xieya. Dia tengah duduk menikmati citrus senja di gazebo istana. Ran Xieya
"Lin May, kenapa aku bahkan tidak tahu jika saat ini ada perjamuan?" tanya Ran Xieya. Dia sembari menoleh pada Lin May. Senyumnya jadi hambar karena tidak tahu mengenai perjamuan Permaisuri yang ternyata sedang hamil. Lin May mengelus pundak Ran Xieya. "Lin May paham, ingatan Tuan Putri memang payah," hibur Lin May. "Aiya ... kau seperti mengolokku," sahut Ran Xieya sembari meringis pelan. Lin May menggeleng. "Itu katamu sendiri, Yang Mulia," ungkap Lin May. Ah benar juga, batin Ran Xieya. Dia pun terkekeh pada Lin May. "Ayo kita keluar dari aula ini, jujur saja aku benci tatapan mereka padaku," bisik Ran Xieya sembari beranjak berdiri. "Mari kita kembali ke kamarmu, Yang Mulia," sahut Lin May. Beberapa langkah lagi kedua gadis ini akan tiba di depan pintu kamar Ran Xieya. Gadis itu sudah mengeluh lapar. “Kenapa kamarku sangat jauh dari aula itu? aku merasa mengelilingi lapangan stadium,” ucap Ran Xieya mengeluh. Biarpun Lin May tak terlalu mengerti dengan ucapan Ran Xieya teta
"Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat," ucap Ran Xieya. Malam sudah menampaki bulannya yang bersinar dengan terang. Ran Xieya duduk bersama sang Permaisuri baru tiba di kamar pribadinya yang luas. Ran Xieya hanya bisa duduk sembari menikmati teh hangat yang dituangkan pada cangkirnya. Keadaan di luar sedang kacau. Ran Xieya menatap dengan was-was. Namun dia tetap menyembunyikan kegusaran hatinya dengan mengelus bola salju yang sedang dipangkunya itu.Sudah berselang tiga puluh menit dari peristiwa itu. Stick giok Ran Xieya masih berbentuk berupa pedang giok dengan gagang putihnya. Pedang itu sengaja diletakkan disampingnya terduduk. Ran Xieya bahkan tak berani menatap Permaisuri, takut jika dia heran usai Putri ini jadi berubah akibat kerasukan jiwa dari seorang Senna. “Aku tak tahu puteri manisku mahir berpedang," puji Permaisuri. “Ah itu ... aku hanya melihat dan meniru saja.” Ran Xieya tersenyum hambar. Sang Permaisuri kem
“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam," Han Xue Tian mengangguk singkat. "Baik, Permaisuri." Han Xue Tian menggendong tubuh Ran Xieya kemudian membawanya masuk ke kamar Permaisuri. Han Xue Tian yang menggendong tubuh tak sadarkan diri Ran Xieya meletakkannya dengan pelan untuk berbaring disebuah kursi panjang yang berada disisi lain ruangan itu. Surai hitam Ran Xieya tergerai menutupi paras manisnya yang sedang tertidur. Jemari panjang Han Xue Tian dengan perlahan menepikan helaian rambut hitam Ran Xieya. Lin May segera menggeserkan pintu kamar permaisuri. "Yang Mulia, kenapa tiba-tiba seperti ini," ucap Lin May kemudian sibuk mengurusi Ran Xieya. “Permaisuri Ran Lan Hua." Han Xue Tian menunduk hormat ketika Permaisuri mendekati Ran Xieya. Permaisuri duduk dipinggiran kasur. Ia menatap Ran Xieya yang masih terlelap kala itu. "A-Xie pasti kelelahan, Xue Tian bagaimana keadaan di luar istana?” “Mahluk kegelapan sampai di pusat kota, Xue Tian diperintahk
"Hentikan! jangan menyerangnya!" sergah Ran Xieya.Sorak keributan dari para pelayan itu berasal dari luar aula utama. Beberapa tamu yang penasaran pun turut keluar. “Baise!” teriak Ra Xieya pada Rubah itu. Ran Xieya tak bergeming karena melindungi sosok Rubah yang justru tampak jinak padanya padahal Rubah berukuran besar itu dua kali lipat darinya. Ran Rinyou bergegas mendekati kerumunan usai mendengar hal Ran Xieya memanggil nama rubah kesayangannya dengan setengah berteriak yang segera berlari. “Ran Xieya jangan mendekat ke sana!” teriak sang Kakak yang turut mencegahnya."Grrrghhhh," erang Rubat itu.Rubah itu tampak terpojok karena beberapa prajurit menodongnya dengan ujung tombak. Dia bisa saja menyerang namun Baise masih mengingat tuannya yang berhati lembut. Apalagi rubah itu melihat usaha Ran Xieya yang menghadang todongan ujung tombak yang mengarah padanya. “Sie! kamu tidak terluka, kan?" tanya Ran Xieya disela-sela terpojoknya. Ran Xieya berdiri di depan rubah putih beruk
"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca. "Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May. "Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya. “Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian
“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,” kekeh Pemuda itu. Pria muda berambut perak panjang membingkai paras tampannya, kedua iris mata semerah darah dan bibir tipis yang tersungging senyuman dengan tahi lalat dibawahnya, tiga garis seiras Han Xue Tian tumbuh didahinya juga namun hanya berbeda warna, jika Han Xue Tian memiliki tanda berwarna biru cerah maka pemuda ini berwarna hitam pekat serta jubah hitam yang senada membalut tubuh tegapnya. Dibalik paras tampan yang terukir seringai yang tajam. Paras seiras Han Xue Tian yang lain muncul didepannya. Kegelapan amat mencintainya. Aura gelap yang mendominasi membuktikan jati dirinya yang sebenarnya. Teror yang sudah lima tahun lamanya tidak menganggu kedamaian negara aliansi. Sang Putra dari Klan Lian yang dijuluki sebagai Pangeran Iblis. “Aiya senang berjumpa kembali pemimpin clan Han, Han Suiren Hua! Kemarin kau itu hanya seorang murid wah sekarang sudah menjadi pemimpin ya, selamat, selamat." Pemuda itu