Share

Episode 2

Seberkas cahaya mentari pagi yang silau lolos dari celah dinding kayu. Sungguh menyilaukan bagi anak gadis manis yang masih terlelap dengan tidurnya itu. Sembari mengeliat dia pun membuka sepasang kelopak matanya. Membiarkan iris langit magenta nan bening itu terbias oleh cahaya mentari. Buru-buru diarahkan telapak tangannya menutup berkas cahaya itu.

Ketika si Gadis hendak beranjak berdiri. Pergerakannya jadi terbatas karena sepasang rantai menjerat kedua kakinya sehingga memaksa bokongnya kembali terjatuh menghantam kerasnya lantai kayu ini. Senna bangun mendapati dirinya dipasung dalam ruangan yang aneh.

“Aw, aw, sakit!” jerit Senna. Dia merintih sembari memengangi bokongnya itu. Sepasang iris magentanya membulat dengan sempurna. Seluruh pandangannya menelisik ruangan yang sangat asing untuknya.

“Di mana aku?” tanyanya seorang diri. Tatapannya juga tak lepas melihat kedua tangannya yang turut diikat dengan rantai karat yang sudah meninggalkan bekas luka dikedua pergelangan tangan putihnya. “Argh!” teriak Gadis itu kesal.

"Bukannya aku sudah tiada? bagaimana aku bisa hidup kembali!" teriak Gadis itu.

Derapan langkah terdengar dari luar ruangan. Decitan pintu kayu itu di buka menampaki beberapa gadis berpakaian gaun kuno dengan corak bunga anggrek dan kain berwarna hijau muda melesat masuk.

“Yang Mulia Tuan Puteri sudah sadar cepat panggilkan Tabib!” perintah salah satu dari para gadis-gadis pelayan itu.

Tidak lama datang seorang pria paruh baya dengan tubuh gempal dengan terburu-buru. “Oh kutukannya semakin parah, Tuan Putri semakin gila cepat kalian semua keluar biar aku menyucikan puteri malang ini,” suruh Tabib itu.

“Kau siapa?” tanya Senna.

“Ah tuan Putri keluarga klan Ran memang memiliki sakit jiwa tapi tubuh cantikmu sayang jika disia-siakan,” ujar pria paruh baya itu. Dia berjalan mendekati Senna sembari mengesek-gesek kedua telapak tangannya.

Tatapan penuh nafsunya memandangi sang gadis yang diikat oleh rantai. Dia menyentuh dagunya sembari mengarahkan tangan menjijikkannya untuk membuka jubah luar gadis itu. “Kemari gadis manis,” ucap Pria itu.

Senna melotot dengan sempurna. “Jauhkan tanganmu dariku!” bentak Senna. Tatapan magentanya berganti menjadi menyala seolah ketakutan itu tak percaya diri mengenalinya. Dia pun menendang tulang kering kaki pria paruh baya itu. Beruntung rantai yang mengikat kedua tangannya menjuntai dengan panjang. Walaupun ruang geraknya terbatas tapi Senna menggunakan rantai panjang itu untuk menjerat leher pria paruh baya itu. Tangan kirinya menarik dengan keras sisi rantai tangan kanan yang menjerat leher pria paruh baya itu.

“Argh! Wanita gila lepaskan leherku!” Teriak Tabib.

Kegaduhan di ruang kurungan itu mengundang para prajurit yang berjaga di depan memasuki ruangan ini. Suara Tabib semakin terdengar keras di seluruh kediaman istana ini. Keributan menarik perhatian ruang utama. Sang Kaisar bahkan mendengar suara teriakan Tabib.

“Tuan Puteri Ran Xieya!” teriak pengawal.

“Lepaskan aku dari wanita gila ini!” jerit Tabib dengan wajah pucat pasi. Dia tak berdaya karena sudah dalam jeratan rantai oleh Senna yang semakin menarik rantai itu.

Senna terkekeh sendiri. Dia malah semakin mengeratkan jeratannya. “Oh baiklah, aku lepaskan tapi akui dulu jika kau berusaha bersikap tak senonoh padaku,” ancam Senna.

“Ran Xieya! Lepaskan jeratan itu. Kau bisa membunuhnya,” ucap Kaisar yang baru tiba di ruang tahanan ini.

Senna menatap Kaisar yang berdiri di ambang pintu bersama seorang wanita yang sudah terisak disampingnya. “Kau jangan semakin mempermalukan keluarga kita, Ran Xieya!” bentak Kaisar.

Kedatangannya diikuti tundukan hormat semua orang yang berbondong-bondong datang menyaksikan aksi eksekusi gadis ini. Pria yang mengenakan jubah hijau tua itu dihormati sebagai penguasanya sementara menatap dengan heran. Dirinya masih berusaha mencerna hal yang sedang menimpanya. Siapa Ran Xieya? kenapa dia memanggilku dengan nama itu? batin Senna.

“RAN XIEYA!”

Gadis yang dipanggil itu pun melepaskan jeratannya. Senna menghela napas. “Baiklah, baiklah,” ucap Senna sembari mengerucutkan bibirnya.

Sang tabib merangkak menuju sang pria dewasa dengan kesan yang sengaja didramatisir. Dia memengang salah satu kaki Kaisar sembari memelas. “Dia menyerang hamba dengan tiba-tiba Yang Mulia Raja Ran Xuan Ya,” ucap Tabib yang berdusta.

Apa-apaan ini? aku tidak tahu ada di mana tapi kenapa semua orang menganggapku sebagai Ran Xieya, batinnya. Kedua alisnya sampai menaik hingga mengkerut menyatu. Dia berpikir dengan keras. Senna sudah terlempar di kerajaan yang kuno bahkan tengah disekap. Dia pun memijat pelipis dahinya yang terasa berkedut. Memikirkan semuanya membuat Senna pusing.

Ketika tangan kanannya diletakkan kelantai kayu itu. Dia tak sengaja menyentuh permukaan stick rambut giok pemberian sang nenek. Senna membelalakkan kedua matanya. Dia pun segera memungutnya dan menggengamnya dengan erat.

“Aku tak akan melakukannya jika tabib itu tidak melakukan hal yang tak senonoh padaku,” ucap Senna.

“Tidak Yang Mulia, saya tak mungkin melakukan perbuatan tercelah seperti itu,” sangkal Tabib.

Ran Xieya menelisik pria paruh baya itu untuk mengamatinya. “Tak akan ada yang mempercayai orang gila, bukan?” Senna duduk dengan santai. “Tapi aku tak akan tinggal diam loh,” ucap Senna.

Semua orang yang menyaksikannya terkejut dengan ucapan dari Putri kerajaan mereka. Bertahun-tahun dikurung dan dipasung karena dianggap gila. Putri kedua yang tidak bisa berbicara dengan baik malah kini berani menentang Kaisar.

Senna menjulurkan kedua tangannya yang dirantai itu.“Lepaskan rantai ini,” pinta Senna. “Kalian daripada mengobati justru terlihat seperti menyiksa seseorang padahal aku tidak gila.” Senna menatap jengkel karena diperlakukan seperti orang gila.

Kaisar turut diam dengan tatapan tak percaya dengan ucapan gadis itu. “Lepaskan rantainya.” Dia pun memerintahkan prajurit membuka rantai pada kedua tangan dan kedua kakinya bahkan meminta para gadis pelayan itu membopong tubuh Ran Xieya untuk menuju kekamarnya.

Senna sudah dibersihkan serta diobati oleh para pelayan seusianya itu. Sekarang dia tengah duduk di depan sebuah cermin yang memantulkan pancaran dirinya. “Apa ini aku?” tanya Senna sembari memengangi kedua pipi gempalnya serta sesekali menyentuh surai hitam panjang yang nyaris menyentuh lututnya.

“Aku jelas-jelas terjebak di tubuh seseorang yang bernama Ran Xieya ini.” Tatapan nanarnya pun terpancar begitu saja saat menyadari betapa kurus dan kecilnya tubuh ini. Berbeda dengan tubuh aslinya yang bahkan bisa dengan mudahnya menghantam tubuh para preman yang berusaha bersikap tak senonoh dengannya. Senna memang sudah dilatih sejak kecil oleh Yue Ran. Seni bela diri, memanah dan berpedang sudah dikuasainya sejak kecil. Bahkan tak hanya itu, dia yang jenius bisa melanjutkan studinya dibidang Kedokteran saat ini.

“Kasihan sekali dirimu Ran Xieya dianggap orang gila, dipasung oleh keluargamu sendiri dan dilayani tabib mesum seperti itu,” ucap Senna. “Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengikuti arus untuk menjadi Ran Xieya ini, mulai sekarang namaku juga akan jadi Ran Xieya.” Dia pun meraih stick rambut giok yang terletak di atas meja. Dia pun menggulung asal surai hitam panjangnya seraya menyematkan stick giok itu ke rambut hitam legamnya.

Pintu kayu akasia itu terdengar di dorong oleh seseorang gadis yang membawa nampan berisi dua mangkuk sup dan minuman herbal. Aromanya tercium seperti daun teh yang diseduh dengan matang.

“Tuan Puteri Ran Xieya saya membawa makanan untuk Anda,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status