“Tuan Puteri Ran Xieya saya membawa makanan untuk Anda,”
Ran Xieya mengulum senyuman yang manis. “Terima kasih,” sahut Ran Xieya sambil menyaksikan gadis itu menunduk dengan sopan sembari pamit untuk meninggalkan kamarnya.“Eh, sebentar, sebentar, temani aku di sini ... aku butuh teman bicara,” ucap Ran Xieya yang terkekeh dengan canggung.“Baiklah Yang Mulia," sahut Gadis itu. Dia berbicara dengan patuh. Gadis Pelayan ini mengenakan gaun panjang berwarna hijau tosca muda itu duduk bersila di sebelah Ran Xieya.Ran Xieya menyeruput teh hangat itu. Dia pun tersenyum jahil. “Hei, ceritakan padaku apa menurutmu aku segila itu?” tanya Ran Xieya.Gadis itu tampak mendehem ragu-ragu, posisi duduknya mulai gelisah. “Ergh ... sebelumnya Yang Mulia tak akan bersikap seperti itu," jawab Gadis itu.Kedua mata Ran Xieya membelalak sempurna. “Eh serius!” jerit Ran Xieya. Ran Xieya mendeham sejenak kemudian mencoba bersikap dengan tenang. "Lalu apa lagi?" tanya Ran Xieya.“Cara bicara anda juga berbeda," jawab Pelayan itu.Sebelah alis Ran Xieya menaik. “Apa lagi?” Ran Xieya semakin penasaran.Pelayan itu segera menjawab. “Anda tak akan sekuat itu untuk menjerat leher Tabib.”“Aku!” Ran Xieya sembari menunjuk dirinya. Ia terkejut mendengar semua hal mengenai diri lainnya dari Pelayan ini.Gadis itu mengangguk dengan singkat. “Iya Yang Mulia, tak ada yang lain karena Anda memang terlahir lemah," sahut Pelayan itu.Ran Xieya mengangguk-angguk sesekali memengangi dagunya selayaknya orang yang tengah berpikir. “Ah iya, gaun ini terasa panas karena terlalu banyak lapisan kain dan pita, aku tak leluasa bergerak dengan rok sepanjang ini." Ran Xieya beranjak berdiri sembari memperlihatkan kain panjang yang menjuntai ke lantai. "Lihatlah aku seperti mengepel lantai," ketus Ran Xieya. Dia sambil mengangkat-angkat ujung gaunnya.“Apa ada baju lain?” tanya Ran Xieya."Mari saya coba lihat Yang Mulia," ucap Pelayan itu sembari beranjak. Dia pun membuka lemari dari kayu akasia kemudian tampak memilah beberapa helai pakaian.Ran Xieya kembali duduk sembari menunggu Gadis itu. “Namamu siapa?” tanya Ran Xieya.Kedua bahu gadis itu sedikit terangkat seolah terkejut dengan pertanyaan Ran Xieya. “Namaku Lin May, yang mulia,” jawab Gadis itu.Ran Xieya mengangguk. “Apa kau memang selalu melayaniku? ah iya, maksudku Ran Xieya ini," ucap Ran Xieya terbelit-belit karena baru ingat sosok tubuh saat ini. Ran Xieya menatap Pelayannya itu, dia penasaran dengan raut wajah Lin May.“Benar Yang Mulia," sahut Lin May. Gadis itu menghadap Ran Xieya sembari meletakkan beberapa lipatan pakaian diatas ranjang kasur.Ran Xieya memilah-milah beberapa pakaian itu. Dia pun tersenyum lebar ketika menemukan beberapa pakaian yang dipadukan serasanya cocok dengan dirinya itu. “Sempurna ini tepat sekali.” Puji Ran Xieya. Ran Xieya mendecak kagum setelah mengganti bajunya.“Yang Mulia jika begitu maka mereka akan salah mengira Anda sebagai seorang pria?” tegur Lin May.Ran Xieya menghela napas. “Kenapa lagi?” tanya Ran Xieya.“Pakaian yang Anda pilih memiliki corak khusus untuk laki-laki karena jubah itu berwarna yang lebih gelap, apalagi Yang Mulia tidak memakai riasan kecuali tusuk rambut giok itu," ucap Lin May.“Anda bahkan mengenakan celana panjang dibalik jubah dasar," imbuh Lin May.“Eh, tadinya aku malah mau melepasnya dan hanya mengepang rambutku saja.” Ran Xieya tersenyum sumringan. Baginya memakai gaun dan lapisan jubah-jubah itu akan menyulitkannya bergerak. Ran Xieya yang berasal dari abad dua puluh satu tentu saja tidak betah dengan gaya pakaian kuno ini.“Jangan Yang Mulia." Lin May menggeleng. Raut wajahnya panik dan cemas. "Anda akan dianggap mengkhianati adat istiadat keluarga Ran jika tidak mengenakan semua itu," ucap Lin May.“Aish ... Aku tidak mau.” Ran Xieya melipat kedua tangannya di depan dada. Bibirnya mengerucut maju dan masam. "Yang benar saja, lagi pula tidak ada yang perduli kok," elak Ran Xieya."Baiklah Yang Mulia, paling tidak biarkan Lin May ini mengepang rambutmu," tawar Lin May."Silahkan saja, hehe," kekeh Ran Xieya.Lin May pun mengepang rambut panjang milik Ran Xieya. Kedua tangan gadis itu sangat telaten hingga kepangannya selesai. "Sudah selesai, Yang Mulia." Lin May berucap sembari membungkuk hormat pada Ran Xieya."Wah bagus sekali," puji Ran Xieya.Lin May tersenyum bangga. "Terima kasih Yang Mulia.""Kalau begitu aku perlu sentuhan terakhir," ucap Ran Xieya. Dia pun memakaikan dirinya jubah panjang berwarna hijau tosca gelap, dilapisi rompi hitam serta sabuk hitam melingkar dipinggang rampingnya. Stick rambutnya tak lupa diselipkan disabuk pinggangnya. "Haha, selesai," ujar Ran Xieya.Lin May menggeleng kecil. Dia mengenal sosok Ran Xieya yang lemah, tak bergairah dan pendiam jadi sosok periang seperti ini bahkan terbilang unik. "Anda seperti sosok pemuda dari desa daripada Putri kerajaan, Yang Mulia." Lin May berkomentar.“Haha biarkan saja, oh iya aku ingin jalan-jalan di sekitar istana. Apa kau mau menemaniku Lin May?” tanya Ran Xieya.“Baik Yang Mulia," ucap Gadis itu mengangguk patuh.“Aish, jangan sungkan seperti itu, bukankah kita sudah menjadi teman?” Ran Xieya berhasil membuat gadis itu terkejut kembali, yang lebih membuatnya heran adalah Ran Xieya yang meraih pergelangan tangannya sembari berlari keluar dari kamarnya. "Ayo kita jalan-jalan!" teriak Ran Xieya bersemangat.Mereka berkeliling di kediaman utama keluarga Ran. Ran Xieya tak berhenti mengoceh bahkan berlari-lari dengan riangnya. Beberapa pelayan turut menunduk hormat kepadanya. Tak jarang pula Ran Xieya membalasnya dengan senyuman yang manis. Ran Xieya membuat istana jadi gempar karena tingkah tak terduga sang tuan puteri yang kini sedang bermain-main di sebuah kolam yang letaknya dekat dengan aula utama istana.“Yang Mulia Ran Xieya, ayo berhentilah bermain di kolam," pinta Lin May. Gadis itu menatap bingung menatap sang Tuan Putri yang sudah menggulung kedua lengan dan celananya.“Ikan mas koki itu sangat lucu ... aku ingin menangkapnya dan meletakkan aquarium di kamar," ucap Ran Xieya sembari berjalan ke dalam kolam itu.“Aquarium itu apa Yang Mulia?” tanya Lin May bingung.“Hahahahaha ... Kau tak tahu itu May?” gelak tawa Ran Xieya menggelegar di seluruh istana. Ran Xieya tertawa terpingkal-pingkal sembari memengangi perutnya. “Ada apa dengan jaman kuno ini," kekeh Ran Xieya sembari tertawa seorang diri.“Hm?” Ran Xieya segera berhenti tertawa saat melihat seorang pria muda bersama seorang wanita cantik yang berjalan dikawal oleh beberapa prajurit. Postur tubuhnya tinggi, parasnya tampan dan kedua iris magentanya mirip dengan pria itu.“Ran Xieya!” teriak Pria itu menatapnya dengan sunggingan senyuman yang manis. Pria itu bahkan langsung menghamburkan pelukannya pada tubuh Ran Xieya. “Aku senang kau sudah sembuh," ucap Pria itu sembari mendekap Ran Xieya.Ran Xieya yang bingung tak mengenal siapapun. “Eh, siapa?” tanya Ran Xieya.Pria itu melepaskan pelukannya kemudian melihat tampang linglung dari seorang Ran Xieya. “Apa kau sakit? bagaimana kau bisa melupakan kakakmu, aku Ran Rinyou.” Pria itu berucap sembari mengguncang-guncang tubuh Ran Xieya.“Iya aku ingat, aku ingat, Kakak Tertua," sahut Ran Xieya yang pusing. "Hentikan, kepalaku jadi pusing," pinta Ran Xieya lagi.“Aku merindukanmu," ucap Ran Rinyou.Ran Xieya langsung menatap Lin May. Dia benar-benar menunggu penjelasan dari gadis itu. Ran Xieya menganggap saat ini hanya Lin May yang bisa menolong dan memberinya penjelasan secara cuma-cuma bahkan Lin May tampak mentoleri sikap Ran Xieya dan ketidaktahuannya tapi saat itu Lin May hanya tertunduk dengan sopan kepada sang Putra Mahkota itu.“Rinyou, ayo katamu mau menemui Ibu,” ucap seorang Wanita muda yang meraih lengan Ran Rinyou. "Salam Adik Ipar, baru merasa udara segar ya?" tanya gadis itu sembari menatap Ran Xieya sinis.Ran Xieya terbiasa dengan tatapan itu sebaliknya dia malah tertawa dengan jahil. “Apa semua gadis cantik selalu memiliki tatapan mata yang sinis?” sindir Ran Xieya. Dia sembari melipatkan kedua tangannya di depan dada.“Kau! Lihat Rinyou apa yang dilakukan adikmu!" bentak Wanita itu. Gadis itu nyaris menamparnya jika tidak di hadang oleh Ran Rinyou. “Kenapa kau menghadang? dia menyebalkan," ketus Gadis itu.“Jangan begitu istriku, adikku baru saja sembuh setelah lima tahun ini," ucap Ran Rinyou.Kedua mata Ran Xieya membulat dengan sempurna. Ran Xieya segera tersenyum untuk menutupi keterkejutannya itu. Tak Ran Xieya sangka jika ia memiliki seorang kakak laki-kali yang bahkan sudah menikah padahal Ran Rinyou tampak masih sangat muda. Ada apa dengan dunia ini, batin Ran Xieya.“Xieya, jangan lupa malam ini untuk datang menemui para tetua dan Ayah, kau harus menjelaskan semuanya yang terjadi pada Tabib,” ucap Ran Rinyou seraya mencubit ujung hidung Ran Xieya dengan gemas.Ran Xieya mengadu kesakitan sembari mengelus hidung mancungnya. "Baiklah, aku tahu," sahut Ran Xieya . Dia baru mengingatnya. Ran Xieya nyaris lupa dengan kejadian itu.Setelah sepasang suami isteri itu pergi Ran Xieya langsung menghampiri Lin May. “Kapan mereka menikah?” tanya Ran Xieya penasaran. Paras manis Ran Xieya menatap serius Lin May yang memerah karena sedari tadi menahan tawanya sambil menatap Ran Xieya dengan kekehan.“Anda benar-benar sesuatu Yang Mulia." Lin May melepas tawanya saat ini.“Eh, apanya? kau ini bicaralah dengan jelas," suruh Ran Xieya.Lin May mendehem. “Hanya Anda yang berani mengkritik Putri Jhan Jia ...,” Lin May menjeda ucapannya sejenak sambil melambai ke arah Ran Xieya untuk segera mendekatinya. “Kabar angin mengatakan kalau dia itu wanita yang licik, Anda lebih baik jangan membuat onar dengannya," ucap Lin May berbisik kepada Ran Xieya.“Kenapa dia menikah dengan kakakku?” tanya Ran Xieya“Kurasa Tuan Puteri memiliki ingatan yang buruk. Baiklah Lin May ini akan mengatakannya." Lin May melirik kiri dan kanannya agar memastikan tidak ada yang melihat mereka. "Perjodohan dan fitnah karena Jhan Jia pernah sengaja menyebarkan rumor kedekatannya agar bisa dijodohkan dengan Yang Mulia Ran Rinyou," ucap Lin May berbisik."Kalau begitu aku harus berhati-hati juga,""Kalau begitu aku harus berhati-hati juga," ucap Ran Xieya. Raut wajahnya serius sembari mencerna situasinya saat ini. "Yang Mulia lebih baik sekarang Anda membersihkan diri karena Lin May akan menyiapkan air hangat untukmu, jangan lupa pertemuan malam ini yang mulia." Lin May berucap sembari membungkuk hormat pada Ran Xieya. Gadis itu menggeser pintu kemudian keluar dari kamar Ran Xieya dengan pelan. Ran Xieya seorang diri masih memikirkan dirinya saat ini. "Ah, jujur saja aku jadi pusing, bagaimana aku bisa masuk ke dunia ini kemudian ada di tubuh Putri Malang seperti ini!" jerit Ran Xieya. Dia pun menarik napas agar bisa membuat dirinya dengan tenang. "Baiklah, tenang ... Ran Xieya, Ran Xieya, serahkan semua masalahmu padaku." Ran Xieya beranjak berdiri kemudian keluar dari kamarnya. Ran Xieya baru selesai mandi. Tubuhnya sudah terasa segar kembali. "Ah, mandi air hangat memang paling terbaik," ucap Ran Xieya. Dia tengah duduk menikmati citrus senja di gazebo istana. Ran Xieya
"Lin May, kenapa aku bahkan tidak tahu jika saat ini ada perjamuan?" tanya Ran Xieya. Dia sembari menoleh pada Lin May. Senyumnya jadi hambar karena tidak tahu mengenai perjamuan Permaisuri yang ternyata sedang hamil. Lin May mengelus pundak Ran Xieya. "Lin May paham, ingatan Tuan Putri memang payah," hibur Lin May. "Aiya ... kau seperti mengolokku," sahut Ran Xieya sembari meringis pelan. Lin May menggeleng. "Itu katamu sendiri, Yang Mulia," ungkap Lin May. Ah benar juga, batin Ran Xieya. Dia pun terkekeh pada Lin May. "Ayo kita keluar dari aula ini, jujur saja aku benci tatapan mereka padaku," bisik Ran Xieya sembari beranjak berdiri. "Mari kita kembali ke kamarmu, Yang Mulia," sahut Lin May. Beberapa langkah lagi kedua gadis ini akan tiba di depan pintu kamar Ran Xieya. Gadis itu sudah mengeluh lapar. “Kenapa kamarku sangat jauh dari aula itu? aku merasa mengelilingi lapangan stadium,” ucap Ran Xieya mengeluh. Biarpun Lin May tak terlalu mengerti dengan ucapan Ran Xieya teta
"Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat," ucap Ran Xieya. Malam sudah menampaki bulannya yang bersinar dengan terang. Ran Xieya duduk bersama sang Permaisuri baru tiba di kamar pribadinya yang luas. Ran Xieya hanya bisa duduk sembari menikmati teh hangat yang dituangkan pada cangkirnya. Keadaan di luar sedang kacau. Ran Xieya menatap dengan was-was. Namun dia tetap menyembunyikan kegusaran hatinya dengan mengelus bola salju yang sedang dipangkunya itu.Sudah berselang tiga puluh menit dari peristiwa itu. Stick giok Ran Xieya masih berbentuk berupa pedang giok dengan gagang putihnya. Pedang itu sengaja diletakkan disampingnya terduduk. Ran Xieya bahkan tak berani menatap Permaisuri, takut jika dia heran usai Putri ini jadi berubah akibat kerasukan jiwa dari seorang Senna. “Aku tak tahu puteri manisku mahir berpedang," puji Permaisuri. “Ah itu ... aku hanya melihat dan meniru saja.” Ran Xieya tersenyum hambar. Sang Permaisuri kem
“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam," Han Xue Tian mengangguk singkat. "Baik, Permaisuri." Han Xue Tian menggendong tubuh Ran Xieya kemudian membawanya masuk ke kamar Permaisuri. Han Xue Tian yang menggendong tubuh tak sadarkan diri Ran Xieya meletakkannya dengan pelan untuk berbaring disebuah kursi panjang yang berada disisi lain ruangan itu. Surai hitam Ran Xieya tergerai menutupi paras manisnya yang sedang tertidur. Jemari panjang Han Xue Tian dengan perlahan menepikan helaian rambut hitam Ran Xieya. Lin May segera menggeserkan pintu kamar permaisuri. "Yang Mulia, kenapa tiba-tiba seperti ini," ucap Lin May kemudian sibuk mengurusi Ran Xieya. “Permaisuri Ran Lan Hua." Han Xue Tian menunduk hormat ketika Permaisuri mendekati Ran Xieya. Permaisuri duduk dipinggiran kasur. Ia menatap Ran Xieya yang masih terlelap kala itu. "A-Xie pasti kelelahan, Xue Tian bagaimana keadaan di luar istana?” “Mahluk kegelapan sampai di pusat kota, Xue Tian diperintahk
"Hentikan! jangan menyerangnya!" sergah Ran Xieya.Sorak keributan dari para pelayan itu berasal dari luar aula utama. Beberapa tamu yang penasaran pun turut keluar. “Baise!” teriak Ra Xieya pada Rubah itu. Ran Xieya tak bergeming karena melindungi sosok Rubah yang justru tampak jinak padanya padahal Rubah berukuran besar itu dua kali lipat darinya. Ran Rinyou bergegas mendekati kerumunan usai mendengar hal Ran Xieya memanggil nama rubah kesayangannya dengan setengah berteriak yang segera berlari. “Ran Xieya jangan mendekat ke sana!” teriak sang Kakak yang turut mencegahnya."Grrrghhhh," erang Rubat itu.Rubah itu tampak terpojok karena beberapa prajurit menodongnya dengan ujung tombak. Dia bisa saja menyerang namun Baise masih mengingat tuannya yang berhati lembut. Apalagi rubah itu melihat usaha Ran Xieya yang menghadang todongan ujung tombak yang mengarah padanya. “Sie! kamu tidak terluka, kan?" tanya Ran Xieya disela-sela terpojoknya. Ran Xieya berdiri di depan rubah putih beruk
"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca. "Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May. "Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya. “Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian
“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,” kekeh Pemuda itu. Pria muda berambut perak panjang membingkai paras tampannya, kedua iris mata semerah darah dan bibir tipis yang tersungging senyuman dengan tahi lalat dibawahnya, tiga garis seiras Han Xue Tian tumbuh didahinya juga namun hanya berbeda warna, jika Han Xue Tian memiliki tanda berwarna biru cerah maka pemuda ini berwarna hitam pekat serta jubah hitam yang senada membalut tubuh tegapnya. Dibalik paras tampan yang terukir seringai yang tajam. Paras seiras Han Xue Tian yang lain muncul didepannya. Kegelapan amat mencintainya. Aura gelap yang mendominasi membuktikan jati dirinya yang sebenarnya. Teror yang sudah lima tahun lamanya tidak menganggu kedamaian negara aliansi. Sang Putra dari Klan Lian yang dijuluki sebagai Pangeran Iblis. “Aiya senang berjumpa kembali pemimpin clan Han, Han Suiren Hua! Kemarin kau itu hanya seorang murid wah sekarang sudah menjadi pemimpin ya, selamat, selamat." Pemuda itu
Rambut hitam Ran Xieya tergerai bebas dengan panjang. Ran Xieya tak memerdulikan riasan. Dia hanya memakai balutan jubah sederhana berwarna biru muda dengan motif anggrek putih disetiap ujung jubahnya. Ran Xieya sudah duduk berjam-jam didalam perpustakaan Ran. Ran Xieya mempelajari dunia yang dia tinggali saat ini.“Aku bahkan baru tahu nama kalau nama kerajaan ini Shizhu Ran Aiya ... kasihan sekali Ran Xieya harus menanggung malu karena semua kebodohanku jika orang lain sampai tahu.” Ran Xieya berucap sambil meringis kecil. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ran Xieya kembali membaca buku itu. Satu tumpukan gunung buku-buku lain yang ada disebelah kanan sudah menunggunya. Ran Xieya masih betah untuk duduk disana. Kini kedua mata magentanya sedang serius menatap satu halaman yang memuat informasi mengenai Kerajaan Shizu Ran. 'Klan Ran satu-satunya klan yang mempelajari ilmu alam dan pengobatan kemudian mempraktekkannya didalam kehidupan sehari-hari.”'Kerajaan Shizhu Ran