Selama satu hari penuh Kalila menyiapkan diri dan mental untuk bertemu dengan keluarga besar Johan. Hari ini mamanya sudah menelepon dan mengetahui tentang acara yang diadakan oleh keluarga besar mereka. Indriyani memberikan banyak tips dan trik agar diterima oleh mertua tapi pada dasarnya Kalila memang tidak ingin menyenangkan orang tua itu, dia hanya diam.“Kal, kamu denger kan nasihat mama?” tanya mama dengan kesal karena anaknya tidak pernah menyaut barang menggumam.“Iya denger kok, Ma,” jawab Kalila sambil membuka media sosialnya. Wanita itu sebenarnya tidak suka jika ditelepon oleh mamanya karena akan sangat panjang dan tidak ada habisnya. Paling sebentar saja telepon akan berakhir selama satu jam apalagi jika urusan penting seperti ini, entah akan berlangsung berapa lama lagi.“Kamu bawa makanan, buatin apa gitu. Kalau nggak bisa yaudah bawa sembako aja atau beli aja di toko roti. Kamu nggak boleh bawa tangan kosong ya. Harus menghargai tuan rumah meskipun kamu nggak suka.”“He
“Jadi kamu suka aku dari kapan sebenarnya Jo?” Pertanyaan itu tidak pernah terpikirkan oleh Johan akan keluar dari bibir manis Kalila. Wanita yang tidak pernah tahu bahwa dirinya pernah sedikit tertarik dengan Kalila saat ketika Kalila menyatakan perasaannya.Setiap tahun Kalila selalu mengucapkan ulang tahun kepada Johan, akan tetapi sejak tiga tahun yang lalu wanita itu benar-benar mengatakan perasaannya, tepat ketika dia ulang tahun. Kalila mengatakan bahwa mungkin itu adalah ucapan ulang tahun terakhir dari dirinya karena wanita itu akan berhenti menyukainya. Dia sudah lelah dan tidak ingin menyimpan perasaan yang sama lagi kepada Johan.Saat itu Johan merenung, dia tahu Kalila menyukainya sejak SMA, tapi wanita itu baru terus terang kepadanya. Setelah benar-benar yakin bahwa Kalila menyukainya, Johan merasa sedikit bimbang, dia beralih mengingat betapa buruknya sikap dia kepada Kalila dan perasaan bersalah itu semakin lama semakin membutnya jatuh terlalu dalam.“Sejak kamu mengat
Setelah tidak bisa bertemu dengan Johan selama dua hari penuh, Rayna datang kembali dan menyuruh satpam untuk membuka kunci apartemen Johan. Mereka masih beruntung ketika Johan membuka pintu apartemen kali ini. Gadis itu kembali bersikap manis.“Kakak maaf aku panggil satpam karena aku kira kakak kenapa-napa.” Ina berkata dengan manis.Kalila yang mendegarkan percakapan itu memiliki ide berlian. Untungnya situasinya memang tepat. Wanita itu langsung berteriak dari dalam kamar.“Sayangg!! Pakaian aku kok berantakan di lantai sih?” teriak Kalila dengan sengaja.Telinga Ina berubah merah, pikirannya sudah melayang ke mana-mana. Apakah kakaknya ini memang sudah melakukan hal yang lebih kepada Kalila?“Kakak … udah gituan sama Kalila?” Johan yang ditanya seperti itu hanya bisa menahan rasa malunya.“Udah dong. Kenapa enggak? Suami-suami aku juga.” Kalila sengaja keluar dengan menggunakan kemeja Johan saja. Wanita itu sendang mengikuti scene-scene drama favoritnya.“Ohh, bener juga sih kak.
Hari sabtu kemarin menjadi hari pertama kebahagiaan kehidupan rumah tangga Kalila dan Johan. Tidak ada yang mengganggu mereka. Bahkan Johan sengaja mematikan ponsel Kalila dan miliknya hanya agar momen itu tidak diganggu oleh orang lain. Seharian mereka tidak terpisahkan. Saat Kalila memasak, menonton drama, tiduran di ranjang, mereka tetap sama-sama. Seperti untuk hari minggu ini juga. Johan masih betah menempel kepada Kalila.Saat ini Kalila bersandar di dada Johan, sedangkan Johan bersandar di kepala ranjang. Keduanya sedang membaca buku karya Kalila yang entah sejak kapan itu menjadi koleksi Johan. Dia awalnya malu tapi Johan memaksa karena banyak yang ingin ditanyakan oleh Johan tentang dua karakter pemeran utamanya.“Kal kenapa sih kamu itu suka banget genre kayak gini? Cinta tak terbalas, bertemu setelah sekian lama, terus ketemu lagi, dan berakhir sad ending. Kenapa kamu suka kayak gitu? Kayaknya hampir nggak pernah happy ending gitu?”Pertanyaan pertama dan yang paling mengga
Pagi hari ini terasa lebih indah, untungnya hari ini hari libur sehingga Johan tidak perlu harus memperpanjang masa cuti. Dia sudah tiga hari meninggalkan kantornya. Bisa-bisa Hendrian dan Rakoma memberikan tugas segunung dan bisa jadi dia yang harus mengurus proyek sendirian—meskipun tidak sendirian banget.“Aku mau peluk kamu. Jangan gerak.” Johan merengkuh bahu Kalila di dalam selimut yang tanpa pembatas kain apa pun. Tubuh mereka masih polos di dalam selimut.“Sssttt manja banget. Oh ini ternyata sisi Johan sebenarnya?” Kalila membalik tubuhnya, dia mendongak ke atas karena wajah Johan lebih tinggi. “Aku kamu nih sekarang?” tanya Kalila memastikan.“Emmm … emang nggak boleh manja sama istri sendiri?” Johan memperlihatkan poutnya. “Aku maunya dipanggil sayang kayak semalam? Boleh ya boleh?” ucap Johan yang seperti anak kecil.Kalila semakin senang melihat ekspresi Johan. Dia rasa, menyerahkan segalanya kepada Johan memang tidak ada salahnya. “Astaga, aku bilang kalau belum pengen p
Jika terkena bencana akan membawakan Johan sebuah keajaiban tentang sisi lain Kalila, maka dari dulu dia pasti sudah menginginkannya. Setelah kondisi tempat Kalila melakukan penelitian kondusif, Kalila berpamitan kepada semua orang. Para warga yang selama satu bulan ini selalu berbagi kegiatan dengan Kalila menangis. Mereka seperti keluarga lama yang tidak pernah bertemu dan saling mengasihi satu sama lain. Johan juga ikut terharu.“Mereka pada baik-baik ya, Kal,” ucap Johan. Dia baru pertama kali ini melihat orang-orang yang menangis ditinggal oleh orang yang baru mereka kenal selama satu bulan.“Jo, lo kayaknya nggak pernah ya bersosialisasi sama warga? Nggak pernah ada KKN di kampus lo?”“Enggak wajib sih, kan gue juga anak teknik ya. Jadi bisa nggak ngambil.” Kalila manggut-manggut dengan paham. Wanita itu menguap dengan lucu. “Sini kepalanya, Kal.”Johan menarik kepala Kalila untuk bersandar di bahunya.