Share

Dua

Author: Chew vha
last update Last Updated: 2022-06-08 16:05:09

"Fitriiii!" Mas Brian berteriak lantang, kemudian mengusap wajahnya yang tersembur air olehku.

"Maaf, maaf Mas. Aku nggak sengaja. Khilaf Mas." Aku memberikan tisu dan membantu mengusapnya. Namun, dia menepis tanganku.

"Jorok!" 

Mas Brian marah, dia mengembuskan napas kasar. Duh, kesalahan fatal ini, tapi bukan tidak salah kalau merespon seperti itu. Ini murni ketidaksengajaan saat mendengar dia menjadikan aku calonnya.

"Aku nggak sengaja, Mas. Kaget waktu dengar Mas bilang calonnya Mas itu aku," jawab ku. 

"Calon pacar Mas?" tanyaku lagi memastikan.

"Nggak usah kepedean. Itu bukan berarti aku suka sama kamu. Hanya saja, aku mau kamu pura-pura jadi calonnya aku. Supaya aku nggak dijodohin." Mas Brian menatap kembali ke arahku.

"Pura-pura gitu?" tanyaku lagi. "Cuma pura-pura nih?" 

Yah, cuma pura-pura, kenapa nggak beneran suka sama aku. Udah seneng aja duluan. Taunya cuma ngajakin pura-pura. Tapi nggak apa-apa kali, pucuk di cinta ulam pun tiba. Kali aja dia bisa naksir beneran sama aku. 

"Iyalah, sampe aku ketemu orang yang aku cinta, baru kita selesaikan semuanya." Mas Brian menjawab datar. 

Enak di dia, tidak enak di aku dong.

"Oh, gitu. Imbalan apa buat aku? Emang Bapak sama Ibu bakal setuju kalau Mas bilang kita pacaran? Aku, kan, cuma pembantu Mas."

"Santai, semua aku yang atur. Kamu mau apa aja aku turutin," ucap mas Brian sambil membenarkan posisi duduk. 

Hening sejenak aku memikirkan ide gila mas Brian. Apa kata Bulek , belum lagi Bapak sama Ibu. Mana mau mereka punya mantu seperti aku. Berasa ada di sinetron, mimpi apa semalem tiba-tiba mas Brian minta aku pura-pura jadi calon istrinya. 

Mimpi ketiban duren sepertinya. Eh ... itu, kan, duda keren. Kalau ini, perjaka keren. Ketiban? Mau banget ketiban si perjaka. 

"Ngapain senyum-senyum sendiri?Awas aja kamu cerita sama Murni," ancam mas Brian. 

Tahu aja dia apa yang aku pikirkan. Mas Brian bisa baca isi hati orang. Memang aku niat mau curhat sama Murni. Belum juga curhat, sudah diancam aja. Kan, pasti jadi heboh sejagat maya kalau tahu aku dan mas Brian pacaran. 

"Nggaklah, aku nggak akan cerita ke siapa-siapa deh," ucapku. 

Tak lama Mas Brian selesai makan. Dia berdiri lalu meninggalkan aku begitu saja. Basa-basi bilang terima kasih juga tidak. Dasar majikan kaku, bilang terima kasih susah amat, sih. Pantes aja tidak laku.

"Apa kata kamu?" tanya mas Brian kemudian berjalan lagi ke arahku. 

"Nggak, kok, Mas, cuma mau bilang kalau aku belum bilang setuju apa enggaknya?" 

"Tapi kamu harus setuju. Sudah aku simpan di memori otak, kalau kamu udah setuju. Nggak boleh nolak!" 

"Ck! Egois,sih, Mas," kataku kesal. 

"Nggak boleh? Nggak suka?" tanyanya sembari melangkah maju mendekati aku. 

Aku terlonjak kaget. "Iya, Mas, iya setuju aja." 

"Bagus," ucapnya, lalu mengacak-ngacak rambutku. 

"Apa sih. Nggak usah sok baik. Aku mau ke kamar, Mas," pamitku pada Mas Brian. 

Aku mempercepat langkah menuju kamar. Merebahkan tubuh di atas kasur, lalu memandang langit-langit kamar yang redup. Masih terbayang ucapan mas Brian tadi padaku. Ide gila, hmm ... itu ide yang sangat gila. Aku menikah dengan mas Brian? 

Aku menepuk kedua pipiku, awww ... sakit. Ini bukan mimpi, tapi sesuatu hal yang sangat gila bagiku.

***

Harusnya aku masih terlelap dalam mimpi, tapi ulah mas Brian menggedor kamar membuat diri ini terbangun. Hanya karena minta ditemani lari pagi saja membuat aku pusing.

"Buruan Fit! Lelet deh," umpat Mas Brian. 

"Sabar, sih, baru melek mata juga. Masih kreyep-kreyep nih mata," ucapku dengan mata masih mengantuk. 

Kalau bukan karena janji dengan mas Brian jogging pagi, mana mau aku pagi-pagi gini udah ribet. Belum selesai mengikat tali sepatu udah main tarik tangan aku aja. 

"Buruan!" umpatnya. 

"Jogging kemana, Mas?" 

"Taman Honda aja, tinggal jalan ke depan. Enak, kan, Fit udaranya? " 

"Hmm ...." Mas Brian paling seneng jogging di Taman Tebet atau biasa disebut Taman Honda selain dekat dengan rumah, Taman Honda sangat bagus suasananya saat pagi hari. Tanaman hijaunya sangat cantik untuk dilihat. 

"Mas, jangan ditinggalin." 

Aku berlari mengejar mas Brian. Sesampainya di sana sudah banyak komunitas yang sudah menggerakkan badannya. Tak sedikit dari orang-orang di taman adalah tetangga satu komplek. Banyak lansia yang juga berolah raga dan tidak ketinggalan komunitas yang membawa musang. Rame pula, belum lagi dengan bazar dan kuliner. 

"Fit, mengikuti majikanmu mulu." 

Mulut jahat nitizen mulai terdengar di telinga. Dengan wajah sinis mba Santi tetangga komplek sudah memperlihatkan sisi negatifnya.

"Eh, Mba Santi. Nggak mengikuti, kok, mas Brian maunya ditemenin sama aku jogingnya," jawabku dengan mengulum senyum. 

Sambil tersenyum licik aku melirik wajahnya yang masam. 

Mba Santi salah satu fans mas Brian dan selalu mencari perhatian. Nah, salah satu alasan aku diajak joging supaya menjaga dia dari wanita seperti mba Santi. Cewek agresif yang minta diajak nikah dan sudah lama mengincar majikanku yang gantengnya maksimal. 

"Mas Brian, lagi joging ya?" tanya mba Santi dengan senyum menggoda. 

Namun, mas Brian hanya bisa tersenyum dan menyenggol aku supaya untuk menjawab sapaan mengerikan dari mba Santi. Wanita itu, janda satu anak yang secara terang-terangan mengajak majikanku ta'aruf. 

"Ya, elah Mba, udah tahu masih nanya. Emang keliatannya kita lagi tidur?" Aku menjawab mewakili kegelisahan mas Brian yang risih didekati mba Santi. 

"Nah, iyah, bener kata Fitri, Mba." Mas Brian ikut menimpali ucapanku. 

"Oh, iya, Mas Brian. Jangan panggil aku 'Mba' dong. Panggil aja Santi biar keliatan lebih akrab gitu," ucapnya sambil senyum tidak jelas. 

Ish jijay bajaj deh mba Santi. Sok, iya, bikin mual pagi-pagi. Mas Brian yang digoda mah cuma mesem-mesem aja sambil narik-narik aku menjauh dari mba Santi. Serius mau ketawa lihat mas Brian kaya anak kecil yang ngerengek minta balon ke emaknya. 

"Mas, sakit, sih! Aku ini kerja merangkap banget sih. Pembantu iya, pengawal, iya! Gaji mah sama aja," ucapku kesal. 

"Kerja tuh yang ikhlas. Dari pada di rumah aja cuma ngegosip sama Murni mending ikut aku. Enak kan aku ajak makan enak.”

Dasar majikan kejam. Untung tampangnya masih enak dilihat meski ngeselin banget. Ngeselin emang, tapi jujur saja dia juga baik, tapi kadang ngeselin lagi. 

"Mau nggak Fit?" tanya Mas Brian sambil menyodorkan balon. 

"Emang aku anak kecil Mas yang lagi ngambek di kasih balon." Aku mengerucutkan bibir sexy nan indah ini. 

"Adanya balon, mau gimana dong? " mukanya yang meledek pengen banget aku siram pake air tajin. 

"Tau ah!" 

"Ngambek gaji potong nih, apa mau uang jatah ke rumah aku kurangin?" Mas Brian mengancam dengan kelemahan aku. 

"Ehh, jangan dong, ini mah bukannya nambahin malah dipotong. Mau aku comblangin nih sama Mba Santi?" ancamku tak mau kalah. 

Mas Brian bergidik, "Dih amit-amit deh." 

Aku tertawa terbahak-bahak melihat Mas Brian geli setengah mati mendengar nama Mba Santi aku sebut. Pernah waktu itu Mba Santi tiba-tiba datang ke rumah sengaja mau nebeng kerja sama Mas Brian. 

Mas Brian menarik-narik aku untuk mengusirnya. Hahaha... berasa ngusir apa gitu, sampe aku bilang kalo Mas Brian lagi meriang nggak kerja dan alhasil dia pulang dan Mas Brian kerja mengunakan jasa mobil online. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tujuh

    “Tuh, kan Coky bilang mirip sama aku,” goda Coky pad Mas Brian.“Dih! Lihat tuh hidungnya mancung, jelas-jelas mirip Dadynya. Ngarang, lo, Ky.” Senggol Mas Brian.Mama, Papa, Bulek dan Selina hanya tertawa melihat kakak adik tak sekandung itu meributkan wajah anakku. Anakku terlihat menjiplak sekali Dadynya, curang banget sama sekali nggak ada miripnya sama aku.“Ayo kalian keluar, Fitri mau menyusui anaknya.” Mama terlihat mengusir Mas Brian dan Coky.“Coky aja yang keluar, aku, kan Dadynya,” tolak Mas Brian.“Sudah kalian jangan ribut.”Rasanya sempurna menjadi seorang Ibu, aku mulai memberikan asi kepada anak pertamaku. Mulut kecilnya mulai menghisap ASI. “Cucu Mama gantengnya, mau kamu kasih nama siapa?”“Terserah Mas Brian aja, Ma.” Aku sih terserah aja mau di kasih nama apa aja yang penting anakku jangan di kasiih nama aneh-aneh deh sama Dadynya. ***Perkembangan Abiyan Angkasa Pratama sangat baik, sampai saat ini usianya memasuki usia lima bulan. Dimana dia sangat gesit me

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Enam

    Aku mematut diriku di depan cermin. Kulihat perut ini sudah membuncit, tubuh terlihat membesar, dan pipi juga terlihat chubby. Mas Brian memelukku dari belakang, hembusan napasnya sangat terasa dan membuat leherku menggeli. Mas Brian mencium leher jenjangku yang sekarang terlihat banyak lipatan lemak. “Tetap sexy kok Mom,” bisiknya halus.“Aku jelek, ya Dad?” tanyaku lagi.“Tetep cantik kok.”Berada dipelukannya setiap pagi membuat aku merasa penuh semangat melalui hari-hari kehamilanku. Mas Brian benar-benar menjaga dan membuat diri ini nyaman dengan perlakuan manisnya.“Hari ini jadwal control jam berapa Mom?” tanyanya lagi.“Jam 14.00 siang, Dad, jangan lupa ya.” Aku mengingatkan Mas Brian dengan jadwal kontrol bulananku.“Mom duluan aja, aku ada meeting dengan klien dulu, jadi Mommy ke dokternya duluan minta antar Mama atau Bulek ,ya,” ucap Mas Brian seraya menicum pipiku.Aku mengangguk setuju usulan Mas Brian. Masih dengan posisi memelukku, dia tak mau melepaskannya. Padahal s

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Lima

    Selesai makan aku dan Mas Brian berjalan-jalan, mumpung di pekalongan anggap aja honeymoon. Kami sampai di musium batik, Mas brian takjub dengan koleksi batik di tempat ini, mulai dari batik yang tua sampai batik modern baik dari daerah pesisiran dan berbagai daerah lainnya.Di sana juga tak hanya tempat untuk memamerkan batik saja, tapi juga sebagai tempat pelatihan membatik. “Mas mau coba membatik?” tawarku."Nggak ah, mau lihat-lihat aja. Mau beli coupelan juga buat kita sama orang rumah,” ungkapnya.“Buat karyawan jadi?”“Jadi, tapi mau lihat motif saja dulu. Nanti kalo sudah oke di kondisikan sama ukuran baju mereka. Biar by phone saja ordernya,” kata Mas Brian menjelaskan.“Aku mau buat Murni, Coky dan Selina, ya?” “ Boleh, sekalian permintaan maaf aku sama Coky.”“Asik.”“Fit, kamu mau mengadakan resepsi pernikahan apa nggak?”“Nggak usah, Mas, pengajian aja di rumah, ngundang anak yatim ya Mas, biar berkah pernikahan kita,” ucapku disambut gembira Mas Brian.“Siap Nyonya B

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Empat

    Sepulang dari pasar aku lihat Bulek uring-uringan. Beberapa kali dia ngedumel tidak jelas. Aku menghampirinya seraya membantu mengupas sayuran.“Bulek kenapa, sih?” tanyaku iseng.“Bulek sebel, Fit. Itu si Shinta temen sekolahmu, baru aja dapet calon orang Jakarta gayanya selangit. Ngomong kesana-kesini macam-macam, sampe bilang kamu di Jakarta cuma jadi pembantu dan balik lagi ke sini tetep aja miskin. Nggak bisa dapet suami kaya. Sebel Bulek dengernya,” celoteh Bulek sambil memotong kentang.“Bulek nggak bilangkan tentang Mas Brian?”“Nggaklah. Bulek mah nggak norak kaya dia.”Aku menghela nafas tenang, untung saja Bulek nggak cerita tentang Mas Brian. Takutnya aku pisah sama Mas Brian malah jadi bahan omongan satu kampung. Dasar Shinta nggak pernah berubah.“Aku mau datang ke tempat reuni Bulek nanti jam 10.00. Bulek masak, kok banyak banget?” tanyaku heran.“Buat persediaan, aja. Kan, kamu bentar-bentar makan,” ucap Bulek tersenyum lebar.Setelah merapihkan sayuran, aku bergegas b

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tiga

    Kurebahkan tubuhku di kasur, kubalik badan hingga membelakangi Mas Brian. Hati ini masih sakit, dia ternyata masih mencintai Adisty. Mungkin Coky sudah mengirimi alamat Ronald, tapi aku tidak yakin dia akan kesana. Tak seperti malam-malam sebelumnya. Mas Brian malam ini sangat dingin. Tak ada ucapan kata maaf dari dia, bahkan pelukan atau kecupan kecil dari dirinya. Sebegitu marahkan dia kepadaku? Aku hanya ingin melihat dia tidak merasa bersalah. Aku tahu dia selalu merasa bersalah terhadap Adisty. Saat kemarin aku memergokinya memandangi nomer ponsel Adisty, seakan dia akan menelfon dan meminta maaf. Aku mau, dia tahu yang sebenarnya. Aku mau dia tahu Adisty tak selugu yang dia bayangkan. Namun, mungkin caraku salah, hingga dia marah besar seperti itu. Sampai pagi datang dia masih diam seribu bahasa. Hanya menjawab sekenanya setiap aku bertanya. Saat makan, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling beradu. Setelah itu menjelang sore Mas Brian habiskan menatap laptop.

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Dua

    Setelah tahu aku hamil, Mas Brian semakin perhatian padaku. Hari ini dia mengajakku jalan pagi, dan bilang akan mengajak belanja kebutuhan selama hamil. Begitu juga baju sampai keperluan pakaian hamilku. "Segerkan Fit," tanyanya sambil melompat-lompat, dan menggerakkan kedua tangannya. "Iya Mas, udah lama aku nggak ke taman ini. Jadi inget lagi pacaran, Eh ... salah deh, waktu masih jadi pembantu kamu," ungkapku dengan senyum."Fit, sekarang manggil aku jangan Mas dong. Kan, kita mau punya anak, Jadi manggil aku Dady ya. Biar anak kita nanti manggilnya juga Dady." Senyum lebar tersirat dari bibirnya. "Dady?" tanyaku seakan tak percaya."Yes, Mommy.""What? Mommy?" tanyaku sambil terkekeh "Iya, Momy and Dady," tambahnya. Ya Tuhan lucu sekali suamiku ini. Mungkin dia cocok dipanggil dengan sebutan Dady. Lah aku? Mommy? Biasanya makan ubi dan Singkong mau gaya-gayaan manggil mommy. "Mom? ""Yes, Dad. Heheheeh .... " jawabku sambil terkekeh."Kok ketawa? Ada yang lucu?""Ngga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status