Share

Dua

"Fitriiii!" Mas Brian berteriak lantang, kemudian mengusap wajahnya yang tersembur air olehku.

"Maaf, maaf Mas. Aku nggak sengaja. Khilaf Mas." Aku memberikan tisu dan membantu mengusapnya. Namun, dia menepis tanganku.

"Jorok!" 

Mas Brian marah, dia mengembuskan napas kasar. Duh, kesalahan fatal ini, tapi bukan tidak salah kalau merespon seperti itu. Ini murni ketidaksengajaan saat mendengar dia menjadikan aku calonnya.

"Aku nggak sengaja, Mas. Kaget waktu dengar Mas bilang calonnya Mas itu aku," jawab ku. 

"Calon pacar Mas?" tanyaku lagi memastikan.

"Nggak usah kepedean. Itu bukan berarti aku suka sama kamu. Hanya saja, aku mau kamu pura-pura jadi calonnya aku. Supaya aku nggak dijodohin." Mas Brian menatap kembali ke arahku.

"Pura-pura gitu?" tanyaku lagi. "Cuma pura-pura nih?" 

Yah, cuma pura-pura, kenapa nggak beneran suka sama aku. Udah seneng aja duluan. Taunya cuma ngajakin pura-pura. Tapi nggak apa-apa kali, pucuk di cinta ulam pun tiba. Kali aja dia bisa naksir beneran sama aku. 

"Iyalah, sampe aku ketemu orang yang aku cinta, baru kita selesaikan semuanya." Mas Brian menjawab datar. 

Enak di dia, tidak enak di aku dong.

"Oh, gitu. Imbalan apa buat aku? Emang Bapak sama Ibu bakal setuju kalau Mas bilang kita pacaran? Aku, kan, cuma pembantu Mas."

"Santai, semua aku yang atur. Kamu mau apa aja aku turutin," ucap mas Brian sambil membenarkan posisi duduk. 

Hening sejenak aku memikirkan ide gila mas Brian. Apa kata Bulek , belum lagi Bapak sama Ibu. Mana mau mereka punya mantu seperti aku. Berasa ada di sinetron, mimpi apa semalem tiba-tiba mas Brian minta aku pura-pura jadi calon istrinya. 

Mimpi ketiban duren sepertinya. Eh ... itu, kan, duda keren. Kalau ini, perjaka keren. Ketiban? Mau banget ketiban si perjaka. 

"Ngapain senyum-senyum sendiri?Awas aja kamu cerita sama Murni," ancam mas Brian. 

Tahu aja dia apa yang aku pikirkan. Mas Brian bisa baca isi hati orang. Memang aku niat mau curhat sama Murni. Belum juga curhat, sudah diancam aja. Kan, pasti jadi heboh sejagat maya kalau tahu aku dan mas Brian pacaran. 

"Nggaklah, aku nggak akan cerita ke siapa-siapa deh," ucapku. 

Tak lama Mas Brian selesai makan. Dia berdiri lalu meninggalkan aku begitu saja. Basa-basi bilang terima kasih juga tidak. Dasar majikan kaku, bilang terima kasih susah amat, sih. Pantes aja tidak laku.

"Apa kata kamu?" tanya mas Brian kemudian berjalan lagi ke arahku. 

"Nggak, kok, Mas, cuma mau bilang kalau aku belum bilang setuju apa enggaknya?" 

"Tapi kamu harus setuju. Sudah aku simpan di memori otak, kalau kamu udah setuju. Nggak boleh nolak!" 

"Ck! Egois,sih, Mas," kataku kesal. 

"Nggak boleh? Nggak suka?" tanyanya sembari melangkah maju mendekati aku. 

Aku terlonjak kaget. "Iya, Mas, iya setuju aja." 

"Bagus," ucapnya, lalu mengacak-ngacak rambutku. 

"Apa sih. Nggak usah sok baik. Aku mau ke kamar, Mas," pamitku pada Mas Brian. 

Aku mempercepat langkah menuju kamar. Merebahkan tubuh di atas kasur, lalu memandang langit-langit kamar yang redup. Masih terbayang ucapan mas Brian tadi padaku. Ide gila, hmm ... itu ide yang sangat gila. Aku menikah dengan mas Brian? 

Aku menepuk kedua pipiku, awww ... sakit. Ini bukan mimpi, tapi sesuatu hal yang sangat gila bagiku.

***

Harusnya aku masih terlelap dalam mimpi, tapi ulah mas Brian menggedor kamar membuat diri ini terbangun. Hanya karena minta ditemani lari pagi saja membuat aku pusing.

"Buruan Fit! Lelet deh," umpat Mas Brian. 

"Sabar, sih, baru melek mata juga. Masih kreyep-kreyep nih mata," ucapku dengan mata masih mengantuk. 

Kalau bukan karena janji dengan mas Brian jogging pagi, mana mau aku pagi-pagi gini udah ribet. Belum selesai mengikat tali sepatu udah main tarik tangan aku aja. 

"Buruan!" umpatnya. 

"Jogging kemana, Mas?" 

"Taman Honda aja, tinggal jalan ke depan. Enak, kan, Fit udaranya? " 

"Hmm ...." Mas Brian paling seneng jogging di Taman Tebet atau biasa disebut Taman Honda selain dekat dengan rumah, Taman Honda sangat bagus suasananya saat pagi hari. Tanaman hijaunya sangat cantik untuk dilihat. 

"Mas, jangan ditinggalin." 

Aku berlari mengejar mas Brian. Sesampainya di sana sudah banyak komunitas yang sudah menggerakkan badannya. Tak sedikit dari orang-orang di taman adalah tetangga satu komplek. Banyak lansia yang juga berolah raga dan tidak ketinggalan komunitas yang membawa musang. Rame pula, belum lagi dengan bazar dan kuliner. 

"Fit, mengikuti majikanmu mulu." 

Mulut jahat nitizen mulai terdengar di telinga. Dengan wajah sinis mba Santi tetangga komplek sudah memperlihatkan sisi negatifnya.

"Eh, Mba Santi. Nggak mengikuti, kok, mas Brian maunya ditemenin sama aku jogingnya," jawabku dengan mengulum senyum. 

Sambil tersenyum licik aku melirik wajahnya yang masam. 

Mba Santi salah satu fans mas Brian dan selalu mencari perhatian. Nah, salah satu alasan aku diajak joging supaya menjaga dia dari wanita seperti mba Santi. Cewek agresif yang minta diajak nikah dan sudah lama mengincar majikanku yang gantengnya maksimal. 

"Mas Brian, lagi joging ya?" tanya mba Santi dengan senyum menggoda. 

Namun, mas Brian hanya bisa tersenyum dan menyenggol aku supaya untuk menjawab sapaan mengerikan dari mba Santi. Wanita itu, janda satu anak yang secara terang-terangan mengajak majikanku ta'aruf. 

"Ya, elah Mba, udah tahu masih nanya. Emang keliatannya kita lagi tidur?" Aku menjawab mewakili kegelisahan mas Brian yang risih didekati mba Santi. 

"Nah, iyah, bener kata Fitri, Mba." Mas Brian ikut menimpali ucapanku. 

"Oh, iya, Mas Brian. Jangan panggil aku 'Mba' dong. Panggil aja Santi biar keliatan lebih akrab gitu," ucapnya sambil senyum tidak jelas. 

Ish jijay bajaj deh mba Santi. Sok, iya, bikin mual pagi-pagi. Mas Brian yang digoda mah cuma mesem-mesem aja sambil narik-narik aku menjauh dari mba Santi. Serius mau ketawa lihat mas Brian kaya anak kecil yang ngerengek minta balon ke emaknya. 

"Mas, sakit, sih! Aku ini kerja merangkap banget sih. Pembantu iya, pengawal, iya! Gaji mah sama aja," ucapku kesal. 

"Kerja tuh yang ikhlas. Dari pada di rumah aja cuma ngegosip sama Murni mending ikut aku. Enak kan aku ajak makan enak.”

Dasar majikan kejam. Untung tampangnya masih enak dilihat meski ngeselin banget. Ngeselin emang, tapi jujur saja dia juga baik, tapi kadang ngeselin lagi. 

"Mau nggak Fit?" tanya Mas Brian sambil menyodorkan balon. 

"Emang aku anak kecil Mas yang lagi ngambek di kasih balon." Aku mengerucutkan bibir sexy nan indah ini. 

"Adanya balon, mau gimana dong? " mukanya yang meledek pengen banget aku siram pake air tajin. 

"Tau ah!" 

"Ngambek gaji potong nih, apa mau uang jatah ke rumah aku kurangin?" Mas Brian mengancam dengan kelemahan aku. 

"Ehh, jangan dong, ini mah bukannya nambahin malah dipotong. Mau aku comblangin nih sama Mba Santi?" ancamku tak mau kalah. 

Mas Brian bergidik, "Dih amit-amit deh." 

Aku tertawa terbahak-bahak melihat Mas Brian geli setengah mati mendengar nama Mba Santi aku sebut. Pernah waktu itu Mba Santi tiba-tiba datang ke rumah sengaja mau nebeng kerja sama Mas Brian. 

Mas Brian menarik-narik aku untuk mengusirnya. Hahaha... berasa ngusir apa gitu, sampe aku bilang kalo Mas Brian lagi meriang nggak kerja dan alhasil dia pulang dan Mas Brian kerja mengunakan jasa mobil online. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status