Share

Diajak Menginap

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2023-09-07 16:33:02

Imam memperhatikan Faisal dan Andri—suami Layla, mengangkat kayu-kayu ke atas mobil losbak. Dia pun bergegas menghampiri membantu. 

"Gak usah, Mam. Biar aja." Faisal tidak ingin mempekerjakan adik iparnya. Terlebih dia masih pengantin baru.

Imam tetap mengambil balok kayu yang sudah dihitung milik konsumen menaikkan ke mobil. "Masa cuma liatin doang. Gak apa-apa kan bantu biar cepet selesai."

"Udah, biarin, Mam." Andri berujar sambil menata kayu di mobil tersebut bersiap mengikatnya.

Imam tersenyum dan tetap melanjutkan mengangkut sampai benar-benar selesai. Faisal dan Andri masuk di depan mobil. Faisallah yang duduk di balik kemudi. Mereka mau mengantarkan pesanan pelanggan. 

"Mau ikut gak, Mam?" tanya Faisal.

"Biar Imam di sini aja sama Bapak." Ma'ruf menghampiri. 

"Yaudah, pergi dulu." Faisal dan Andri pergi dengan mobil berisi muatan kayu-kayu yang sudah dipotong rapi. 

Ma'ruf dan menantunya berjalan beriringan. Di dalam gudang banyak tumpukkan kayu-kayu kaso dan balok. Ada pun yang sudah dibentuk menjadi kusen pintu dan jendela, disandarkan. Itu semua Ma'ruf dan anak-anaknya yang mengerjakan. Sekarang Ma'ruf akan melicinkan bahan kusen dengan pernis. Imam memperhatikan bingung, dia tidak mengerti perkayuan. 

"Duduk aja, Mam." 

"Eh, iya." Imampun duduk di kursi panjang sedikit sungkan. Dia diajak bapak mertuanya ke sini. Tapi, tidak dapat membantu banyak. 

"Dulu, Bapak tukang kayu biasa, suka kerja bangunan. Kemudian merintis usaha jual beli kayu ini. Alhamdulillah sudah belasan tahun berjalan dan tetap bertahan. Kamu tau sendiri kan?"

"Iya, Pak." Sudah lama Imam tahu bisnis kayu milik orang tua Salsa. Hanya, dulu dia belum pernah sedekat ini dengan Ma'ruf. 

Di perhatikannya lagi area sekitar, sudah bukan lagi toko kayu kecil-kecilan. Lahannya luas membuat leluasa menaruh stok dan sudah banyak pelanggan. Di sini dilengkapi terima order kusen, tidak hanya jual aneka jenis kayu bangunan saja.

"Assalamualaikum, Pak Haji." 

"Waalaikumsalam." Tidak hanya Ma'ruf, Imam juga ikut menjawab salam bapak-bapak yang datang. 

"Wah, ditemani menantu baru sekarang."

"Iya, Mat." 

Imam menunjukkan senyum saat Mamat melihat padanya. Bapak itu juga. 

"Bagaimana, sudah jadi kusen jendela pesanan saya?"

"Sudah, Mat. Itu." Ma'ruf menunjuk kusen-kusen yang disandarkan pada kayu. Dia dan Mamat menghampirinya. Bapak itu tampak puas saat menyentuh kusen, kemudian merogoh saku baju untuk membayar. Terjadi negosiasi tapi tidak lama dan setuju. Imam diam memperhatikan. 

"Mau langsung dibawa sekarang?"

"Iya, Pak aji."

"Wah, tadinya mau dianterin Faisal, sekarang lagi nganter ke yang lain dulu."

"Gak apa-apa dibawa sendiri. Di motor bisa cuma dua kusen kecil doang mah. Lagian juga deket. Mau langsung dipake, udah ditungguin tukang di rumah mau dipasangin." 

"Oh, yasudah kalau begitu. Makasi, Mat."

"Terimakasih kembali Pak aji. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Mamat membawa pergi dua kusennya di motor. Satu orang pemuda memegang di belakang.

Ma'ruf kembali mendekati Imam yang diam mematung. Dia memasukkan beberapa lembar uang biru ke saku celana. 

"Ada aja, ya, Pak."

"Alhamdulillah, Mam. Cukup buat keluarga." 

Toko kayu sebesar ini sudah pasti omzetnya lumayan. Imam menebak dalam hati. 

"Setelah zuhur nanti, kita pulang dulu solat dan makan siang."

"Iya." 

"Bagaimana dengan bengkel kamu?"

"Besok Imam mau kembali ke sana, Pak."

"Oh, ya? Apa gak terlalu kecepetan?"

"Gak, Pak. Imam gak betah diam aja." 

Ma'ruf tertawa kecil. Orang seperti Imam pasti tidak betah diam. Dia melanjutkan memernis kayu sambil terus mengajak ngobrol menantunya itu. 

***

"Nanti Sore, ke rumah orang tuaku, ya?"

Salsa yang sedang membilas piring bekas makan siang di westafel menoleh pada Imam di belakangnya. 

"Mau ngapain, A?" Gadis itu berpaling lagi ke depan melanjutkan. 

"Yaa, silaturahmi. Kamu ditanyain Ibu sama Bapak Aa. Kapan kamu berkunjung ke sana?" 

"Belum juga seminggu di sini. Udah diajak pindah aja. Katanya senyamannya aku mau tinggal di mana." 

"Bukan diajak pindah. Cuma menginap, Sa."

Salsa menghentikan kegiatannya. Keran air dimatikan. Dia terdiam menimbang-nimbang. Dulu, dia tidak masalah diajak pergi ke kediaman Imam saat ada acara. Sekarang Salsa merasa aneh jika pergi ke tempat itu bersama Imam, yang statusnya sudah berganti jadi suami, bukan sekedar saudara sepupu lagi. 

"Gak harus lama kok, Sa. Mau sehari dua hari, yang penting kamu ke sana dulu. Setelah itu balik lagi ke sini juga gak apa-apa." Imam sangat berharap sekali Salsa mau. 

"Besok, Aa mau masuk bengkel, sudah tiga hari tutup. Mau berangkat dari sana." Imam juga kesal dan bosan diam di rumah Salsa hanya ongkang kaki saja. Mau beraktivitas lagi seperti biasa. Dia sudah kenyang libur dari sebelum resepsi. Sehari sebelum resepsi bengkel masih buka hanya ditunggui pekerjanya. Dan dia kewalahan sendiri kemudian tutup.

Orang tuanya menyarankan paling sedikit satu minggu cuti supaya ada waktu bersama Salsa. Bisa mengajaknya liburan dan fokus menikmati masa-masa pengantin mereka. Namun, baru beberapa hari Imam jenuh. Salsa tidak sejalan dengannya dan mereka tidak melakukan apa-apa. 

"Bagaimana, Sa? Rumah orang tuaku rumahmu juga."

Salsa berbalik menghadap Imam. Entahlah, dia hanya terlalu takut jika tidur berdua dengannya sementara jauh dari orang tua. 

"Iya, deh." Pada akhirnya gadis itu mengiyakan meski sebenarnya enggan. Suaminya tersenyum senang. 

Salsa memang mengiyakan, tapi wajahnya jadi kurang enak dipandang. Hal itu diketahui Masitah, dia melihatnya duduk melamun menopang dagu.

"Kenapa?" Masitah yang sedang menyetrika baju bertanya. Dia meliriknya sekilas.

Salsa mendesah pelan. "Aa Mpi mau ngajak Salsa nginap di rumah orang tuanya sore ini."

"Oh ... itu. Ya gak apa-apa kamu ke sana aja."

"Tapi, Salsa takut gak diijinin kembali ke sini nanti. Salsa gak mau tinggal di sana, Bu." Dia masih ragu apa yang dikatakan Imam. Bagaimana kalau laki-laki itu menahan?

"Ya gak mungkin. Sebelumnya suami kamu kan udah ngasih keringanan. Mau tinggal di mana aja, ya kan?" 

"Iya, sih. Yaudah deh, Salsa mau nginep sehari dua hari." 

"Lho, jangan sehari dua hari. Kayak namu aja sebentar." Masitah menunda sejenak strikaan dan melipat pakaian. 

"Ya terus harus berapa lama emangnya?"

"Minimal seminggu."

"Ah, lama."

"Sa ... Sa. Kayak gak pernah aja. Kamu kan juga sering ke rumahnya."

"Tapi itu kan dulu. Sekarang beda lagi." Salsa melipat dua tangannya pada lututnya yang dinaikkan di sofa, seperti anak-anak yang merajuk.

Masitah sedikit tersenyum tapi tidak menimpali lagi, mengambil baju kering habis dijemur dalam keranjang untuk di setrika. Putrinya itu hanya menonton. 

Sore hari tiba. Salsa memasukkan beberapa baju dalam tas juga barang keperluan lain. Dia sudah rapi dengan gamis dan hijabnya. 

"Sudah siap?" Imam masuk kamar begitu saja menghampiri istrinya.

"Sudah."

"Ayo, berangkat kalau begitu."

"Iya ...." Salsa menjawabnya tidak semangat. 

Imam lalu keluar lagi. Tidak membawa apapun selain mengambil jaket yang tersampir di belakang pintu kamar dan memakainya. Laki-laki itu pun sudah rapi dengan kaus dan celana levis panjang. Salsa mengikuti keluar membawa tas. 

"Mau berangkat sekarang?" Ma'ruf menghampiri keduanya di ruang tamu. Pun dengan Masitah ada di sampingnya. 

"Iya, Pak. Imam ngajak Salsa pergi dulu."

"Iya, gak apa-apa. Dia kan istrimu, kamu bebas mengajaknya pergi. Yaudah, kalian hati-hati di jalan, ya." 

"Iya, Pak." Imam cium tangan pada bapak mertua, diikuti Salsa. 

Ma'ruf menyadari putrinya itu enggan. Namun, dia tidak mengatakan apapun. 

Imam lalu cium tangan pada ibu mertua. Salsa juga menyalami ibunya. Imam keluar lebih dulu bersama Ma'ruf. Salsa dan Masitah di belakang mereka. 

"Di tempat suamimu jangan malas, ya, Sa. Jangan disamain dengan di sini." Pesan Masitah saat anak gadisnya mau melewati pintu. Salsa hanya mengangguk dalam diam. 

Mereka sudah di luar. Imam menghidupkan mesin motor dan memakai helem. Dia sudah ada di atas motor. Salsa melangkah pelan mendekatinya. 

"Ayo, naik." Gadis itu menurut naik di belakang Imam. Duduknya menyamping. "Tasnya mau ditaro di depan gak?"

"Gak."

"Yaudah. Bismillahirahmanirrahiim ...." Imam bersiap melajukan motor. Kemudian melirik pada orang tua Salsa yang berdiri di tepi teras melihat kepergiannya. 

"Assalamuakaikum!" Dia lupa belum mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam ...." Dua-duanya kompak menjawab. 

Imam menekan klakson satu kali dan menganggukkan kepala tanda pamit terakhir, kemudian melajukan motor. 

Posisi Salsa duduk membuat Imam kagok. Dia membawa pelan motor sedari rumah Salsa hingga di jalan raya. Itu membuat jarak tempuh jadi lebih lama dari biasanya. Dia sedikit kesal ingin segera sampai. 

Imam membuka ke atas kaca helem, menoleh sekilas ke belakang. "Sa, duduknya jangan gitu bisa?"

"Kenapa emang?" 

"Takut jatuh. Jalannya rame."

Salsa melihat kanan-kiri. Sore hari kendaraan memang ramai. "Yaudah."

Imam pun menepikan motor dan berhenti sementara. Salsa turun dan naik lagi berganti posisi menghadapnya. Suaminya lalu menjalankan motor kembali. 

Gadis itu tampak menjaga jarak, duduknya renggang. Imam menyadari. Dia kemudian mempercepat laju motor. 

Seketika Salsa takut dan memeluk punggung Imam. "Aaaaa! Jangan ngebut bawanyaaa!" 

Lelaki itu terkekeh di balik helem. Trik jitu untuk membuanya memangkas jarak dengan sendirinya. Reaksi Salsa membuatnya senang. Tak peduli terus melaju kencang.  

"Biar cepat sampai!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Dengan Sepupu    Sempurna

    Perut rata Salsa sudah terlihat besar di usia kandungannya yang ke enam bulan. Mual, pusing, tidak terasa lagi. Kini, dia lahap makan apapun. Tidak melulu harus bubur atau sayur sup lagi. Membuat tubuhnya semakin berisi. "Widih, bumil kerjanya makan mulu sekarang." Faisal memasuki rumah mendapati Salsa tengah menyantap mie ayam. "Biarin." Salsa menimpali ketus dan hanya melihatnya sekilas. Terus melanjutkan makan. "Udah nggak cengeng lagi, ya." Ucapan Faisal tidak ditanggapi lagi. Lelaki itu melirik Imam di belakangnya. "Mam, siap-siap aja disuruh beli ini itu." Imam tersenyum. Memang benar, mie ayam itu pun dia yang belikan. Saat ingin sesuatu Salsa selalu meminta kepadanya. "Rese banget sih, Aa Isal. Nggak usah ngeledek aku." "Siapa yang ngeledek?" "Nggak usah ember itu mulutnya. Orang Aa Mpi sendiri nggak keberatan kok, ngebeliin sesuatu untuk aku. Iya, kan A?" Imam mengangguk. "Abisin mie ayamnya.""Iya, Aa, aku pasti abisin kok." Salsa menjawab tersenyum manis. Faisal p

  • Menikah Dengan Sepupu    Manja

    "Aa perut aku nggak enak." Salsa merengek manja pagi-pagi buta. Imam baru selesai solat subuh melipat sarung. Menghampiri istrinya yang meringis merasakan mual sambil mengusap-usap perut sendiri. "Hoek!" Imam baru akan menyentuh tidak jadi, Salsa menepi dari ranjang mengeluarkan isi perutnya pada wadah ember kecil di bawah. Imam menyediakan itu biar tidak bolak-balik kamar mandi. Tengkuk Salsa dipijatnya pelan. Memberikan selembar tisu ketika berhenti muntah. Salsa mengelapi mulutnya sendiri diliputi kesal. "Nggak enak, Aa ...." "Ya ... gimana, Sa. Emang begitu kan hamil muda?" Imam sendiri bingung menanggapinya dan kasihan. Dia memang tidak merasakan apa yang Salsa alami. Semenderita apa tidak tahu, tapi dia mencoba terus memberikan perhatian terbaik untuknya. "Aa ambilin air anget, ya? Tunggu sebentar." Imam ke luar kamar.Di dapur dia menuangkan air panas dari termos, mencampurkan sedikit air dingin. Lalu membawa gelas minum tersebut untuk Salsa. Istrinya itu sudah kembali mer

  • Menikah Dengan Sepupu    Perhatian Imam

    Menghirup aroma masakan tiba-tiba Salsa mual, dalam perutnya mendorong rasa ingin keluar. Dia yang baru ke dapur buru-buru masuk kamar mandi. Muntah. Masitah menghentikkan gerakakkan tangan membolak-balik ayam kecap di wajan. Cepat menoleh ke arah kamar mandi dan mendengarkan suara Salsa. "Salsa kenapa, Bu?" Imam juga mendengar dan langsung ke dapur. "Ibu kurang tau, Mam. Tiba-tiba Salsa pergi ke kamar mandi dan muntah-muntah. Apa mungkin Salsa ... hamil?" "Hamil?" "Iya. Apa dia telat datang bulan?"Imam mengingat-ingat. Sudah satu bulan lebih Salsa tidak datang menstruasi. Hingga dia leluasa menggauli. Tanpa libur. "Benarkan, Salsa nggak dapat mens?" Imam mengangguk. "Mam, kalo begitu kamu bawa periksa Salsa ke bidan, ya?" Masitah mematikan kompor, berkata semringah. "Iya, Bu." Terdengar Salsa masih muntah, Imam lekas menghampiri. Mengetuk pelan pintu kamar mandi. Perasaannya campur aduk. Antara ingin tersenyum juga panik. "Sa? Buka pintunya." Terdengar guyuran air, tidak

  • Menikah Dengan Sepupu    Tawaran Salsa

    "Bibir kamu manis, habis makan apa?" Imam menyudahi kegitan mencium Salsa yang belum lama disentuh bibirnya. "Habis makan buah manggis." Salsa menunjukkan satu buah manggis utuh di hadapan wajah suaminya. Diambil dari bawah sofa. "Pantes." "Hehe. Kenapa A?" "Cuma penasaran aja itu rasa apa." "Aa mau? Aku suapin." "Boleh, tapi suapinnya pake bibir kamu." Imam mengerling. "Aa mah ... nanti ketahuan Ibu. Barusan Aa main nyosor aja." "Ibunya juga lagi di luar." "Kalo Ibu tiba-tiba masuk gimana? Udah, Aa pergi lagi ke bengkel. Jangan kelamaan istirahatnya. Dari sini ke bengkel Aa kan lumayan jauh.""Cukup lima belas menit kalo bawa motornya cepet." "Aa jangan ngebut bawa motornya." "Iya, Sayang." Imam menjawil pipi Salsa gemas. Perempuan itu meringis kesakitan. "Aa tuh kebiasaan. Suka nyubit pipi aku." Bibir Salsa manyun sebal atas tindakkan suaminya. "Jangan dimanyunin gitu dong bibirnya. Nanti Aa nggak bisa jauh-jauh. Nanti Aa nyosor lagi." Salsa melemparkan bantal sofa pa

  • Menikah Dengan Sepupu    Malu Ketahuan

    "Kamu beneran nggak mau nginep di sini, Sa?" "Nanti aja. Aku baru ninggalin Ibu lama.""Yaudah, kita pamit dulu sama Ibu Aa." "Aa ...." Imam menoleh, Salsa menahan ujung kaosnya yang hendak keluar kamar. "Kenapa?" "Aku malu sama Ibu Aa." Lelaki itu terdiam. Bukan hanya istrinya, dia sendiri pun merasakan itu. Dipergoki sedang berhubungan dalam keadaan setengah telanjang. Hampir hasratnya padam karna gangguan itu. Dia ceroboh tidak mengunci pintu dulu. Lupa saat istirahat siang ibunya selalu menyapa jika ada di kontrakan. Salsa tadinya ingin menyudahi. Tapi, Imam tahan dan mencoba cuek. Dikecup bibirnya, dimanjakan lagi Salsa demi membuatnya nyaman. Hingga keduanya bisa mereguk manisnya puncak bercinta. Itu adalah kegiatan pertama mereka berhubungan suami istri di rumah kontrakan. Imam tidak ingin menyia-nyiakan keberadaan Salsa di sana. Mengajak bermesraan meski siang-siang. Habis itu barulah mereka makan. Imam langsung ke bengkel tanpa ke rumah Rasidah dan Salsa kembali mengur

  • Menikah Dengan Sepupu    Di Kontrakan

    "Assalamualaikum!" Salsa mengetuk pintu rumah. Masitah memutar kunci dan menarik hendel. "Waalaikumsalam. Salsa, udah pulang?""Ya, Bu." Dia memeluk ibunya sekilas. "Masuk, Sa. Ajak suamimu ke dalam." Imam menyalaminya. Lalu masuk mengikuti dua perempuan itu. Salsa duduk bersandar di sofa. Menikmati lelah sehabis perjalanan. Imam menunda tas besar dan satu jinjingan berisi buah tangan di bawah. Lelaki itu duduk di samping istrinya. Menghela napas tenang sudah selamat sampai tujuan. "Kalian pasti lelah, Ibu ambilin minum, ya." Masitah bergegas ke dapur. Salsa sudah duduk tegap ingin menolak, tapi ibunya keburu pergi. Perempuan itu pun bersandar kembali di sofa. Menoleh saat merasakan sentuhan di pipi. Imam sedang ke arahnya. "Padahal, kita masih ada jatah dua hari, tapi kamu malah mau pulang." "Aku nggak enak Aa libur kelamaan dan ngabisin banyak duit Aa. Lima hari di luar aku udah cukup kok." Mereka hanya dua hari menginap di pantai dan tiga hari di villa. Pukul sembilan malam m

  • Menikah Dengan Sepupu    Sayang Kamu

    "Apaan sih, Aa. Aku mau solat?!" Salsa berusaha bangun. Imam menahan bahunya. Tubuh Salsa yang setengah terbangun dibaringkan lagi. Lelaki itu mengamati wajah terus turun ke bawah. "Seksii. Kamu sangat menggoda, Sa." "Aku baru abis mandi, Aa Mpi jangan apa-apain aku deh." "Kalo Aa pengen gimana?""Katanya capek, katanya nyuruh aku solat, malah ganggu sekarang." Salsa ingin menutupi tubuh polosnya. Tangannya meraih handuk, namun direbut Imam. "Aa!" Lelaki itu tersenyum menyeringai. Menyentuh dada Salsa menatapnya penuh damba. "Betah Aa liatnya." Dia cepat menunduk menikmatinya. "Aa stop." Salsa menarik rambut Imam menjauhkan. Rasanya memang selalu enak setiap diperlakukan begitu. Tapi, Salsa ingin beribadah solat tidak mau mandi lagi. "Masa Aa mimi sama kamu nggak boleh?""Aku mau solat Aa. Kan tadi Aa sendiri yang nyuruh. Aa tuh suka pura-pura, yah. Pura-pura tidur tadi, sekarang pura-pura lupa suruh aku solat." "Aa nggak lupa kok. Aa pengen aja seneng-seneng dulu sama kamu."

  • Menikah Dengan Sepupu    Pergi Lagi

    Pada uwaknya, Imam menyerahkan kunci villa sekaligus pamitan. Dia sengaja mendatangi kediamannya. Mengobrol sebentar di dalam rumah, lalu keluar hendak pergi lagi. "Padahal, bermalam saja dulu di sini, Mam. Salsa kan belum pernah menginap di rumah Uwak ini." Uwak perempuan menawarkan mereka untuk lebih lama lagi di kediamannya. "Iya, Mam. Kirain nggak bakal mau pergi cepet-cepet," timpal uwak laki-laki. "Nanti lain kali ke sini lagi. Terimakasih sebelumnya dan maaf kalo merepotkan. Villa masih agak berantakan." "Nggak apa-apa, Mam. Tamu emang nggak harus rapiin. Nanti sama Uwak dibersihin lagi." Uwak perempuan menjawabnya. "Kalo begitu, Imam pamit dulu." Imam cium tangan pada kedua uwaknya. Salsa juga menyalami mereka. "Nanti, ke sini lagi, ya, Sa." Uwak perempuan menyapa Salsa untuk terakhir kali sebelum pergi."Insya'allah, Uwak." "Ayo, Sa." "Iya, A." Kedua pasutri muda itu lekas ke motor yang terparkir di halaman. Masing-masing memakai helem dan membenarkan jaket, kemudian

  • Menikah Dengan Sepupu    Mumpung Belum Hamil

    "Besok kita pulang aja, A." "Loh, kenapa? Baru tiga hari." "Takut kelamaan libur dan ganggu usaha Aa." "Jatah libur kita paling sedikit seminggu. Ibu Aa dulu juga bilang begitu. Soalnya ini kan liburan pertama kita, Sa."Mereka tengah menikmati sarapan bubur ayam. Bubur di mangkuk Salsa masih banyak sedangkan punya Imam sudah tinggal sedikit. Lelaki itu memakan lebih cepat, tidak peduli meski masih agak panas. Istrinya menyendok satu suap saja mesti ditiup-tiup lama, baru dimasukkan mulut. Itu pun masih dikunyah pelan sebelum ditelan. "Nggak ganggu usaha Aa kok, Sa. Bengkel buka dijaga Wawan. Meski nggak full bisa ngerjain semua. Sebisanya dia." "Aku takut ngabisin uang Aa." "Aa punya tabungan. Aa udah bilang sebelumnya kan? Lagian, kita liburannya juga bukan ke luar negri atau luar pulau. Nggak ngabisin budget mahal." Imam sudah menandaskan bubur dan meneguk air minum di gelas. Mendorong mangkuk kosong bekas makan ke hadapannya sendiri. "Malah, Aa ditambahin juga sama Ibu Aa, Sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status