Share

Tersesat Di Rumah Mertua

"Kamu mandinya di keramas, ya?"

"Hah?" Salsa menunda membuka pintu kamar mendengar Imam. 

"Kita emang gak ngapa-ngapain. Tapi, Aa mau kamu mandinya di keramas. Biar Bapak Ibu tau kita baik-baik aja." Lelaki itu mau solat subuh, sudah memakai koko dan sarung. Sedang bersiap memasang peci di kepala. "Aa juga di keramas ini." 

Salsa melihat rambutnya sekilas dan memang basah. Dia terdiam menunduk lalu mengangguk. 

Imam menghampirinya. "Aa ke mesjid dulu." 

Salsa menyingkir membiarkan suaminya yang pada akhirnya membuka pintu dan pergi. Gadis itu berbalik lagi mengambil handuk di lemari disampirkan di bahunya. Dia yang berencana mau wudhu saja tidak jadi. 

Beruntungnya air di tempat orang tua Imam tidak begitu dingin. Mungkin karena lebih padat penduduk, dekat pasar, juga banyaknya bangunan seperti pabrik. Tidak seperti di kediaman Salsa mandi subuh terasa menggigil. 

Baju Salsa dipakai kembali selesai mandi, sementara handuk dililitkan di kepala membungkus rambut basahnya. Gadis itu bewudhu sebelum keluar. 

"Sudah, Sa?" 

Langkahnya tercekat begitu membuka pintu. Sedikit terperanjat. "Eh, Ibu. Sudah."

Bukan hanya ada Rasidah, tapi ada Robby juga. Mereka sedang mangantre ke kamar mandi. Keduanya melihat pada kepala Salsa. Gadis itu tersenyum malu sambil memilin anting. 

"Aku dulu, Bu." Robby hendak masuk kamar mandi. Salsa menyingkir. Ibu mertua masih melihatnya dan tersenyum. 

Salsa pun pergi tidak kuat berada di sana terlalu lama lagi. 

Setelah solat subuh, gadis itu merasakan mengantuk kembali dan menguap. Beranjak dari sajadah telungkup begitu saja di kasur. Tidur. Lupa pesan ibunya untuk lebih rajin. Bahkan terpikir untuk melayani kebutuhan suaminya pun tidak. 

"Imam sudah dibuatkan kopi belum, Sa?"

Pertanyaan sekaligus sapaan itu Salsa dapatkan saat baru ke luar kamar. Sudah mulai cerah, terlihat dari jendela yang sudah disingkirkan gordennya. "Belum." 

"Dia mau ke bengkel. Sediain dulu kopi, ya. Juga temenin sarapan."

Gadis itu terdiam sejenak. "Oh, iya." 

Rasidah berlalu menjinjing ember hendak menjemur pakaian. 

Salsa pergi ke dapur. Berjalan lambat menuju rak sambil celingak-celinguk. Dia mengambil gelas dan sendok. Kemudian membuka pintu rak atas yang tertutup. Merasa lega saat menemukan kopi.

Meletakkan barang itu di meja. Satu sachet kopi tanpa gula dia buka dengan digigit kecil sisinya karena kesulitan dan tidak tahu di mana gunting. 

Selanjutnya Salsa mencari toples gula pasir. Menemukan tidak jauh dekat kompor bersama toples garam dan toples micin. Dia mengambilnya. 

"Gulanya satu sendok teh cukup buat A Mpi."

Salsa yang terdiam bingung sedikit terkejut saat Rani datang memberitahu takaran gula untuk kopi Imam. 

"Eh, iya." Gadis itu pun buru-buru menyendok gula dalam toples kecil ke gelas. 

Rani tersenyum memperhatikan. "Aku tau, Teh Salsa belum biasa." 

"Iya, gak tau." 

"Gak apa-apa Teh, nanti juga bakal tau kebiasaan Aa Mpi yang lain." 

Salsa mengulum senyum. Bukan cuma belum tau kebiasaan Iman, tapi karena dia juga belum hapal tata letak barang di rumah ini. Salsa seperti orang linglung tadi. Menerka-nerka sendiri, mencari tahu sendiri. Dulu saat berkunjung ke sini hanya sekilas-sekilas tidak mengamati. 

"Air panasnya di termos itu." Rani menunjukkan termos warna biru tidak jauh di depan Salsa. Gadis itu mengambil membuka tutupnya. "Hati-hati teh." 

"Iya." Salsa menuangkan pelan air panas ke gelas. Menutup kembali termos kemudian mengaduk kopi. 

Rani berlalu darinya sambil terus tersenyum. Sudah melihat gadis muda yang seperti tengah tersesat di kediaman Imam. 

Salsa termenung. Tiba-tiba ingat ibunya. Selama Imam di rumah mereka kemarin Masitahlah yang menyediakan dia ini-itu. Sekarang di kediaman Imam sendiri Salsa harus turun tangan. Apalagi terang-terangan Rasidah menyuruh melayani anaknya. Salsa tak kuasa menolak. Mau tidak mau harus mau. Walau sedikit repot. 

"Kok bengong?" Imam menepuk pelan bahunya. 

Salsa sedikit terperanjat. "Aa kemana aja?" 

"Habis dari luar." 

"Pergi gak bilang-bilang." Dia tidak suka saat menyadari Imam tidak ada. 

Semenjak datang Salsa terus membuntutinya, tidak leluasa bergerak sendiri. Benar kata bibinya tempo hari, dia sendiri ciut saat pertama kali di rumah mertua. Segitu bukan orang asing sama sekali, tapi tetap rasanya sungkan. 

"Maaf ... puas tidurnya?" 

"Kenapa gak bangunin aku." 

"Takut ganggu. Entar kamu ngambek."

Salsa diam jadi tak enak. Dia tidak beres-beres apapapun malah tidur. Bagaimana kata ibu mertuanya nanti? 

Imam melihat kopi di meja juga sepiring pisang goreng dan ubi. 

"Kamu yang nyediain ini, Sa?"

"Aku cuma bikinin kopi." 

"Pahit banget atau manis banget nih jadinya." 

"Aa jangan ngeledek. Itu udah pas." 

"Oh, ya?" Imam mencicip sedikit kopi dengan sendok. "Benar pas. Kok tau?"

"Mm ... Rani ngasih tau."

"Pantas. Dia pagi-pagi ke sini?"  

"Iya." 

Imam duduk. Mencomot goreng ubi dan memakannya. "Duduk, Sa." 

Salsa pun duduk di sampingnya. "Emang deket ya rumahnya?"

"Siapa?"

"Rani."

"Diem di salah satu kontrakan Ibu. Deket di belakang." 

"Punya anak berapa sekarang?"

"Belum punya anak. Pernah hamil keguguran dan belum isi lagi."

"Oh ... adik Aa yang satunya lagi di mana?"

"Ngikut suaminya."

"Bapak Aa ke mana?"

"Udah ke pasar dari subuh. Jualan."

"Terus si Robby?" 

"Berangkat sif satu jam lima tadi." 

"Ooh ...." Salsa tidak tahu karena tertidur. 

"Udah, makan dulu, kayak wartawan aja nanya-nanya." 

"Emang gak boleh apa?" Salsa cemberut melipat dua tangannya.

Imam tersenyum melihat istrinya sedikit manyun. "Boleh kok, becanda." 

Dia mengambil sepotong pisang goreng, di dekatkan ke mulut Salsa. "Nih." 

Gadis itu berpaling. "Paan sih." 

"Sebagai permintaan maaf, udah bikin kesel dan ninggalin, udah bikin Salsa kebingungan sendiri di rumah Aa." 

Salsa menoleh lagi. Menahan tangan Imam.  "Gak harus gini."

Di saat seperti itu Rasidah datang. Melihat Imam yang mau menyuapi Salsa. Mereka jadi tampak mesra di matanya.

"Eh, Ibu." Salsa salah tingkah. Imam menarik tangannya. Pisang itu dia makan sendiri. 

"Teruskan saja." Rasidah pergi setelah menunda ember begitu saja di bawahnya. Merasa mengganggu dan jadi malu sendiri menyaksikan tingkah sepasang pengantin baru itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status