Home / Rumah Tangga / Menikah Dengan Sepupu / Tersesat Di Rumah Mertua

Share

Tersesat Di Rumah Mertua

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2023-10-10 20:22:37

"Kamu mandinya di keramas, ya?"

"Hah?" Salsa menunda membuka pintu kamar mendengar Imam. 

"Kita emang gak ngapa-ngapain. Tapi, Aa mau kamu mandinya di keramas. Biar Bapak Ibu tau kita baik-baik aja." Lelaki itu mau solat subuh, sudah memakai koko dan sarung. Sedang bersiap memasang peci di kepala. "Aa juga di keramas ini." 

Salsa melihat rambutnya sekilas dan memang basah. Dia terdiam menunduk lalu mengangguk. 

Imam menghampirinya. "Aa ke mesjid dulu." 

Salsa menyingkir membiarkan suaminya yang pada akhirnya membuka pintu dan pergi. Gadis itu berbalik lagi mengambil handuk di lemari disampirkan di bahunya. Dia yang berencana mau wudhu saja tidak jadi. 

Beruntungnya air di tempat orang tua Imam tidak begitu dingin. Mungkin karena lebih padat penduduk, dekat pasar, juga banyaknya bangunan seperti pabrik. Tidak seperti di kediaman Salsa mandi subuh terasa menggigil. 

Baju Salsa dipakai kembali selesai mandi, sementara handuk dililitkan di kepala membungkus rambut basahnya. Gadis itu bewudhu sebelum keluar. 

"Sudah, Sa?" 

Langkahnya tercekat begitu membuka pintu. Sedikit terperanjat. "Eh, Ibu. Sudah."

Bukan hanya ada Rasidah, tapi ada Robby juga. Mereka sedang mangantre ke kamar mandi. Keduanya melihat pada kepala Salsa. Gadis itu tersenyum malu sambil memilin anting. 

"Aku dulu, Bu." Robby hendak masuk kamar mandi. Salsa menyingkir. Ibu mertua masih melihatnya dan tersenyum. 

Salsa pun pergi tidak kuat berada di sana terlalu lama lagi. 

Setelah solat subuh, gadis itu merasakan mengantuk kembali dan menguap. Beranjak dari sajadah telungkup begitu saja di kasur. Tidur. Lupa pesan ibunya untuk lebih rajin. Bahkan terpikir untuk melayani kebutuhan suaminya pun tidak. 

"Imam sudah dibuatkan kopi belum, Sa?"

Pertanyaan sekaligus sapaan itu Salsa dapatkan saat baru ke luar kamar. Sudah mulai cerah, terlihat dari jendela yang sudah disingkirkan gordennya. "Belum." 

"Dia mau ke bengkel. Sediain dulu kopi, ya. Juga temenin sarapan."

Gadis itu terdiam sejenak. "Oh, iya." 

Rasidah berlalu menjinjing ember hendak menjemur pakaian. 

Salsa pergi ke dapur. Berjalan lambat menuju rak sambil celingak-celinguk. Dia mengambil gelas dan sendok. Kemudian membuka pintu rak atas yang tertutup. Merasa lega saat menemukan kopi.

Meletakkan barang itu di meja. Satu sachet kopi tanpa gula dia buka dengan digigit kecil sisinya karena kesulitan dan tidak tahu di mana gunting. 

Selanjutnya Salsa mencari toples gula pasir. Menemukan tidak jauh dekat kompor bersama toples garam dan toples micin. Dia mengambilnya. 

"Gulanya satu sendok teh cukup buat A Mpi."

Salsa yang terdiam bingung sedikit terkejut saat Rani datang memberitahu takaran gula untuk kopi Imam. 

"Eh, iya." Gadis itu pun buru-buru menyendok gula dalam toples kecil ke gelas. 

Rani tersenyum memperhatikan. "Aku tau, Teh Salsa belum biasa." 

"Iya, gak tau." 

"Gak apa-apa Teh, nanti juga bakal tau kebiasaan Aa Mpi yang lain." 

Salsa mengulum senyum. Bukan cuma belum tau kebiasaan Iman, tapi karena dia juga belum hapal tata letak barang di rumah ini. Salsa seperti orang linglung tadi. Menerka-nerka sendiri, mencari tahu sendiri. Dulu saat berkunjung ke sini hanya sekilas-sekilas tidak mengamati. 

"Air panasnya di termos itu." Rani menunjukkan termos warna biru tidak jauh di depan Salsa. Gadis itu mengambil membuka tutupnya. "Hati-hati teh." 

"Iya." Salsa menuangkan pelan air panas ke gelas. Menutup kembali termos kemudian mengaduk kopi. 

Rani berlalu darinya sambil terus tersenyum. Sudah melihat gadis muda yang seperti tengah tersesat di kediaman Imam. 

Salsa termenung. Tiba-tiba ingat ibunya. Selama Imam di rumah mereka kemarin Masitahlah yang menyediakan dia ini-itu. Sekarang di kediaman Imam sendiri Salsa harus turun tangan. Apalagi terang-terangan Rasidah menyuruh melayani anaknya. Salsa tak kuasa menolak. Mau tidak mau harus mau. Walau sedikit repot. 

"Kok bengong?" Imam menepuk pelan bahunya. 

Salsa sedikit terperanjat. "Aa kemana aja?" 

"Habis dari luar." 

"Pergi gak bilang-bilang." Dia tidak suka saat menyadari Imam tidak ada. 

Semenjak datang Salsa terus membuntutinya, tidak leluasa bergerak sendiri. Benar kata bibinya tempo hari, dia sendiri ciut saat pertama kali di rumah mertua. Segitu bukan orang asing sama sekali, tapi tetap rasanya sungkan. 

"Maaf ... puas tidurnya?" 

"Kenapa gak bangunin aku." 

"Takut ganggu. Entar kamu ngambek."

Salsa diam jadi tak enak. Dia tidak beres-beres apapapun malah tidur. Bagaimana kata ibu mertuanya nanti? 

Imam melihat kopi di meja juga sepiring pisang goreng dan ubi. 

"Kamu yang nyediain ini, Sa?"

"Aku cuma bikinin kopi." 

"Pahit banget atau manis banget nih jadinya." 

"Aa jangan ngeledek. Itu udah pas." 

"Oh, ya?" Imam mencicip sedikit kopi dengan sendok. "Benar pas. Kok tau?"

"Mm ... Rani ngasih tau."

"Pantas. Dia pagi-pagi ke sini?"  

"Iya." 

Imam duduk. Mencomot goreng ubi dan memakannya. "Duduk, Sa." 

Salsa pun duduk di sampingnya. "Emang deket ya rumahnya?"

"Siapa?"

"Rani."

"Diem di salah satu kontrakan Ibu. Deket di belakang." 

"Punya anak berapa sekarang?"

"Belum punya anak. Pernah hamil keguguran dan belum isi lagi."

"Oh ... adik Aa yang satunya lagi di mana?"

"Ngikut suaminya."

"Bapak Aa ke mana?"

"Udah ke pasar dari subuh. Jualan."

"Terus si Robby?" 

"Berangkat sif satu jam lima tadi." 

"Ooh ...." Salsa tidak tahu karena tertidur. 

"Udah, makan dulu, kayak wartawan aja nanya-nanya." 

"Emang gak boleh apa?" Salsa cemberut melipat dua tangannya.

Imam tersenyum melihat istrinya sedikit manyun. "Boleh kok, becanda." 

Dia mengambil sepotong pisang goreng, di dekatkan ke mulut Salsa. "Nih." 

Gadis itu berpaling. "Paan sih." 

"Sebagai permintaan maaf, udah bikin kesel dan ninggalin, udah bikin Salsa kebingungan sendiri di rumah Aa." 

Salsa menoleh lagi. Menahan tangan Imam.  "Gak harus gini."

Di saat seperti itu Rasidah datang. Melihat Imam yang mau menyuapi Salsa. Mereka jadi tampak mesra di matanya.

"Eh, Ibu." Salsa salah tingkah. Imam menarik tangannya. Pisang itu dia makan sendiri. 

"Teruskan saja." Rasidah pergi setelah menunda ember begitu saja di bawahnya. Merasa mengganggu dan jadi malu sendiri menyaksikan tingkah sepasang pengantin baru itu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Dengan Sepupu    Sempurna

    Perut rata Salsa sudah terlihat besar di usia kandungannya yang ke enam bulan. Mual, pusing, tidak terasa lagi. Kini, dia lahap makan apapun. Tidak melulu harus bubur atau sayur sup lagi. Membuat tubuhnya semakin berisi. "Widih, bumil kerjanya makan mulu sekarang." Faisal memasuki rumah mendapati Salsa tengah menyantap mie ayam. "Biarin." Salsa menimpali ketus dan hanya melihatnya sekilas. Terus melanjutkan makan. "Udah nggak cengeng lagi, ya." Ucapan Faisal tidak ditanggapi lagi. Lelaki itu melirik Imam di belakangnya. "Mam, siap-siap aja disuruh beli ini itu." Imam tersenyum. Memang benar, mie ayam itu pun dia yang belikan. Saat ingin sesuatu Salsa selalu meminta kepadanya. "Rese banget sih, Aa Isal. Nggak usah ngeledek aku." "Siapa yang ngeledek?" "Nggak usah ember itu mulutnya. Orang Aa Mpi sendiri nggak keberatan kok, ngebeliin sesuatu untuk aku. Iya, kan A?" Imam mengangguk. "Abisin mie ayamnya.""Iya, Aa, aku pasti abisin kok." Salsa menjawab tersenyum manis. Faisal p

  • Menikah Dengan Sepupu    Manja

    "Aa perut aku nggak enak." Salsa merengek manja pagi-pagi buta. Imam baru selesai solat subuh melipat sarung. Menghampiri istrinya yang meringis merasakan mual sambil mengusap-usap perut sendiri. "Hoek!" Imam baru akan menyentuh tidak jadi, Salsa menepi dari ranjang mengeluarkan isi perutnya pada wadah ember kecil di bawah. Imam menyediakan itu biar tidak bolak-balik kamar mandi. Tengkuk Salsa dipijatnya pelan. Memberikan selembar tisu ketika berhenti muntah. Salsa mengelapi mulutnya sendiri diliputi kesal. "Nggak enak, Aa ...." "Ya ... gimana, Sa. Emang begitu kan hamil muda?" Imam sendiri bingung menanggapinya dan kasihan. Dia memang tidak merasakan apa yang Salsa alami. Semenderita apa tidak tahu, tapi dia mencoba terus memberikan perhatian terbaik untuknya. "Aa ambilin air anget, ya? Tunggu sebentar." Imam ke luar kamar.Di dapur dia menuangkan air panas dari termos, mencampurkan sedikit air dingin. Lalu membawa gelas minum tersebut untuk Salsa. Istrinya itu sudah kembali mer

  • Menikah Dengan Sepupu    Perhatian Imam

    Menghirup aroma masakan tiba-tiba Salsa mual, dalam perutnya mendorong rasa ingin keluar. Dia yang baru ke dapur buru-buru masuk kamar mandi. Muntah. Masitah menghentikkan gerakakkan tangan membolak-balik ayam kecap di wajan. Cepat menoleh ke arah kamar mandi dan mendengarkan suara Salsa. "Salsa kenapa, Bu?" Imam juga mendengar dan langsung ke dapur. "Ibu kurang tau, Mam. Tiba-tiba Salsa pergi ke kamar mandi dan muntah-muntah. Apa mungkin Salsa ... hamil?" "Hamil?" "Iya. Apa dia telat datang bulan?"Imam mengingat-ingat. Sudah satu bulan lebih Salsa tidak datang menstruasi. Hingga dia leluasa menggauli. Tanpa libur. "Benarkan, Salsa nggak dapat mens?" Imam mengangguk. "Mam, kalo begitu kamu bawa periksa Salsa ke bidan, ya?" Masitah mematikan kompor, berkata semringah. "Iya, Bu." Terdengar Salsa masih muntah, Imam lekas menghampiri. Mengetuk pelan pintu kamar mandi. Perasaannya campur aduk. Antara ingin tersenyum juga panik. "Sa? Buka pintunya." Terdengar guyuran air, tidak

  • Menikah Dengan Sepupu    Tawaran Salsa

    "Bibir kamu manis, habis makan apa?" Imam menyudahi kegitan mencium Salsa yang belum lama disentuh bibirnya. "Habis makan buah manggis." Salsa menunjukkan satu buah manggis utuh di hadapan wajah suaminya. Diambil dari bawah sofa. "Pantes." "Hehe. Kenapa A?" "Cuma penasaran aja itu rasa apa." "Aa mau? Aku suapin." "Boleh, tapi suapinnya pake bibir kamu." Imam mengerling. "Aa mah ... nanti ketahuan Ibu. Barusan Aa main nyosor aja." "Ibunya juga lagi di luar." "Kalo Ibu tiba-tiba masuk gimana? Udah, Aa pergi lagi ke bengkel. Jangan kelamaan istirahatnya. Dari sini ke bengkel Aa kan lumayan jauh.""Cukup lima belas menit kalo bawa motornya cepet." "Aa jangan ngebut bawa motornya." "Iya, Sayang." Imam menjawil pipi Salsa gemas. Perempuan itu meringis kesakitan. "Aa tuh kebiasaan. Suka nyubit pipi aku." Bibir Salsa manyun sebal atas tindakkan suaminya. "Jangan dimanyunin gitu dong bibirnya. Nanti Aa nggak bisa jauh-jauh. Nanti Aa nyosor lagi." Salsa melemparkan bantal sofa pa

  • Menikah Dengan Sepupu    Malu Ketahuan

    "Kamu beneran nggak mau nginep di sini, Sa?" "Nanti aja. Aku baru ninggalin Ibu lama.""Yaudah, kita pamit dulu sama Ibu Aa." "Aa ...." Imam menoleh, Salsa menahan ujung kaosnya yang hendak keluar kamar. "Kenapa?" "Aku malu sama Ibu Aa." Lelaki itu terdiam. Bukan hanya istrinya, dia sendiri pun merasakan itu. Dipergoki sedang berhubungan dalam keadaan setengah telanjang. Hampir hasratnya padam karna gangguan itu. Dia ceroboh tidak mengunci pintu dulu. Lupa saat istirahat siang ibunya selalu menyapa jika ada di kontrakan. Salsa tadinya ingin menyudahi. Tapi, Imam tahan dan mencoba cuek. Dikecup bibirnya, dimanjakan lagi Salsa demi membuatnya nyaman. Hingga keduanya bisa mereguk manisnya puncak bercinta. Itu adalah kegiatan pertama mereka berhubungan suami istri di rumah kontrakan. Imam tidak ingin menyia-nyiakan keberadaan Salsa di sana. Mengajak bermesraan meski siang-siang. Habis itu barulah mereka makan. Imam langsung ke bengkel tanpa ke rumah Rasidah dan Salsa kembali mengur

  • Menikah Dengan Sepupu    Di Kontrakan

    "Assalamualaikum!" Salsa mengetuk pintu rumah. Masitah memutar kunci dan menarik hendel. "Waalaikumsalam. Salsa, udah pulang?""Ya, Bu." Dia memeluk ibunya sekilas. "Masuk, Sa. Ajak suamimu ke dalam." Imam menyalaminya. Lalu masuk mengikuti dua perempuan itu. Salsa duduk bersandar di sofa. Menikmati lelah sehabis perjalanan. Imam menunda tas besar dan satu jinjingan berisi buah tangan di bawah. Lelaki itu duduk di samping istrinya. Menghela napas tenang sudah selamat sampai tujuan. "Kalian pasti lelah, Ibu ambilin minum, ya." Masitah bergegas ke dapur. Salsa sudah duduk tegap ingin menolak, tapi ibunya keburu pergi. Perempuan itu pun bersandar kembali di sofa. Menoleh saat merasakan sentuhan di pipi. Imam sedang ke arahnya. "Padahal, kita masih ada jatah dua hari, tapi kamu malah mau pulang." "Aku nggak enak Aa libur kelamaan dan ngabisin banyak duit Aa. Lima hari di luar aku udah cukup kok." Mereka hanya dua hari menginap di pantai dan tiga hari di villa. Pukul sembilan malam m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status