Masih POV Kevin GalendraMencari data masa lalu pernikahan kedua orang tuanya ternyata tak sulit. Papanya tak pernah menyembunyikan pernikahannya. Bahkan selama ini, masih hanya nama Adam Galendra dan Asma. Bukan dengan mama Siwi. Yang selama ini kuanggap Mamaku dan istri Papa.Bodohnya aku selama ini yang tak pernah mencari tau siapa nama Mamaku di dalam buku raport atau identitasku yang lain. Karena biasanya semua urusan administrasi mengenai aku, diurus Mama Siwi dan orang kepercayaan Papa."Om Refan, apa Papa selama ini tidak pernah menikah lagi setelah Mama Asma pergi?" tanyaku pada pengacara yang biasa menangani segala kenakalanku.Om Refan adalah sahabat Papaku dari dulu. Bahkan mungkin dari kecil, mereka sudah bersahabat.Om Refan memandangku menyelidik. Entah apa yang ada dipikirannya. Berkas yang sedari tadi dibacanya, dihempaskan begitu saja diatas meja. " Kau baru menanyakan ini setelah sekian tahun? Ckckck... Dimana rasa pekamu selama ini?" Aku menaikkan dahi heran dengan
Dewi berjalan perlahan ke arahku. Dengan sigap kubekap mulutnya agar tak berteriak. Tentu saja tubuhnya meronta minta dilepaskan. Tapi tak ku gubris semua itu. Satu persatu masalahku harus terselesaikan."Ehm... Ehm..." tubuh Dewi terus meronta namun tetap kuseret menjauh dari rumah ibuku."Ini Kevin." Setelah aku jujur, rontaan Dewi mulai melemah. Kubalik tubuhnya dan kuberikan pelukan."Maaf baru sadar kalau kamu adikku. Tetapi kenapa selama ini diam saja?" ucapku seraya menatap wajah adik yang selama 16 tahun ini tak pernah kuketahui.Dewi malah mengacuhkan aku. Bibirnya berdecih seolah tak percaya apa yang aku ucapkan barusan. Kedua tangannya menghempas kedua tanganku yang masih memeluknya. "Ck... Emang kalau aku bilang, kakak bakal percaya? Bukankah membully ku sudah menjadi kebahagian tersendiri buat kalian?"Aku menghela nafas pelan. Mungkin jika aku tak mendengar pembicaraan antara mama Siwi dan anaknya waktu itu, aku belum tentu percaya jika Dewi mengatakan kalau dia adalah
"Buka! ""Buka atau kami dobrak pintu ini!"Sautan demi sautan terdengar riuh di depan pintu. Keempat laki-laki segera berlari kocar kacir ke segala arah."Lari...lari... lari..." seru mereka kompak.Sedangkan salah satu laki-laki lainnya merasa kebingungan."Brengsek!"Tanpa ba bi bu, segera ia benahi pakaian sebelum orang-orang diluar berhasil masuk.Sedangkan seorang perempuan terlihat merenung dengan tatapan kosong.Kenapa? Kenapa semua ini bisa terjadi padanya? Salah apa sebenarnya dirinya selama ini hingga orang-orang tega melakukan hal sekotor ini terhadapnya?Pintu sudah berhasil didobrak. Laki-laki yang terjebak itu kini hanya bisa pasrah dengan masa depannya. Beberapa orang yang berhasil masuk menganga tak percaya dengan apa yang mereka lihat.Seorang perempuan yang terlihat mengenaskan beruraian air mata disana. Tubuhnya terlihat memar dan kotor. Sedangkan di sampingnya ada seorang laki-laki sedang berusaha mengenakan pakaian.Bugh bugh bugh...Suara pukulan silih berganti m
"Saya terima nikah dan kawinnya Karamel Nandhita dengan mas kawin uang tunai sebesar 500 ribu rupiah dibayar tunai." ucap Dirga dengan lantang. Dia sudah pasrah menjadi tumbal kenakalannya dan teman-temannya itu."Bagaimana para saksi? Sah?"SahSahSahSuara keriuhan kembali memenuhi ruangan tersebut. Terlihat wajah dari sang pengantin laki-laki yang masam sedangkan dari sang wanita masih menangis sesenggukan.Takdir memang tidak ada yang tahu. Tetapi menikah karena penggrebrekan, ini adalah suatu kesialan.Penjebakan dalam waktu dan tempat yang salah itu yang terjadi.Karamel Nandhita, perempuan 20 tahun yang harus menerima kesialan karena telah dijebak oleh temannya. Sedangkan untuk Dirga, dia terlambat melarikan diri bersama kawan-kawannya tadi."Pernikahan sialan ini akan segera berakhir. Jangan harap Kau akan bisa bahagia setelah ini." lirih Dirga yang membuat Karamel semakin menunduk pasrah.Kara hanya mampu menangisi semuanya. Andai dia tidak percaya omongan sahabatnya, kesial
Setelah mengucapkan ijab qobul, Dirga menghubungi pengacara PUNGGAWA tanpa sepengetahuan keluarga Kara untuk membuat surat perjanjian pernikahan.Pengacara tersebut tentu saja kaget, namun setelah ia jelaskan kronologinya, pengacara tersebut marah-marah namun tetap menjalankan tugasnya dengan cepat.Inti PUNGGAWA adalah kumpulan orang-orang yang berduit. Tentu saja akan banyak orang yang melakukan segala cara. Mungkin dengan penjebakan ini salah satunya. Tidak menutup kemungkinan bukan?Beruntung Dirga mengendarai mobilnya sendiri. Jadi bisa bertemu pengacaranya di sela perjalanan menuju rumah Kara."Lakukan tanda tangan secara cepat. Jangan biarkan racun terlalu lama berada di sekitar kita." pesan pengacaranya yang dibalas anggukan kepala Dirga.Jadi sekaranglah saatnya. Niat awalnya akan dia lakukan di rumah. Tetapi berhubung teman-temannya sudah menemukan pembuat video mereka, dia harus buru-buru ke basecamp setelah ini.Surat Perjanjian Pasca PernikahanPihak Pertama:Nama: Dirgan
Beberapa hari sebelum kejadian..."Sial... sial... sial... lagi-lagi Kara! Lagi-lagi Kara! Kalau seperti ini terus, bonus HP baru dari Daddy ngga akan pernah aku dapatkan!" teriak Amel karena lagi-lagi kalah dari Karamel karena pihak perusahaan lebih memilih Karamel yang lebih mahir dalam segala bidang. Kakinya terus mondar mandir karena lagi-lagi dia kalah dalam seleksi magang. Amelia Christopher. Mahasiswi seangkatan Karamel yang selama ini selalu mencoba untuk melengserkan kedudukan Karamel dalam segala bidang. Kedudukannya yang selalu nomor 2 setelah Karamel membuatnya membenci sosok jenius di kampusnya itu. Beberapa hari yang lalu, ada tawaran dari sebuah perusahaan yang menawarkan pekerjaan sebagai seorang karyawan lepas di sebuah perusahaan bonafit. Tentu saja tawaran tersebut seperti angin segar untuk sebagian mahasiswa yang ingin berkembang. Namun sepertinya menembus lowongan itu akan sangat sulit apabila Karamel turut bertanding. Dan inilah kenyataannya, benar-benar Kara
Suasana privat cafe yang biasa menjadi tempat tongkrongan para pemuda elit itu kini semakin mencekam karena dedengkotnya tak melepas wajah seramnya semenjak kemarin."Arrrgggghhhh... Mau sampai kapan Ringgo ngga bisa diharapkan kayak gini sih?" jerit Rama yang dibalas kekehan kecil dari para sahabatnya."Sabarlah, Bos! Baru juga 2 hari. Kalau sampai dia ketahuan polisi, bukan tidak mungkin kita juga ikut tersangkut. Toh kita juga sering pesan barang sama dia kan?" jelas David meredam ketua PUNGGAWA tersebut.Flasback 2 hari yang lalu"Halo, Bang Ringgo!" sapa Kevin kepada seseorang di seberang telepon."Halo, ada apa? Kalau mau pesan barang? Pending dulu! Gue lagi ribet melarikan diri ini. Polisi kayaknya sudah mencurigai usaha gue." balas Ringgo tanpa basa-basi yang membuat Kevin susah menelan ludah."Ck... ngga bisa diusahakan apa, Bang? Tau sendiri kalau Rama yang minta, susah buat diredamnya," sahut Kevin kembali.Jujur sebenernya dia takut kalau sampai Rama tantrum karena keingina
Dirga memasuki basecamp PUNGGAWA dengan sedikit emosi. Kesialan ini mereka buat bersama-sama, tetapi kenapa hasil akhirnya hanya dia sendiri yang harus bertanggung jawab?Pintu yang terbuka dengan kasar tak sedikit pun membuat anggota PUNGGAWA yang lain panik. Malah mereka tertawa terkikik mengingat kesialan yang kini menimpa salah satu sahabatnya tersebut."Setan ya lo semua!" teriak Dirga penuh emosi tetapi malah dibalas tertawa terbahak oleh para sahabatnya.Bantal sofa basecamp sudah dia lemparkan ke arah para sahabatnya dengan penuh emosi. Gila saja mereka membiarkan dirinya terjebak sendirian ditengah warga yang tengah emosi. "Sorry, Bro! Kita juga cari aman!" tukas Prabu dengan santainya. Sedangkan di sisi lain, Rama mengulurkan sebotol minuman dingin untuk Dirga."Aman kalian, sedangkan gue? Dah kayak ayam oon yang harus diadili sendirian. Padahal yang sudah eksekusi kalian, gue kena getah doang belum sempat eksekusi!" serunya sembari menaruh bokongnya diatas sofa. "Dimana Di