Karamel Nandhita. Perempuan pandai, cantik yang selalu membuat iri. Bahkan karena terlalu multitalenta, sebuah taktik penjebakan dirancang untuk menghentikan segala keberuntungan Karamel. Penjebakan berhasil. Karamel kalah, itu pasti. Namun tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluar. Begitu pun dengan segala kesialan Karamel.
view more"Buka! "
"Buka atau kami dobrak pintu ini!"Sautan demi sautan terdengar riuh di depan pintu. Keempat laki-laki segera berlari kocar kacir ke segala arah."Lari...lari... lari..." seru mereka kompak.Sedangkan salah satu laki-laki lainnya merasa kebingungan."Brengsek!"Tanpa ba bi bu, segera ia benahi pakaian sebelum orang-orang diluar berhasil masuk.Sedangkan seorang perempuan terlihat merenung dengan tatapan kosong.Kenapa? Kenapa semua ini bisa terjadi padanya? Salah apa sebenarnya dirinya selama ini hingga orang-orang tega melakukan hal sekotor ini terhadapnya?Pintu sudah berhasil didobrak. Laki-laki yang terjebak itu kini hanya bisa pasrah dengan masa depannya. Beberapa orang yang berhasil masuk menganga tak percaya dengan apa yang mereka lihat.Seorang perempuan yang terlihat mengenaskan beruraian air mata disana. Tubuhnya terlihat memar dan kotor. Sedangkan di sampingnya ada seorang laki-laki sedang berusaha mengenakan pakaian.Bugh bugh bugh...Suara pukulan silih berganti menghajar laki-laki tersebut."Kita arak mereka!""Bakar saja! Bakar! Bisa sial desa ini kalau kita biarkan mereka!""Tenang Bapak-bapak, ibu-ibu semua! Tenang! Kita selesaikan ini semua dengan kepala dingin!" seru seorang pria paruh baya mencoba menenangkan warganya yang sepertinya sudah tersulut emosi."Ngga bisa pak Lurah. Ini hinaan besar buat desa kita. Jangan biarkan anak-anak terkutuk ini bebas begitu saja!" bantah yang lainnya kembali."Iya. Saya tau. Namun, apakah dengan bertindak anarkis, kita semua bisa tenang? Belum tentu. Maka dari itu, lebih baik kalau mereka kita nikahkan saja?" nasehat seseorang yang dipanggil pak lurah."Ngga... Ngga bisa! Bukan saya yang melakukannya!" seru pemuda yang dijadikan tersangka oleh warga.Kontan saja kepalanya ditoyor dari belakang."Kalau bukan kamu, terus siapa? Apa kamu pikir mata kami semua buta? Jelas-jelas disini hanya ada kamu!" teriak seorang ibu yang ikut geram karena anak laki-laki tersebut tak mau mengakui kesalahannya."Memang benar bukan saya! Tadi banyak kawan saya disini," kilah pemuda tersebut yang membuat warga tersentak kaget."Astagfirullah""Menurut saya, mbak ini kayak terguncang jiwanya. Mungkin memang mbak ini dipaksa untuk melakukan itu," ungkapan dari seorang dokter yang kebetulan ikut dalam penggrebekan itu membuat warga semakin kaget."Ap... Apa benar yang dibilang nak Radit?" tanya ibu itu kembali kepada pemuda di hadapannya itu. Hatinya merasa kasihan pada seorang gadis yang dari tadi hanya diam membisu diatas papan hanya berbalutkan selimut.Pemuda itu perlahan menganggukkan kepalanya." Astagfirullah..."" Sudah, begini saja. Kau harus menikahi perempuan itu. Entah nanti dia hamil atau tidak, Kau yang wajib bertanggung jawab. Kau tadi sebut banyak kawanmu yang melakukan itu kan?" tegas pak Lurah yang dibalas bengong remaja tersebut."Kenapa harus saya?" bantah remaja itu kembali. Tentu saja dia tak terima jika dia sendiri yang harus tanggung jawab.'Masuk saja belum kok dah disuruh tanggung jawab. Rugi bandar dong!' batinnya." Karena yang kita tau saat gerebek ini ya cuma kamu. Kalau mau cari kawan-kawanmu, sampai kapan kasus ini akan selesai? Apa dipikir kita tidak punya pekerjaan lain apa? "ketus salah satu warga." Atau kau pilih kasus ini diusut polisi? Mungkin Kau tak akan sendirian di penjara. Akan tetapi, kawan Kau juga akan menemani. Bagaimana? "tukas pak Lurah.Pemuda itu pun menjadi ketar-ketir. Dia adalah mahasiswa beasiswa. Kalau beasiswanya dicabut, sebenarnya bukan masalah besar untuknya. Orang tuanya lebih dari mampu untuk membiayai kuliah hukumnya. Tetapi, menjadi mahasiswa karena beasiswa, dapat menaikkan sedikit kesombongannya. Toh, tinggal selesaikan skripsi, dah lulus.Namun kini, belum juga dapat sombong, sudah mendapat malu karena penggrebekan. Andai dia menolak menikahi gadis tersebut, dia pasti dipenjara, dan sudah pasti masa depannya akan hancur. Tetapi kalau diterima???" Baiklah. Saya lebih baik menerima tawaran bapak untuk menikahi Dia." putus pemuda tersebut pada akhirnya."Namamu siapa?" tanya pak Lurah kembali."Dirgantara Wisesa!" jawab remaja itu tegas."Dia?" Kembali pak Lurah bertanya yang dibalas kebingungan dari Dirga."Kenapa?" tanya warga yang lain karena melihat kebingungan di wajah Dirga."Saya ngga kenal." jawab Dirga dengan cengengesan."Astagfirullah..."Seluruh warga seperti memendam emosi kepada remaja kriminal tersebut. Andai tidak merasa kasihan kepada gadis yang masih membisu tersebut, tentu para warga lebih setuju menjadi menjebloskan Dirga ke dalam penjara."Namamu siapa, cantik?" tanya seorang ibu kepada gadis malang tersebut.Gadis yang dari tadi diam membisu itu, kini malah berubah jadi histeris."Jangan,,, jangan,,, saya mohon jangan! Ngga mau! Ngga mau! Sakit!" teriak gadis itu yang membuat situasi semakin pilu.Gadis itu kini berteriak menolak semua orang yang mendekatinya. Hingga seorang ibu memaksa meraih tubuhnya ke dalam pelukan. Awal dalam rengkuhan, gadis itu masih menolak, namun usapan lembut wanita yang memeluknya itu, lama-lama membuatnya tenang."Ngga apa-apa. Semua sudah selesai. Ibu ada disini. Nama ibu, Lasmi. Nama kamu siapa?" tanya bu Lasmi kepada gadis korban kekerasan di hadapannya itu.Gadis itu masih memandang ibu dihadapannya dengan cucuran air mata. Bu Lasmi kembali memeluk gadis itu. Mengusap punggungnya dengan penuh sayang." Karamel. Karamel Nandhita." jawab gadis itu lirih namun masih dapat didengar oleh orang-orang di dekatnya."KARAMEL!!!"Sebuah teriakan mengagetkan semua orang yang ada di rumah yang hampir roboh itu.Karamel hanya mampu memejamkan matanya. Dunianya sudah runtuh sekarang.Seorang lelaki paruh baya merangsek masuk ke dalam rumah yang dijadikan penggrebekan itu. Dengan beringas dia menampar pipi Karamel dengan kasar."Kau memang kebanggaan kami. Tetapi bukan berarti kau dapat berbuat sesuka hati hingga melempar kotoran ke muka kami, Kara!" ucap lelaki yang bernama Santoso itu."Pak...!" para warga mencoba menghalangi Pak Santoso yang sepertinya sudah dikuasai emosi tersebut."Dari kecil Kau kami besarkan bukan untuk menjadi pelacur seperti ini, Kara. Bapak malu, Kara! Malu!"TesAir mata Kara kembali menetes. Sebegitu cepatkah aibnya kini terbongkar?"Bapak jangan gegabah, Pak! Belum tentu Kara yang salah." ucap seorang ibu yang sepertinya istri dari pak Santoso."Mau mengelak seperti apa lagi sih, Bu! Video tadi sudah menjelaskan semuanya. Betapa anakmu sangat murahan dalam video tadi, Bu. Bagaimana kalau sampai itu tersebar? Apakah kita masih punya muka lagi, Bu?" teriak Pak Santoso dengan frustasi.Benar! Mereka kesini karena ada yang mengirim video asusila Kara yang sedang diper**** beberapa laki-laki. Bahkan alamat ini pun di dapat dari orang yang mengirim pesan tersebut.Dirga yang mendengar tentang video pun menjadi terbelalak. Apakah dari salah satu temannya ada yang sudah merekam video tadi? Bisa gawat ini kalau sampai tersebar!Tanpa menunggu lama, Dirga segera mengirim pesan kepada para sahabatnya. Setidaknya mereka harus bisa prepare sebelum video itu benar-benar tersebar."Apa Bapak yakin kalau itu adalah sebuah tindakan suka rela atau paksaan, Pak? Apakah Bapak tidak melihat betapa putri Bapak sangat hancur? Radit adalah dokter di kampung ini. Dia sudah bilang kalau putri Bapak baru saja mengalami hal buruk." Jelas pak Lurah yang membuat pasangan orang tua itu terperangah." Mak... Maksudnya, putri kami baru saja diper****?" tanya Lastri istri dari pak Santoso sekaligus ibu dari Karamel.Melihat semua orang mengangguk, hati Lastri seolah hancur. Ibu mana yang tak sakit hati kala melihat putrinya baru saja diper**** oleh beberapa laki-laki?Lastri seketika pingsan. Situasi pun semakin riuh tak kondusif. Pak Santoso pun hanya bisa melemas tak percaya apa yang terjadi pada keluarganya kini. Apa salah dan dosa keluarganya hingga kesialan seperti ini harus menimpa keluarganya?Sedangkan Karamel hanya mampu melihat sedih semua kejadian di depan matanya itu. Dia sendiri bingung harus apa dan bagaimana. Dia pun tak pernah menginginkan ini semua."Saya harus bagaimana sekarang? Saya tak punya uang untuk membawa para ba****** itu ke kantor polisi. Tetapi saya juga tak mau kalau para ba****** itu lepas begitu saja." lirih pak Santoso.Pak Lurah yang melihat orang tua Kara pun ikut merasakan terluka. Dia lalu menghampiri pak Santoso dan memeluknya." Bapak jangan khawatir. Salah satu dari tersangka itu ada disini. Dia yang akan kita minta untuk bertanggung jawab pada masa depannya Karamel."Perkataan pak Lurah membuat pak Santoso memandang tajam pada sang empunya suara. Emosi yang tadi sempat teredam pasrah, kini bergejolak kembali.Salah satu ba****** itu ada disini. Setidaknya Dia harus mendapatkan balasan yang setimpal meskipun tidak mampu menyeretnya ke dalam penjara."Siapa laki-laki ba****** yang telah merusak putri kesayanganku, Pak? Siapa?" teriak Pak Santoso dengan penuh emosi.Tanpa di komando semua warga menyingkir menyisihkan seorang pemuda dengan muka yang sudah babak belur karena di massa tadi."Dia"Semenjak penculikan Dewi, dunia kami sudah berubah. Aku pun tak tau lagi meski bagaimana. Dewi sudah seperti mayat hidup yang diam dalam pandangan kosong. Tidak ada yang mampu kami tanyakan. Apalagi setelah mama tahu kalau aku sudah mengetahui hubungan kami. "Seharusnya kamu tidak usah bertemu dengan kami. Aku tak pernah meminta kamu untuk kemari. Aku hanya ingin hidup kami tenang," ucap mama. Sederhana tetapi membuat sesak napas ini. "Mama tidak menyayangiku? Apa aku salah jika aku pun ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai mama kandung aku sendiri?" rintihku. Tidak diharapkan oleh kedua ibu membuatku berpikir, apakah aku tidak pantas dicintai? "Mama bukan tidak mencintaimu. Hidupmunsudah terlalu nyaman dengan banyaknya kasih sayang dan harta di sekitarmu. Tetapi bagaimana dengan adikmu? Kelahirannya saja papanya tidak tahu. Jangankan harta, bahkan sedari kecil Dewi sudah terbiasa untuk bekerja." Aku hanya mampu mendengar segala keluh kesah dari ibu kandungku ini. " D
Dewi berjalan perlahan ke arahku. Dengan sigap kubekap mulutnya agar tak berteriak. Tentu saja tubuhnya meronta minta dilepaskan. Tapi tak ku gubris semua itu. Satu persatu masalahku harus terselesaikan."Ehm... Ehm..." tubuh Dewi terus meronta namun tetap kuseret menjauh dari rumah ibuku."Ini Kevin." Setelah aku jujur, rontaan Dewi mulai melemah. Kubalik tubuhnya dan kuberikan pelukan."Maaf baru sadar kalau kamu adikku. Tetapi kenapa selama ini diam saja?" ucapku seraya menatap wajah adik yang selama 16 tahun ini tak pernah kuketahui.Dewi malah mengacuhkan aku. Bibirnya berdecih seolah tak percaya apa yang aku ucapkan barusan. Kedua tangannya menghempas kedua tanganku yang masih memeluknya. "Ck... Emang kalau aku bilang, kakak bakal percaya? Bukankah membully ku sudah menjadi kebahagian tersendiri buat kalian?"Aku menghela nafas pelan. Mungkin jika aku tak mendengar pembicaraan antara mama Siwi dan anaknya waktu itu, aku belum tentu percaya jika Dewi mengatakan kalau dia adalah
Masih POV Kevin GalendraMencari data masa lalu pernikahan kedua orang tuanya ternyata tak sulit. Papanya tak pernah menyembunyikan pernikahannya. Bahkan selama ini, masih hanya nama Adam Galendra dan Asma. Bukan dengan mama Siwi. Yang selama ini kuanggap Mamaku dan istri Papa.Bodohnya aku selama ini yang tak pernah mencari tau siapa nama Mamaku di dalam buku raport atau identitasku yang lain. Karena biasanya semua urusan administrasi mengenai aku, diurus Mama Siwi dan orang kepercayaan Papa."Om Refan, apa Papa selama ini tidak pernah menikah lagi setelah Mama Asma pergi?" tanyaku pada pengacara yang biasa menangani segala kenakalanku.Om Refan adalah sahabat Papaku dari dulu. Bahkan mungkin dari kecil, mereka sudah bersahabat.Om Refan memandangku menyelidik. Entah apa yang ada dipikirannya. Berkas yang sedari tadi dibacanya, dihempaskan begitu saja diatas meja. " Kau baru menanyakan ini setelah sekian tahun? Ckckck... Dimana rasa pekamu selama ini?" Aku menaikkan dahi heran dengan
Pov Kevin GalendraNamaku Kevin Galendra. Sedari kecil, aku hanya mengenal Adam Galendra dan Siwi sebagai orang tuaku. Meskipun ibuku terlalu sayang padaku, namun ada sisi hatiku yang kosong. Entah lah, aku pun bertanya-tanya, apa yang kurang dari mama Siwi?Uang saku, berlebih. Aku meminta apapun, selalu diberi. Tak ada yang tidak kudapatkan sedari dulu. Semua ada di genggamanku. Hingga akhirnya, saat aku tertangkap polisi karena tawuran, Papa marah besar padaku. Tetapi Mamaku, tidak!Sama sekali tidak marah! Bahkan membelaku dihadapan Papa. Sebagai bahan pembelaannya, katanya, aku baru dalam masa pencarian jati diri.Seharusnya,,, seharusnya aku senang. Tapi tidak! Aku merasa, Mamaku terlalu membiarkanku melakukan kesalahan. Darimana aku tahu? Karena cara Mama membimbingku, berbeda kala Mama mendidik Evan. Satu-satunya adikku."Evan, jam berapa ini baru pulang sekolah? Jangan terbiasa pulang telat! Ada banyak les yang harus kamu ikuti. Jangan malas!" teriak Mama suatu ketika karena E
Sebulan kemudian suasana rumah Prabu penuh aura permusuhan. Kevin terlihat sudah babak belur tanpa satu orang pun berani buat menolong. "Seharusnya hal yang seperti ini ngga perlu ada dalam persahabatan kita, Kev!" Rama yang terkejut akan kematian adik sepupu sahabatnya, semakin terkejut saat tiba di rumah Prabu, Kevin sudah babak belur dihajar Prabu dan David. Sedangkan Dirga, masih bingung mau berbuat apa, hanya diam memandang kedua sahabatnya menghajar Kevin. " Apa yang ada di otak Lo hingga kepikiran untuk merusak Mecha, Kev! Dia adik Gue! Adik yang paling gue sayang! Aaa...." Prabu kembali menghajar Kevin hingga Kevin semakin tersungkur. Dari tadi, tak sekalipun Kevin membalas. Seolah dia sudah paham akan apa yang terjadi setelah menolak bertanggung jawab tentang kehamilan Mecha. " Lo tau gue menaruh hati dari lama sama dia, Kev! Lo tau segala hal sudah gue lakukan untuk menarik perhatian dia. Tetapi pada akhirnya, dia malah jadian sama Lo. Jujur, gue sakit hati. Tapi, Gue me
" Kalau tak mau hamil, jangan lakukan hubungan enak-enak. Ngga pinter menyiasati, tapi main api. Giliran terbakar,bukannya memadamkan malah hanya teriak-teriak. Bodoh itu namanya!" teriak tetangga kos Kara yang mungkin merasa terganggu dengan teriakan kedua orang ini." Tau apa kamu soal hidup saya, Mbak? Dijebak sahabat sendiri, dilecehkan, dibuang kakak kandung kandung sendiri, dan kini malah hamil. Apa Mbak tau bagaimana kehidupan saya sebelum ini?" tanya Kara yang merasa direndahkan oleh tetangga kos nya tersebut."Yang pasti sama-sama menderita bukan? Hidup macam apa yang sahabat sendiri malah khianat? Saudara sendiri membuang? Yakin sebelum ini kamu bahagia?"Pertanyaan tetangga kosnya tersebut membuat Kara mengingat hidupnya selama ini. Bapak dan ibunya hanya mementingkan Kesya. Sekolah bahkan sampai kuliah, selalu disambinya bekerja. Selalu ikut event untuk menambah uang tabungan. Tak ada waktu bersenang-senang. Benar! Hidupnya sungguh miris. Apalagi sahabat karibnya sedari k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments