Share

Kekhawatiran

Sebuah ruangan berukuran sembilan meter persegi, di mana di dalamnya terdapat sebuah whiteboard bertuliskan data kegiatan bulanan kampung Delima, seorang lelaki berperawakan langsing sedang duduk berkutat dengan tumpukan kertas yang tercecer di atas meja yang tepat berada di hadapannya. Dia adalah Ahmad Junaedi. Seorang pemuda kampung yang begitu aktif dalam berbagai kegiatan pemuda di beberapa desa sekecamatan Duku, dan salah satunya adalah kampung Delima. Dia adalah pembimbing berbagai kegiatan kepemudaan di kampung itu.

Terlihat sesekali Jun, panggilan akrabnya, membenahi posisi peci putihnya yang beberapa kali terlihat miring, sambil terus berkutat dengan berbagai laporan dan catatan kegiatan karang taruna para pemuda di kampung itu, hingga kemudian konsentrasinya terpecah oleh sebuah notifikasi pesan chat dari ponsel yang tergeletak begitu saja di sebelah tumpukan kertas yang sedang diperiksanya.

Diperiksanya chat yang masuk lewat aplikasi hijau itu, dahinya berkerut seketika membaca chat yang baru saja muncul. Lalu kemudian air mukanya berubah, sedikit terlihat cemas dengan bola mata yang membulat. Digaruknya kepala yang sebenarnya sama sekali tak gatal itu. Kini, telapak tangan kirinya mulai menopang dagu dan menutupi sebagian mulutnya dengan jari telunjuk yang menyentuh ujung hidung.

"Duh..." Lelaki itu bergumam. Sebentar kemudian ditaruhnya ponsel itu. Kini kedua telapak tangannya menyatu dengan jari telunjuk yang menyentuh keningnya sedangkan kedua jempol menopang dagunya, dan kedua matanya kini terpejam dengan dahi berkerut, pertanda dia sedang memikirkan sesuatu.

Berkali-kali Jun menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, kemudian matanya terbuka dengan tatapan nanar ke arah lantai.

Chat dari Liana, gadis yang selama ini disukainya, telah membuatnya begitu resah. Sebuah kabar kurang mengenakkan telah diketahuinya. Ada sedikit sesal yang tiba-tiba hadir dalam hati pemuda dua puluh delapan tahun itu. Sesal karena telah merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sang pujaan hati.

Padahal selama ini, mereka sudah begitu dekat, bahkan Jun begitu yakin jika Liana juga menyukainya. Senyum yang selalu tersungging jika mereka tak sengaja bertatap, selalu membuat hati lelaki itu berdesir tak karuan. Jantungnya berdegup terpacu begitu cepat.

Apa yang harus dilakukannya kali ini? Melihat pesan dari sang gadis yang sebenarnya adalah sebuah permintaan tolong dan permintaan akan ketegasan sikapnya kali ini.

Namun, untuk saat ini, rasanya tak mungkin bagi Jun untuk segera melamar Liana. Masih ada beberapa hal.yang harus dilakukannya. Study S3nya masih belum selesai, lalu pekerjaannya pun, dia pikir belum stabil untuk menghidupi seorang istri. Jun masih harus menyekolahkan kedua adiknya yang masih di bangku SMA dan kuliah semester empat, sedangkan adik keduanya akan segera menikah, dan dia juga harus bisa membantu mencarikan biaya untuk pernikahan mereka.

Memang, kedua orang tua Jun masih ada, bahkan bukan termasuk orang miskin. Mereka masih punya lahan pertanian cukup luas, dan beberapa hewan ternak. Hanya saja, pekerjaan dan image Jun sebagai pemuda kampung yang sukses lah, yang memaksanya harus bisa banyak menyumbang kepada kedua orang tuanya.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam lelaki itu sembari bola matanya berputar melirik ke segala arah, Kemudian dia kembali bergumam, "Yang jelas, paling tidak Liana mengagalkan pertunangannya terlebih dahulu, toh alasannya untuk menolak pertunangan juga bukan karena hal duaniawi." Kalau begitu, baiklah aku akan membantunya mencari cara yang baik untuk menolak lamaran lelaki itu."

Jun menuliskan sebuah pesan balasan kepada Liana, tentang bagaimana hukum menolak lamaran lelaki yang dianggap kurang agamanya atau sekedar tak disukai.

[Waalaikumsalam. Sebelumnya aku ingin menanyakan terlebih dahulu, apakah ayah Liana sudah menerima lamaran tersebut dan memusyawarahkannya padamu? Karena sebenarnya menolak lamaran orang yang buruk agamanya itu dianjurkan dan menolak lamaran orang yang tak disukai, meskipun dia orang yang saleh, itu diperbolehkan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, ada seorang sahabat yang memiliki sifat saleh. Dan dijamin masuk surga oleh Nabi SAW, yakni Tsabit bin Qais bin Syammas. Beliau menikahi Jamilah bintu Abdillah. Suatu ketika, Jamilah pernah melihat suaminya berjalan bersama deretan para sahabat Nabi lainnya. Ia heran, mengapa tidak ada lelaki yang lebih jelek daripada suaminya. Lalu Jamilah pun takut tak bisa menunaikan hak suaminya.

Dalam riwayat Bukhari dan Nasai, Jamilah mengaku takut menjadi kufur karena tidak bisa menunaikan hak suaminya (dalam hal ini perkara hubungan badan). Akhirnya Nabi Muhammad SAW pun menyuruhnya mengembalikan mahar kepada suaminya. Lalu Tsabit bin Qais diminta menjatuhkan talak

"Ya Rasulullah, Tsabit bin Qais, saya sama sekali tidak keindahan akhlak dan agamanya yang bagus. Namun saya khawatir kufur dalam Islam" (HR. Bukhari 5273, Nasai 3476, dan yang lainnya).

Meminta perpisahan dengan alasan ini saja diperbolehkan, apa lagi hanya pertunangan. Dan memang perlu ketegasan dari Liana tentang hal ini.]

Jun mengirim pesan itu kepada Liana, berharap gadis itu bisa mengagalkan pertunangannya, sehingga dia punya kesempatan kembali untuk melamar pujaan hatinya itu dua atau tiga tahun ke depan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status