Beranda / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 126 : CEO penghalang

Share

BAB 126 : CEO penghalang

Penulis: Kim Hwang Ra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-27 23:45:09

Beberapa saat kemudian Daniel tiba-tiba mengernyit pelan, tangannya terangkat ke pelipis.

“Elena… kepalaku agak sakit,” ucapnya lirih.

Elena refleks mendekat, wajahnya berubah khawatir. “Kamu jangan bikin aku panik, Daniel. Sini, biar aku pijitin sedikit.”

Ia duduk di tepi ranjang, jemarinya pelan menekan pelipis Daniel, gerakannya lembut dan hati-hati. Daniel menghela napas dalam, matanya setengah terpejam, namun perlahan terbuka dan menatap Elena dari jarak begitu dekat.

Tatapan itu terkunci. Elena sempat menahan napas, jantungnya berdegup semakin keras. Tanpa sadar, jarak wajah mereka menipis, hanya tinggal sejengkal, bahkan bayangan napas mereka saling bertemu.

Daniel bergumam rendah, hampir seperti bisikan, “Elena…”

Elena tak menjawab, tapi ia tak juga menjauh. Bibir mereka hanya tinggal sejengkal lagi bersentuhan—

DRRTT! DRRTT!

Suara ponsel bergetar keras memecah ketegangan. Elena tersentak mundur, wajahnya memanas, buru-buru meraih ponselnya yang tergeletak di m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Menikah Karena Visa   BAB 147 : Ciuman Pertama

    Televisi menayangkan sebuah film romantis. Elena tadinya tenang saja, mengunyah potongan buah sambil sesekali tertawa kecil melihat tingkah konyol karakter di layar. Daniel juga ikut santai, sampai film tiba-tiba masuk ke adegan utama: dua tokoh saling menatap, lalu perlahan mendekat untuk berciuman. Suasana ruang tamu sontak berubah. Daniel yang sedang mengunyah hampir tersedak, buru-buru meneguk air mineralnya. “Eh—uhuk—” Elena spontan melirik, lalu mengerutkan kening. “Kamu kenapa?” “Enggak... nggak apa-apa.” Daniel cepat-cepat memalingkan wajah, seolah lebih tertarik melihat remote TV daripada layar. Elena sendiri mencoba bersikap biasa, tapi pipinya mulai terasa hangat. Matanya kembali ke televisi, namun jari-jarinya tanpa sadar memainkan potongan apel di mangkuk. Tangannya kaku, seperti bingung harus melakukan apa. Adegan di layar semakin intens. Daniel akhirnya tak tahan, ia menunduk pura-pura sibuk mengusap kepala Tango yang tidur di bawah sofa. “Film ini... draman

  • Menikah Karena Visa   BAB 146 : Banyak Perasaan

    “Pak…” ucapnya hati-hati. “Saya ingin menjelaskan sesuatu. Saya menghargai, bahkan berterima kasih atas perhatian dan perasaan Bapak kepada saya. Itu bukan hal kecil, dan saya tidak akan menganggapnya enteng. Tapi…” Elena menarik napas panjang, “…saya lebih memilih kita tetap berada pada hubungan yang seharusnya. Atasan dan karyawan.” Keheningan kembali mengisi ruangan. Grant menatapnya lama, wajahnya sulit ditebak. Ada kekecewaan jelas, tapi juga seulas senyum getir yang mencoba menutupi. “Jadi, itu jawabanmu?” tanyanya akhirnya, suaranya rendah namun tenang. Elena menundukkan kepala, memberi hormat sopan. “Itu keputusan terbaik yang bisa saya ambil sekarang. Karena bagaimanapun… saya masih berusaha menata diri saya sendiri. Saya ingin tetap profesional. Semoga Bapak bisa mengerti.” Grant terdiam sesaat. Tangannya mengepal di atas meja, lalu perlahan terlepas lagi. “Baiklah, Elena. Kalau itu yang kau pilih, aku akan menghormatinya.” Elena tersenyum tipis, meski hatinya tera

  • Menikah Karena Visa   BAB 145 : Perasaan Tak Terbalas

    Waktu makan siang, meja tim Elena dan Daniel sudah penuh dengan makanan. Semua bercanda ringan sambil membuka bekal masing-masing. “Kalau kerjaan kayak gini tiap hari, kita bisa kurus bareng-bareng, ya,” celetuk anggota sambil tertawa. “Kurang tepat,” sahut disebelahnya, “lebih ke… stres bareng-bareng.” Semua ikut tertawa kecil, kecuali Elena yang masih menatap layar ponselnya. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Pak Grant muncul di layar. Elena langsung mengangkat. “Halo, Pak.” Ia mendengarkan sebentar lalu mengangguk. “Baik, saya segera ke ruangan Bapak.” Begitu telepon ditutup, Elena beranjak dari kursinya. “Eh, belum makan, Bu?” tanya anggota tim kaget. Elena tersenyum tipis. “Santai aja, ini cuma panggilan pekerjaan. Kalian makan dulu, jangan tunggu saya.” Daniel spontan menoleh. “Perlu ditemani?” Elena menggeleng. “Nggak usah, aku cepat balik.” Daniel hanya menatap sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah.” Elena lalu melangkah pergi, meninggalkan m

  • Menikah Karena Visa   BAB 144 : Arti Tim

    Dengan suara lirih, ia berbisik meski tahu Elena tak mendengar, “Maafkan aku, Elena. Aku seharusnya lebih mengerti.” Tango yang sudah terbangun melompat ke sofa, duduk di samping Daniel. Seolah mengerti perasaan tuannya, kucing itu menyandarkan kepala di paha Daniel. Daniel tersenyum samar, mengusap bulu Tango. “Kamu saja lebih tenang dariku, Tang…” gumamnya pelan. Akhirnya, dengan perasaan campur aduk, Daniel membaringkan diri di sofa. Tango ikut meringkuk di dekat kakinya. Tanpa sadar, kelelahan membuatnya terlelap di sana, menunggu esok pagi dengan harapan Elena akan membuka pintu hatinya sedikit saja. Daniel menggeliat di sofa, rambutnya sedikit berantakan. Aroma roti panggang membuatnya terbangun penuh penasaran. Begitu menoleh, ia melihat Elena sudah duduk di meja makan dengan rapi, menunggunya. Daniel bangkit sambil mengucek mata. “Bangun tidur langsung disuguhi sarapan, rasanya kayak mimpi,” ucapnya setengah bercanda. Elena hanya melirik sekilas. “Ayo, makan. Seb

  • Menikah Karena Visa   BAB 143 : Masalah Besar

    “Kita harus cari cara menarik kepercayaan investor baru,” kata salah satu ketua produksi. “Tapi waktu kita sempit!” sahut ketua keuangan. Elena menggigit bibirnya, matanya masih terpaku pada layar. “Jika kita bisa perlihatkan progress teknis dalam dua minggu ke depan… mungkin masih ada peluang mempertahankan sebagian kontrak. Tapi masalahnya, kita butuh suntikan dana sementara untuk menahan biaya produksi.” Grant menatapnya lekat. “Apa kamu punya strategi jangka pendek, Elena?” Elena menutup matanya sebentar, lalu mengetik ulang perhitungan cepat. “Saya sedang mencoba, Pak. Tapi sejauh ini belum ada solusi yang pasti. Investor panik, harga saham terus jatuh. Kalau salah langkah, reputasi kita akan hancur.” Suasana ruangan makin berat. Elena merasa pundaknya ditekan beban yang luar biasa. Namun di sisi lain, tekad dalam dirinya menyala. Ia tahu jika proyek ini gagal, bukan hanya perusahaannya yang terancam, tapi juga kariernya sendiri. Jam sudah melewati pukul sembilan mala

  • Menikah Karena Visa   BAB 142 : Proyek atau Daniel?

    Pagi itu Elena tampak sibuk seperti biasa. Rambutnya diikat rapi, matanya fokus menatap layar monitor. Sesekali ia menunduk, menulis catatan di buku kecilnya. Dari luar, ia terlihat tenang, profesional, tanpa perubahan. Namun Daniel, yang duduk tak jauh darinya, bisa menangkap hal-hal kecil yang berbeda. Setiap kali ia mendekat untuk menyerahkan dokumen atau membisikkan sesuatu terkait pekerjaan, Elena selalu tampak sedikit kaku—bahunya menegang, gerakannya lebih cepat dari biasanya, bahkan kadang menghindari tatapan langsung. Daniel menatapnya sekilas, lalu pura-pura kembali sibuk. Tapi dalam hati, ia bertanya-tanya. “Kenapa Elena kayak menjauh semenjak kencan, ya? Apa aku terlalu jujur waktu bilang menyukainya?” Hari-hari di kantor makin padat. Proyek besar yang mereka kerjakan tinggal dua minggu menuju penyelesaian, dan Elena selalu tenggelam dalam rapat, presentasi, serta revisi laporan. Daniel berusaha membantu semampunya, memastikan semua berjalan lancar, tapi ia tetap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status