Home / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 4 Ratu Drama

Share

BAB 4 Ratu Drama

Author: Kim Hwang Ra
last update Last Updated: 2025-06-19 12:44:21

“Silakan ceritakan bagaimana kisah cinta kalian. Kami ingin mendengarnya,” ujar Nenek Rose, mengambil alih semua percakapan di ruangan itu. Tentu saja, semua orang yang hadir menyetujui apa pun yang dikatakan oleh wanita lanjut usia tersebut.

“Anu... itu...”

Elena tampak bimbang. Ia tidak tahu kisah seperti apa yang harus ia karang agar semua mata yang saat ini menatapnya percaya. Terlebih lagi, Daniel belum juga menampakkan diri. Habis sudah Elena!

“Ayolah, kami sungguh ingin mendengarnya,” tambah Ms. Callahan. Ia tampak ingin melihat bagaimana Elena akan terjebak dengan kebohongan yang ia ciptakan sendiri.

Situasi semakin tidak terkendali. Akhirnya, Elena memutuskan untuk berbicara.

“Daniel adalah asistenku. Dia cukup mahir dalam pekerjaannya, bahkan saat membuatkan kopi untukku... meski sedikit pahit, hehe.”

Tom Harper—ayah Daniel—yang baru saja tiba tak sengaja mendengarnya. Ia menyipitkan mata dan melangkah sedikit lebih dekat untuk mendengarkan dengan seksama.

“Karena itu aku menyukainya. Apalagi kami memiliki selera film yang sama,” tambah Elena, sembari membayangkan sendiri seperti apa seharusnya keromantisan antara sepasang kekasih, meski sebenarnya ia tidak tahu apa-apa tentang kehidupan asistennya itu.

“Aku tak pernah tahu kalau Daniel suka nonton film. Bukan begitu, Daniel?”

Akhirnya Daniel terlihat. Sang ayah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang dikatakan Elena terdengar mencurigakan, karena tidak sesuai dengan kebiasaan Daniel sehari-hari.

“Dari mana saja kau?” bisik Elena pelan.

Daniel tidak menjawab. Ia hanya mencoba mengikuti cerita yang dikarang oleh Elena. Semua mata tertuju padanya, terutama Tom yang masih belum yakin bahwa cerita mereka benar.

“Bagaimana dengan cincin pernikahan kalian?”

Pertanyaan itu membuat mereka berdua sontak terkejut. Benar juga! Kenapa mereka tak pernah memikirkan dari awal bahwa inti dari penyamaran ini adalah benda itu?

“Ah, itu...”

Elena menyenggol bahu Daniel, berharap pria itu akan membantunya menjawab. Namun Daniel tampak bingung, hanya tersenyum kaku ke arah neneknya yang mengernyitkan dahi.

Ms. Callahan, memanfaatkan momen tersebut, dengan cepat menuliskan beberapa hal mencurigakan dalam buku kecil yang ia pegang. Gerak-gerik Elena yang gugup dan tidak mampu menjawab pertanyaan tentang cincin semakin memperkuat kecurigaannya.

“Saat kami mau berangkat ke Tenebris, cincin pesanan kami belum selesai karena ada kendala. Jadi, mungkin pengirimannya akan memakan waktu sedikit lebih lama,” jelas Daniel, mencoba terdengar meyakinkan.

Melihat semua orang masih diam mendengarkan, Daniel tiba-tiba melakukan sesuatu yang tidak terduga oleh Elena.

“K-kau?!”

Spontan Elena terkejut. Tiba-tiba saja pria itu mengecup pipinya di hadapan seluruh keluarga, yang jumlahnya hampir setara dengan separuh warga Maple Hollow. Ia lalu meraih tangan Elena dan mengangkatnya ke atas.

“Aku perkenalkan: Elena Santoso, calon istri sekaligus keluarga baru kita. Apa kami perlu membukt—”

Malam itu, di meja makan dengan pesta kecil yang diselenggarakan, Elena yang baru saja hampir lolos dari kecurigaan keluarga Harper malah mendapat panggilan telepon dari Adi—tunangannya. Elena langsung panik setengah mati. Gerak tubuhnya jelas menunjukkan kecemasan. Ia segera meninggalkan meja makan, bahkan sebelum Daniel sempat menyelesaikan ucapannya.

“Ada apa? Kenapa tiba-tiba menelepon?” tanya Elena tergesa.

“Aku mengirimmu pesan. Kau belum membalasnya, jadi aku menelepon karena khawatir ada sesuatu yang terjadi.”

“Tidak ada apa-apa. Baterai ponselku tadi habis, jadi aku matikan sebentar. Percayalah.”

Adi di seberang telepon tampak percaya. Namun saat Elena masih berbicara dalam bahasa Cakrawana, tiba-tiba Ms. Callahan lewat di dekatnya. Spontan saja Elena mematikan ponselnya.

“Sepertinya ada yang lebih penting dari pesta pernikahanmu hari ini,” sindir Ms. Callahan.

“Ah, itu... keluargaku dari Cakrawana menelepon, hanya menanyakan kabar saja.”

Ms. Callahan tampak tidak mudah percaya. Ia mendekatkan wajahnya, mencoba membaca ekspresi Elena yang berusaha terlihat tenang.

Elena segera kembali ke meja makan untuk melanjutkan makan malamnya yang tertunda. Baru saja tiba di Tenebris, namun ia sudah merasa lelah setengah mati.

Baru duduk, Lily—adik perempuan Daniel—tiba-tiba melipat tangan di dada dan menatap Elena dengan tajam. Ia berdiri tegak, sementara yang lain tetap duduk dan tidak berusaha menegurnya.

“Bukankah tidak sopan meninggalkan meja makan saat semua orang sedang berbicara? Apa tidak ada yang mengajarimu sopan santun?”

“Lily, jaga bicaramu,” tegur Nenek Rose.

“Nenek, aku hanya tidak mau Kak Daniel sembarangan memilih wanita. Apalagi kita tidak tahu asal-usul wanita ini!”

Elena tidak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi gadis remaja ini. Ingin rasanya menarik rambutnya dan mengajarinya cara berbicara sopan kepada orang yang lebih tua.

“Ayo, Elena. Sepertinya kau sudah lelah,” ucap Daniel, akhirnya angkat suara dan mengajak Elena beristirahat ke kamar yang telah disiapkan orangtuanya.

Elena memilih ikut Daniel daripada harus bertahan lebih lama di ruangan penuh tekanan itu. Saat berjalan, ia sempat melirik ke arah Ms. Callahan yang tampak kecewa karena tidak ada perlawanan dari Elena.

“Sebentar. Sebelum kalian beristirahat, aku ingin bicara dengan kalian,” kata Tom, ayah Daniel, menahan langkah mereka. Ia mengajak keduanya ke teras depan rumah.

Tak ada yang berbicara selama beberapa menit. Lalu...

“Ayah ingin kau tinggal di sini, Daniel, setelah upacara pernikahanmu.”

“Bukankah Ayah sudah janji—”

“Aku sengaja mengajak Elena agar dia mendengar langsung bahwa kalian harus tinggal di sini usai upacara. Kita perlu melanjutkan usaha keluarga.”

Elena yang mendengarnya tentu saja terkejut. Langkahnya mundur sedikit, mencoba mengatur napas yang seolah habis dihisap udara dingin malam itu.

“T-tinggal di sini?!”

Elena spontan meninggikan suaranya tanpa sadar. Matanya membulat karena keputusan tiba-tiba Tom—ayah Daniel—yang membuat Elena hilang keseimbangannya saat berdiri.

“Apa ada masalah Elena?”

Tom bertanya saat melihat wajah menantunya yang terlihat pucat, apalagi Daniel yang juga ikut bingung. Masalahnya adalah Elena terlalu memperlihatkan sisi berontaknya yang tidak setuju keputusan Tom, Elena menjelaskan bahwa ada banyak pekerjaan yang menanti mereka di Molgrad.

“Bukankah kau menikah dengan anakku karena bersiap hidup dan tinggal bersamanya?”

“Itu benar, tapi ayah tak bisa ambil keputusan seperti ini apalagi kita sudah membicarakannya. Ayah tau Elena punya pekerjaan penting di Molgrad?”

Tom Harper terdiam sesaat, kepalanya masih berfikir bagaimana cara agar Daniel dan Elena setuju dengan keputusannya. Elena meminta waktu sedikit untuk memikirkan ini dan pergi ke kamarnya, diikuti Daniel yang ingin menyelesaikan permasalahan ini dengan wanita itu.

“Apa yang terjadi?”

Tiba-tiba saja Ms. Callahan memperlihatkan sisi curiganya saat melihat Elena yang berjalan memasuki kamar usai berbicara dengan Tom Harper, dia mendekati kepala keluarga itu.

“Hanya masalah keluarga”

Jawab Tom singkat, dia tidak perduli siapa yang baru saja datang namun yang terpenting adalah keputusan ini harus segera ada jawabannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Wei Yun
mengarang jawaban yang hampir ketahuan
goodnovel comment avatar
KiraYume
awkward....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menikah Karena Visa   BAB 194 : Cerita Anak Remaja

    Beberapa menit terasa begitu lama. Lily duduk diapit Elena dan Daniel, kedua tangannya terus bergetar. Ketika akhirnya pintu IGD terbuka, seorang dokter keluar sambil melepas masker. “Siapa keluarga pasien?” tanyanya. Spontan Lily berdiri, suaranya terbata, “Saya… eh, teman dekatnya, Dok. Bagaimana keadaan Arvin?” Dokter itu menatap mereka bertiga, lalu menjelaskan dengan tenang, “Syukurlah, luka yang dialami tidak terlalu parah. Ada patah ringan di lengan kirinya akibat benturan, serta beberapa memar di tubuh. Tapi tidak ada pendarahan dalam. Untuk sementara, dia harus dirawat inap beberapa hari agar kondisi stabil.” Lily menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis lega. Daniel merangkul bahu adiknya, “Dengar, kan? Dia selamat.” Elena ikut menghela napas lega, lalu menambahkan, “Kita tetap harus menjaga dia. Kalau bukan karena dia, kamu yang mungkin dalam kondisi itu, Lily.” Tak lama kemudian, perawat memanggil mereka untuk melihat Arvin yang sudah dipindahkan ke ruang

  • Menikah Karena Visa   BAB 193 : Arvin demi Lily

    Dari balik tiang dekat taman kampus, Clara berdiri dengan tangan mengepal. Matanya tak lepas dari pemandangan Lily dan Arvin yang keluar gedung bersama, terlihat akrab meski Lily berusaha menjaga jarak. Clara menggigit bibir bawahnya keras-keras. “Kenapa semua orang selalu memihak dia…” gumamnya, suaranya penuh kejengkelan. Salah satu temannya yang kebetulan ikut keluar menghampiri. “Clara, kamu kenapa? Dari tadi murung terus.” Clara tersenyum tipis, mencoba menutupi emosinya. “Nggak, aku baik-baik saja. Cuma agak capek.” Namun, begitu temannya pergi, senyumnya langsung lenyap. Tatapannya kembali jatuh pada Lily yang kini berjalan lebih dekat dengan Arvin. “Kalau cara halus nggak mempan… berarti aku harus cari cara lain,” ucapnya lirih, nyaris seperti berjanji pada dirinya sendiri. Angin sore berhembus melewati halaman kampus, tapi hati Clara semakin panas, dipenuhi rasa iri dan keinginan untuk menyingkirkan Lily dari sekitarnya. Langit sore terlihat teduh ketika Lil

  • Menikah Karena Visa   BAB 192 : Lily Tidak Sendiri

    Aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi ruang makan. Semua duduk di meja: Daniel, Elena, Lily, juga Ayah dan Ibu Daniel. Mereka sarapan seperti biasa, berusaha menutup rasa lelah setelah malam panjang. Daniel sesekali melirik adiknya yang tampak berusaha tersenyum normal. Elena mencoba mencairkan suasana dengan menambah makanan ke piring Lily. “Makan yang banyak, biar semangat kuliahnya,” katanya lembut. Lily mengangguk kecil. “Iya, Kak…” suaranya lirih, tapi jelas dipaksakan. Setelah sarapan selesai, Lily berdiri sambil meraih tasnya. “Kalau begitu aku berangkat dulu,” katanya sambil melangkah ke pintu. Namun sebelum sempat keluar, suara berat Nenek Rose terdengar dari ruang tamu. “Lily.” Semua menoleh. Nenek Rose berjalan pelan dengan tongkatnya, tatapannya tajam tapi penuh kasih. “Sebentar. Duduk dulu, Nak.” Lily menahan langkah, lalu menoleh canggung. “Ada apa, Nek?” Nenek Rose mendekat, lalu memegang tangan Lily. “Kalau kamu terus sembunyi, orang-orang

  • Menikah Karena Visa   BAB 191 : Rasa Bersalah

    Makan siang itu akhirnya selesai juga. Mereka bertiga keluar dari restoran, disusul Clara dan Arvin yang baru saja selesai membayar di kasir. Lily terlihat lebih ceria, senyum kecilnya kembali muncul. Elena berjalan di sisinya sambil sesekali melirik, memastikan adik Daniel itu baik-baik saja. Di parkiran, Clara berdiri agak dekat dengan Lily. “Lily, hati-hati ya di jalan. Kalau butuh apa-apa, langsung hubungi aku aja.” Suaranya terdengar manis, tapi Elena bisa menangkap sesuatu yang dibuat-buat. Lily menunduk sedikit. “Iya, Clara. Makasih.” Arvin yang ikut keluar hanya mengangguk singkat. “Aku pulang duluan, Lily. Sampai ketemu besok di kampus.” Ia lalu melangkah ke arah motornya, melambaikan tangan sekilas sebelum akhirnya pergi. Daniel memperhatikan Clara yang masih menempel. “Perhatian itu bagus,” katanya tenang, tapi ada penekanan halus dalam suaranya. “Tapi jangan sampai bikin orang lain nggak nyaman.” Clara sempat kaku sepersekian detik, lalu terkekeh pelan. “Ah, te

  • Menikah Karena Visa   BAB 190 : Arvin dan Clara

    Daniel dan Elena turun dari mobil, menyusuri halaman kampus dengan alasan ingin menjemput Lily pulang kuliah. Namun sesungguhnya, mereka berdua ingin memastikan wajah Clara—sosok yang Lily sebut semalam. Dari kejauhan, mereka melihat Lily tertawa kecil sambil berjalan dengan seorang gadis. Clara. Senyum Clara tampak hangat, bahkan sesekali ia merangkul lengan Lily seolah mereka sahabat dekat. Daniel menyipitkan mata. “Itu Clara?” bisiknya pada Elena. Elena mengangguk, matanya penuh rasa ingin tahu. “Mungkin. Padahal Lily bilang seminggu lalu Clara sempat marah karena Arvin. Sekarang… lihat aja, dia terlihat biasa aja dengan Lily.” Tak lama Lily menghampiri mereka dengan gembira. “Kak Elena!” serunya sambil melambaikan tangan. Clara pun ikut tersenyum sopan. “Oh, ini kakak kamu, ya?” Daniel tersenyum tipis. “Iya, Ah kami kebetulan mau ajak Lily makan siang, sekalian berbincang. Kamu bisa ikut.” Clara tampak terkejut sejenak, lalu cepat mengangguk. “Baiklah, kemana Lily ak

  • Menikah Karena Visa   BAB 189 : Resiko Cinta

    Matahari mulai turun, cahaya jingga menyelimuti halaman. Daniel dan Elena duduk di teras ketika sebuah motor berhenti di depan pagar. Seorang pemuda turun, melepas helmnya, lalu melangkah mendekat dengan raut cemas. “Permisi,” ucapnya sopan. “Saya Arvin, teman kuliah Lily. Saya dengar dia sakit, jadi… saya datang mau melihat keadaannya.” Daniel berdiri, menahan nada suaranya tetap ramah meski ada ketegangan. “Lily sedang beristirahat di kamar. Dia memang belum bisa kuliah beberapa hari ini.” Elena tersenyum kecil. “Terima kasih sudah peduli. Tapi sebaiknya Lily jangan diganggu dulu, dia butuh tenang.” Arvin mengangguk, lalu menatap Daniel seakan ragu ingin bicara lebih jauh. “Saya hanya khawatir. Kemarin saya jemput dia ke kampus, setelah itu tiba-tiba hilang kabar. Teman-teman bilang Lily sakit, tapi saya ingin pastikan sendiri.” Daniel menatapnya tajam, tapi menahan diri. “Arvin, boleh saya tanya, ngga? Apa di kampus ada yang tidak suka sama Lily? Atau seseorang yang mungk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status