Share

Menikah Karena Wasiat
Menikah Karena Wasiat
Author: HollaLily

Perjodohan Sialan

Pukul 7 pagi Xander menyempatkan diri untuk ikut sarapan bersama keluarganya, hanya ada keheningan di meja makan.

“kami sudah berencana menikahkanmu dengan Amelia,” ujar Baker kakek Xander di sela keheningan di meja makan.

“Aku tidak mau, Kek. Bukannya kakek sudah tahu kalau aku memiliki kekasih?” Xander menolak dengan keras perjodohan gila yang baru saja di katakan oleh Baker.

“Putuskan saja kekasihmu itu! Aku tidak suka dengan wanita itu. Dia membawa pengaruh buruk untukmu.”

“Nora. Namanya Nora! Bukan wanita itu.” Xander menekan perkatakaannya.

“Lupakan itu. Kita sangat berhutang budi dengan keluarga Amelia. Kalau bukan karena keluarga Amelia, keluarga kita tidak akan hidup dengan berkecukupan seperti saat ini. Kedua orang tuanya sudah meninggal. Perjodohan ini adalah satu-satunya wasiat orang tua Amelia. Sudah waktunya kita membalas budi. Kau harus menikah dengan Amelia.” Baker berkata tanpa melihat wajah Xander.

“Aku tidak mau! Cucu kakek bukan cuma aku sendiri,” tolak Xander dengan keras, memang bukan hanya dia saja cucu keluarga Baker. Xander mempunyai banyak spupu tapi mengapa hanya ia yang dipaksa menikah.

“Kau harus setuju. Ayah juga sudah berjanji pada Ayah Amelia. Perjodohan kalian sudah diatur semenjak Amelia masih di dalam kandungan.” Albert ayah Xander ikut bersuara.

“Ayah bercanda? Dijodohkan ketika masih di dalam kandungan? Oh my god! Sekarang zaman sudah berkembang. Lupakan saja perjodohan itu. Aku menolaknya!” Xander membanting sendoknya dengan keras.

“Tidak ada penolakan! Ibu sudah menganggap Amelia sebagai menantu di rumah ini. Amelia adalah satu-satunya putri sahabat ibu. Menikahlah dengan Amelia. Ibu mohon.” kini Anna ibu Xander bersuara menatap lembut penuh harap pada Xander.

Xander menatap ibunya dengan tatapan tidak berdaya, saking kesalnya Xander sepertinya akan menangis. Ibunya satu-satunya harapannya tapi tidak membelanya sama sekali.

“Bu, tolong aku. Aku sudah mempunyai calon sendiri. Perjodohan ini sangat gila! Sangat tidak masuk akal. Aku tidak mau menikah selain dengan Nora.” Anna memalingkan wajahnya ia tidak sanggup melihat putranya dengan tampang sedih. Tapi, mau bagaimana lagi ia sudah berjanji pada sahabatnya untuk menjodohkan Xander dengan Amelia.

Xander diliputi rasa amarah yang sangat besar, dengan perasaan marah ia meninggalkan meja makan.

“Xander! Mau kemana kau? Kami belum selesai bicara!” Baker berteriak kencang namun Xander mengabaikannnya.

“Xander! Kami tidak mendidikmu menjadi anak yang tidak sopan!” Albert berkata marah atas tindakan putranya.

“Aku akan mengeluarkanmu dari perusahaan! Kau dengar itu, Xander!” Baker mengancam Xander namun Xander terus mengabaikannya pergi masuk kamarnya.

“Anak nakal itu susah sekali diatur.” ujar Baker berdiri dari duduknya, nafsu makannya sudah hilang ditelan bumi.

“Nanti biar saya yang bicara dengan Xander, Ayah.” Anna mencoba menenangkan ayah mertuanya.

“Kau harus menasehatinya agar dia mau menikah dengan Amelia,” ujar Baker pergi meninggalkan ruang makan.

“Baik, Ayah.”

“Sayang, maaf tapi aku harus ke kantor sekarang. Tolong kau tenangkan Xander,” ujar Abert berdiri lalu memeluk Anna.

“Iya, sayang.”

“Hubungi aku jika terjadi sesuatu,” ujar Albert mencium kening istrinya.

“Hm, hai-hati, ya.”

Sangat tidak masuk akal. Perjodohan sialan ini! Mau dipaksa bagaimanapun, Xander tetap tidak akan menerima perjodohan ini! Sialan! Xander tetap akan menikah dengan kekasihnya.

Anna mengetuk pintu kamar Xander.

“Xander, ini ibu. Boleh ibu masuk?” tanya Anna di depan pintu.

“Masuk saja, Bu. Tidak dikunci. Ada apa, Bu?” tanya Xander balik. Walaupun Xander kesal, tapi Xander tidak bisa terus kesal pada Anna.

“Ibu tahu kau sudah memiliki kekasih. Tapi ini permintaan ibu untuk pertama dan terakhir kali. Bisakah kau mengabulkannya? Perjodohan ini juga menjadi syarat agar kau bisa memimpin perusahaan. Kau mau mendengarkan ibu, bukan?” ujar Anna dengan lembut membuat Xander hanya terdiam menatap ibunya.

“Aku sangat mencintai Nora, Bu. Bagaimana bisa aku menerima perjodohan ini?” ujar Xander menahan suaranya agar tidak meninggi di depan ibunya.

“Apa cintamu lebih besar dari pada cinta ibu untukmu? Kau harus tahu satu hal. Cinta ibu padamu sangat besar. Percayalah pada Ibu. Cinta akan hadir karena terbiasa. Ibu sangat yakin seiring berjalannya waktu, kau akan mencintai Amelia.”

“Dulu ayah dan ibu juga menikah karena perjodohan, kau lihat kami bahkan bahagia sampai sekarang,” lanjut Anna sambil menepuk pundak Xander.

“Jika aku tidak mencintainya bagaimana, Bu?” tanya Xander frustasi karena ia benar-benar benci perjodohan ini.

“Cinta bukan sesuatu yang datang dengan sesuka hati.”

Anna tersenyum lalu mengusup sayang pundak putranya.

“Keputusan tetap ada padamu. Ibu hanya menyampaikan apa yang disampaikan kakekmu saja. Kau tahu bukan? Saudaramu yang lain sangat menginginkan perusahaan. Kakekmu berjanji akan memberikan perusahaan padamu. Asal kau mau menikah dengan Amelia.”

Xander terdiam mendengar penuturan ibunya, ia benci berada di posisi ini. Di mana ia seperti tidak ada pilihan lain selain menerima perjodohan sialan ini.

“Pikirkan dengan bijak. Ibu pergi dulu.”

“Iya, Bu.”

Pada akhirnya Xander memutuskan untuk pergi ke kantor dengan perasaan kesal.

“Apa jadwalku hari ini?” tanya Xander setelah melepaskan jas kerjanya. Udara sangat panas walaupun sudah memakai pendingin ruangan.

“Pukul sepuluh pagi Anda harus rapat bulanan bersama tim. Lalu pukul dua siang Tuan ada rapat bersama Tuan Tomas.” Paul menjelaskan secara rinci jadwal Xandar.

“Ada lagi?”

“Tidak ada, Tuan.”

“Bagaimana dengan Nora? Apa dia sudah bisa di hubungi?” tanya Xander tanpa melihat Paul.

“Manager Nona Nora baru saja memberi kabar. Nona Nora tidak bisa dihubungi selama 2 hari karena ada pemotretan di luar kota.” Paul memberikan ipad pada Xander.

“Baiklah.” Xander menganggukan kepalanya.

Paul meletakan dokumen di atas meja Xander, dokumen penting yang harus Xander tandatangani.

Tidak lama kemudian Paul masuk membawa secangkir kopi untuk Xander.

“Tuan, ini kopi tanpa gula Anda.”

“Hm.”

“Saya permisi, Tuan.”

Xander menghembuskan nafas kasar, bagaimana bisa ia bisa berkosentrasi dalam bekerja sekarang. Pikiran dan batinnya sedang berperang.

Walapun begitu Xander tetap mengeraskan hatinya dan bekerja seperti biasanya.

Bersambung..

Holla, ini Lily. Terima kasih sudah membaca cerita Lily.

Jangan lupa Subscribe ya!

Love, Lily.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status