Share

Pria Tampan

Sementara itu dii mansion keluarga Amelia. Amelia sedang duduk berhadapan dengan pengacara keluarganya. Di sampingnya ada kakek kesayangannya. Amelia masih tidak percaya dengan penuturan pengacara yang baru saja ia dengar. Semuanya seperti mimpi di siang bolong.

“Jadi, aku harus menikah dengan pria asing ini?” tanya Amelia sambil menatap foto pria tampan yang diberikan oleh Jill, pengacara keluarga.

“Benar, Nona.”

“Kau bilang namanya Xander, kan?” ujar Amelia lagi sambil membaca biadata lengkap milik Xander. Usia masih muda dan yang pasti sangat tampan, mana mungkin pria ini mau dengan dirinya. Ah, memikirkannya membuat Amelia pusing. Pejodohan, oh ayolah. Sekarang bukan jama Siti Nur Baya lagi, huh.

“Mengapa harus menikah? Wasiat perjodohan di zaman yang sudah sangat modern? Sulit dipercaya.” Akhirnya Amelia mengeluarkan keluh kesahnya.

“Walau sulit dipercaya. Kedua orang tua Nona dengan keadaan sadar menulis wasiat ini, Nona,” ujar Jill.

“Kau tahu, ibumu dan ibu Xander berteman dekat dan mereka membuat perjodohan itu semenjak kau masih di dalam kandungan, sulit di percaya namun itu adalah kenyataannya, Mel.” Jacob juga ikut mengankat suaranya sambil menepuk pelan pundak cucunya.

Amelia terdiam mendengar perkataan kakek dan Jill, bagaimana ini pikiran Amelia seakan buntu di tengah lautan.

“Saya harap Nona bisa menerima perjodohan ini,” ujar Jill sambil menyusun kembali berkas-berkas yang ada di atas meja.

“Kakek, katakan jika ini tidak benar?” ujar Amelia merengek lalu memeluk kakeknya.

“Kakek sudah membahas ini dengan keluarga Baker. Dan mereka setuju dengan perjodohan ini.”

“Kakek, Aku masih kuliah. Aku masih ingin bersenang-senang dengan teman-temanku,” ujar Amelia lagi sambil cemberut menatap Jacob.

“Sweety, Kakek juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kau tahu sendiri, kalau ini adalah wasiat terakhir kedua orang tuamu dan kakek tidak melarangmu apapun, kau masih bisa kuliah dan bermain. Keluarga Baker juga menyetujuinya,” ujar Jacob kembali membawa Amelia kedalam pelukannya.

Amelia terdiam di dalam pelukan kakeknya, ia kesal tapi Amelia tidak ada pilihan lain.

“Hanya saja kau harus menikah dengan Xander. Dia adalah cucu tertua keluarga

Baker. Kau tahu, Perusahaan Baker Grup akan diwariskan pada Xander.”

“Aku tidak peduli tentang itu.” Amelia menatap tajam kakeknya membuat Jacob terkekeh melihat kelucuan cucunya ini.

“Keluarga Baker pasti akan melindungimu. Sama seperti kakek melindungimu.”

Amelia kembali terdiam, benar. Mau sampai kapanpun takdirnya adalah menerima perjodohan ini. Amelia yakin kedua orang tuanya akan bahagia di surga jika ia menerima perjodohan ini.

“Baiklah, Kakek. Tapi apakah Xander menerima pernikahan ini?” tanya Amelia dengan perasaan cemas. Bagaimana jika Xander menolak pernikahan ini, percuma saja kedua bela pihak keluarga setuju jika salah satu yang bersangkutan tidak setuju.

“Tentu saja dia harus menerima. Jika dia menolak, maka hubungan kerja sama dengan mereka akan dibatalkan. Serta jika Xander berani menyakitimu, maka aku akan maju paling depan.” Jacab berkata dengan tegas, karena ini mempertaruhkan kehormatan kedua pihak keluarga.

“Baiklah, Kek.”

“Kakek berjanji jika Xander berani menyakitimu maka akan ku buat dia menderita sampai 1000 keturunan.”

“Sebelum itu Kakek akan menghancurkan keluarga Baker hingga berkeping-keping.” Jacob berkata dengan sangat serius karena ini bersangkutan dengan kebahagian cucu kesayangannya.

“Tapi, Kek. Aku sedih karena harus menikah seperti ini. Dan aku akan menerima perjodohan ini dengan lapang dada, Kek. Ini aku lakukan demi Kakek dan mama papa,” ujar Amelia memeluk Jacob erat, ia ingin memangis rasanya. Namun dengan sekuat tenaga Amelia menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Pintar sekali cucuku ini.”

“Tuan, Nona. Saya permisi ada pekerjaan lain yang harus saya kerjakan.” Jill berpamitan pulang.

“Baiklah. Terima kasih Jill.”

“Hati-hati, Bibi.”

“Sampai jumpa.”

Setelah perbincangan yang panjang dan melelahkan Amelia masuk ke dalam kamarnya. Amelia langsung terlentang berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya.

Drt! Drrtt!

Amelia menghembuskan nafas kasar lalu mengambil ponselnya.

Anne is Calling..

Amelia tersenyum ketika melihat nama sahabatnya di layar ponsel.

“Amel! Kau sehat kan? Tidak sakit?” tanya Anne sambil berteriak membuat Amelia menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Aku bisa tuli mendengar teriakanmu, An.”

“Hah! Wajar saja aku berteriak, kau tiba-tiba saja menghilang seperti di telan langit.”

“Iya, aku sangat sehat,” jawab Amelia sambil tersenyum entah mengapa ia merasa bebannya sedikit terangkat.

“Lalu mengapa kau tidak ke kampus? Aku merindukanmu. Tahu!”

“Jangan membual. Kau tidak mungkin merindukanku, huh.”

“Dasar! Tidak seru! Katakan kenapa kau tidak masuk?” tanya Anne membuat Amelia terdiam sebentar.

“Aku ada urusan yang harus diselesaikan hari ini.”

“Apakah sudah terselesaikan?”

“Hm, apakah ada tugas? Tolong kirim catatanmu ya.”

“Tidak ada tugas. Nanti akan aku kirimkan catatan hari ini. Aku ingin cerita.”

“Apalagi?”

Kau tahu, Miss Julie sangat menyeramkan. Tadi Miss Julie marah-marah di kelas.” Anne mulai bercerita dengan gayanya yang sedikit lebay?

“Memangnya kalian melakukan apa?”

“Kami tidak membuat masalah. Sepertinya mood Miss sedang buruk. Lalu

melampiaskan amarahnya pada kami.” Anne mulai misuh sendiri bercerita tentang miss Julie.

“Untung saja aku tidak masuk.”

“Sialan! Kau beruntung sekali. Satu lagi, aku ingin memberitahumu.”

“Apa?”

“Aku sekarang sedang berkencan dengan Mattew. Kya!” Anne kembali berteriak membuat Amelia menjauhkan ponsel dari telinganya.

“What? Seriously! Congrats baby. Akhirnya perasaanmu tidak bertepuk sebelah

tangan. Sungguh aku sangat senang.” Amelia tidak bohong, ia ikut senang mendengar kabar baik dari sahabatnya.

“Ahhh, Terima kasih. Kau yang terbaik, muach. Sudah dulu ya. Aku akan berkencan malam ini.”

“Hei! Catatan!”

“Oh iya, catatannya akan segera aku kirim.”

“Selamat bersenang-senang. Jangan lupa pakai pengaman ya!”

“Damn you!”

“Hahaha. Aku serius. Aku sudah siap menjadi Aunty.”

“Dasar kau ini. Sudah ya.”

“Oke, See you besok di kampus ya. Aku ingin mendengar cerita kencanmu dengan Mattew.”

“Ya, see you.”

Amelia kembali meletakan ponselnya di samping tempat tidur. Amelia sedikit lega hari ini.

Ting!

Anne : Catatan hari ini.

Sialan, Amelia mengantuk sekarang.

Tok! Tok!

Pelayan mengetuk pintu kamar Amelia membuat Amelia tidak jadi tidur.

“Nona, saya membawa susu hangat beserta cemilan.”

"Masuk saja, Bi, Terima kasih, Bi.”

“Sama-sama Non. Saya permisi.”

Setelah rapat Xander langsung pulang ke rumah ia harus beristirahat menenangkan kepalanya.

“Tuan, Tuan besar memanggil.” Paul datang di waktu yang tidak tepat, Xander baru selesai mandi dan bersiap untuk beristirahat.

“Kakek?”

“Tuan besar meminta Tuan untuk segera menemuinya sekarang!”

Bersambung..

Holla, ini Lily. Terima kasih sudah membaca cerita Lily.

Jangan lupa Subscribe ya!

Love, Lily.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status