Azwa sangat tahu menguping pembicaraan orang adalah tindakan tidak sopan. Namun, dia sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi apalagi mereka menyebut keluarganya. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di tembok samping pintu kamar. Suasana sangat hening karena malam semakin larut. Suami dan anaknya sudah tidur pulas di kamar. Jadi, dia tidak takut jika ada yang memergoki, kecuali pemilik sang kamar tentunya.“Mau sampai kapan kamu diperbudak oleh Darwin, Mas?” Suara Mama Erina kembali terdengar setelah beberapa detik terdiam. “Kamu udah memenuhi semua permintaannya yang nggak wajar itu. Apa kamu nggak bisa melawan, Mas?”“Aku bisa aja melawan, Dek, tapi dia terus-menerus mengancam. Kamu tau kan kalau ancamannya nggak main-main?” Jeda sejenak sebelum Papa Wirya melanjutkan perkataannya.“Kamu ingat? Dulu waktu aku nggak mau menjalankan bisnis rentenir, dia menculik Syamil yang masih bayi dan hampir membunuhnya. Akhirnya, aku dengan sangat terpaksa mengikuti kemauannya meski aku tau it
“Assalamu'alaikum warahmatullah….”Pasangan suami-istri itu baru saja selesai menunaikan sholat Subuh berjamaah. Mereka kemudian lanjut berdzikir dan doa.Azwa mencium punggung tangan suaminya dengan takzim yang langsung dibalas dengan kecupan hangat di kening. “Mas,” panggilnya.“Ya, Sayang?” Aufal memperbaiki posisi duduk menghadap sepenuhnya ke arah Azwa.“Azwa minta tolong, penuhi permintaan Papa, ya, Mas,” pinta Azwa menatap Aufal dengan raut melas.“Mas kan udah bilang, Mas nggak mau. Jangan paksa Mas, Dek,” balas Aufal menolak dengan lembut.Azwa menghembuskan napas lelah. Dia tak tahu lagi harus membujuk suaminya dengan cara apa. Tangannya beralih memegang tangan Aufal. “Mas, aku tau, keluarga kita sedang terancam.”Aufal membelalakkan mata terkejut. “Kamu udah tau, Dek?”Azwa mengangguk. “Aku juga tau kalau dua teman yang sangat Mas percaya ternyata musuh dalam selimut.”Aufal menghela napas berat. Kepalanya sedikit menunduk dengan tatapan mengarah ke bawah. “Mas benar-benar
“Hentikan! Pernikahan ini nggak boleh terjadi!”Semua orang mengalihkan perhatiannya ke arah pintu masuk. Di sana terdapat seorang Wanita tua yang duduk di kursi roda didampingi oleh seorang remaja laki-laki. Keduanya berjalan masuk dan mendekat ke tempat acara.“Nenek? Syamil?” gumam Aufal terkejut melihat kedatangan dua orang itu.“Ibu?” Papa Wirya bangkit menghampiri wanita yang dipanggil ibu. Beliau berlutut untuk menyamakan tingginya dengan sang ibu.“Nggak ada yang namanya pernikahan kedua!” Wanita tua itu berseru sangat lantang sembari mengedarkan pandangannya ke semua orang.“Bu,” tegur Papa Wirya.Bu Ratih, ibunya Papa Wirya, beralih menatap sang anak tajam. “Kamu ini gimana, to, Wirya? Kenapa kamu malah menikahkan Aufal dengan perempuan lain? Otakmu dimana, hah?!” marahnya sambil menunjuk pelipis.Papa Wirya hanya diam dengan kepala sedikit tertunduk merasa bersalah. Beliau tahu betapa besar kasih sayang ibunya untuk Azwa meski hanya beberapa kali bertemu. Sangat wajar bila
Seketika, suasana menjadi heboh. Dua orang yang berada di samping kanan-kiri Danang dengan sigap menahan kedua lengan laki-laki itu. Tangannya diborgol ketat sehingga tidak bisa kabur. Di tambah lagi, orang-orang yang menjadi tamu undangan dengan kompak menodongkan senjata ke arah Danang dan mengepungnya. Sebagian lainnya melindungi anggota keluarga asli.“Apa-apaan ini?! Lepaskan saya!” teriak Danang berusaha berontak. Dia datang ke acara ini berniat menyaksikan kehancuran Aufal. Tidak peduli siapapun yang menjadi istri keduanya. Namun, tanpa sangka dia malah ditangkap seperti ini.Sheilla bangkit berdiri sambil merapikan sejenak pakaiannya. Dia lantas berjalan sangat anggun ke arah Bu Ratih dengan kebaya putih yang dikenakannya.“Makasih udah datang tepat waktu, Syamil,” ucapnya seraya menangkupkan kedua tangan.“Sama-sama, Mbak. Alhamdulillah, kami bisa datang tepat waktu sebelum Kak Aufal mengucap ijab qobul,” balas Syamil.Sheilla hanya membalas dengan senyuman, kemudian melanjut
Aufal dibuat geram karena terus menerus disalahkan. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya tampak memutih.“Gue nggak pernah ninggalin Dahlia sendirian. Gue udah nawarin buat antar, tapi dia nggak mau. Bahkan udah gue paksa-paksa, dia tetap nggak mau.”“Di saat bersamaan lo terus-terusan telepon minta gue buat segera balik. Gue akhirnya memilih kembali ke acara setelah diyakinkan Dahlia kalau dia baik-baik aja.”“Lo pikir gue tega biarin Dahlia pulang sendirian? Nggak, Danang! Gue terpaksa biarin dia pulang sendirian karena lo!” marahnya sambil menuding muka Danang.Danang terlihat bungkam dan termenung. Sepertinya dia kaget dengan fakta yang baru saja dibeberkan oleh Aufal. “Tapi lo sama sekali nggak hadir di detik-detik terakhirnya yang sangat ingin menemui lo,” ujar dengan nada rendah.Hal itulah yang paling Aufal sesali seumur hidup. Dia tidak bisa bertemu Dahlia untuk terakhir kalinya. “Gue minta maaf nggak sempat datang.”“Saat itu acara lagi padat banget apalagi lo ti
Aufal bungkam seribu bahasa. Dia tidak tahu apa yang tengah dirinya rasakan kini. Semua terasa campur aduk antara sedih, kecewa, malu, dan merasa berdosa telah membenci ayahnya sendiri tanpa mencari tahu akar penyebabnya. Dia terlalu fokus pada dirinya sendiri yang merasa dikekang dan kebebasannya direnggut tanpa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Ternyata dibalik sikap ayahnya yang pemaksa tersimpan seribu kasih sayang untuknya.Aufal menatap sang ayah dengan haru. Dia bangkit menghampiri tempat duduk Papa Wirya dan langsung bersujud dan mencium kaki ayahnya. “Aufal minta maaf, Pa. Aufal salah udah membenci Papa selama ini. Maafin Aufal. Maaf....” ujarnya sambil menangis.Papa Wirya menarik tubuh putranya. “Bangun, Nak. Jangan kayak gini,” pintanya dengan suara bergetar.Aufal bangkit dari sujudnya dan berganti posisi menjadi duduk bersimpuh di hadapan Papa Wirya. Tangannya menggenggam kedua tangan ayahnya lalu diciumnya berkali-kali. “Aufal minta maaf.”Papa Wirya mengusap punggu
Aufal langsung kicep dan merenung. Dia sangat tau siapa orang yang berusaha menghancurkan rumah tangganya. Danang dan Raya, bukan Sheilla. Selama ini, Sheilla tidak pernah menggodanya yang mengarah pada perselingkuhan, baik secara langsung maupun lewat pesan. Gadis itu bersikap profesional dalam bekerja dan membantunya mengatasi masalah. “Mungkin gue pernah menawarkan diri jadi istri kedua lo. Tapi itu buat memancing Raya biar dia merasa punya saingan. Perlu lo tau, dia sangat terobsesi sama lo dari dulu, Fal,” lanjut Sheilla. Tatapannya mengarah pada air kolam yang memantulkan cahaya lampu di sekitarnya. “Sejak kembali ke Indonesia, gue sama sekali nggak berniat mengejar-ngejar lo lagi kayak dulu apalagi mendengar lo udah menikah.” “Waktu pertama kali kita ketemu, sebelumnya gue nggak sengaja dengar rencana jahat Raya sama Danang. Mereka akan membuat kekacauan di kantor sama bikin Azwa sengsara supaya hubungan kalian berantakan.” “Dari situ gue berusaha melindungi kalian berdua
Di kediaman keluarga Ariesandy terdapat sebuah ruangan rahasia yang hanya bisa diakses oleh pemiliknya, yakni Om Savian. Ruangan itu cukup luas dengan fasilitas lengkap. Namun sayang, pencahayaan yang redup membuat suasana di sana terkesan menyeramkan. Ditambah lagi, berbagai koleksi persenjataan membuat ruangan semakin mencekam. Di bagian tengah, terdapat meja meeting yang kini ditempati oleh tujuh orang pria. Mereka duduk mengelilingi meja menghadap depan tepatnya di layar monitor yang menampilkan 4 kotak tayangan layaknya CCTV. Masing-masing dari mereka memakai earpiece sebagai sarana komunikasi dengan orang suruhan yang berada di sana. Misi kali ini melibatkan anak buah Om Savian dan Papi Kafka yang bersatu untuk menangkap Darwin. Empat diantaranya membawa kamera tersembunyi yang terpasang pada tubuhnya. Kamera itu tidak disertai alat penyadap suara sehingga tidak bisa mendengarkan pembicaraan di sana. Tak apa, ini sudah menjadi bagian dari rencana agar tidak dicurigai. “