Menikah Muda dengan Anak Rentenir

Menikah Muda dengan Anak Rentenir

Oleh:  Putri Cahaya  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
137Bab
1.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Azwa, gadis belia berusia 19 tahun itu terpaksa menikah muda dengan Aufal demi melunasi utang orang tuanya. Takdir membawanya masuk ke dalam kehidupan seorang anak bos rentenir yang terkenal di kampungnya. Dia bahkan harus rela mengorbankan perasaannya yang masih terkunci untuk seseorang di masa lalu. Meski tak ada cinta dalam hatinya, Azwa berusaha ikhlas dan menjadi istri yang baik untuk Aufal. Hingga suatu ketika perempuan itu bertemu kembali dengan sang cinta masa lalu yang membuat sikapnya kepada Aufal berubah. Lantas bagaimanakah kehidupan pernikahan Azwa dan Aufal yang diawali dengan keterpaksaan?

Lihat lebih banyak
Menikah Muda dengan Anak Rentenir Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Hanna Aisha
kasian banget Azwa harus bayar hutang keluarganya dengan cara kaya gitu. semangat terus Thor. ditunggu next-nya yaa
2024-02-03 10:53:09
0
137 Bab
1. Pulang Mendadak
"Dek, bisa pulang cepet ndak?" "Nggak bisa, Bun. Jadwal Adek lagi padat banget. Bentar lagi kan UAS, jadi Adek harus menyelesaikan semua tugas kuliah. Nanti habis UAS Adek pasti pulang kok. UAS-nya juga nggak lama. Kenapa, Bun, kok tiba-tiba minta Adek pulang?" "Ada hal penting yang ingin Ayah sama Bunda sampaikan. Pulang, ya, Nak." "Hal penting apa, Bun? Apa nggak bisa lewat telepon?" "Ndak bisa, Dek. Ini sangat penting yang ndak bisa dibicarakan lewat telepon. Ayah sama Bunda butuh kehadiran Adek. Bunda minta tolong banget, Adek pulang, ya." “Duh… gimana, ya, Bun? Bunda kan tau sendiri Adek lagi sibuk-sibuknya ini. Banyak tugas kelompok maupun individu yang belum selesai dan nggak bisa Adek tinggalin gitu aja. Udah jadi tanggung jawab Adek, Bun. Nggak bisa, ya, nunggu waktu liburan sekalian?” “Kalau nunggu liburan kelamaan, Dek. Masalah tugas kan bisa diselesaikan waktu di rumah. Bunda mohon, Adek pulang, ya. Tolong, Nak, tolongin Bunda.” "Baiklah, Bun. Nanti saat minggu tenan
Baca selengkapnya
2. Utang dan Lamaran
"Adek ingat kan kalau dulu Adek sering sakit bahkan sampai hampir merenggut nyawa?" Kini giliran Bunda Nawa bersuara yang dibalas anggukan oleh Azwa. “Semuanya bermula dari sana. Kami meminjam uang kepada mereka untuk pengobatan Adek sampai benar-benar sembuh sekaligus buat pendidikan Mas Diaz.” “Dulu hidup kita serba kesusahan, Dek, apalagi setelah bangun rumah ini. Ndak ada yang bisa kami mintai tolong saat itu. Kamu tau sendiri keluarga Ayah gimana. Saudara-saudara Bunda juga kondisi ekonominya sama kayak kita,” jelasnya. "Berkali-kali Ayah nunggak karena gaji Ayah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Bahkan dengan tak tau dirinya Ayah kembali meminjam lagi dan lagi yang malah bikin utangnya membengkak. Ayah semakin ndak sanggup membayarnya, Dek, hingga membuat mereka hilang kesabaran," sambung Ayah Abyaz. Laki-laki paruh baya itu menghela napas sebelum melanjutkan, "saat usia Adek tujuh tahun, bos besar mereka datang ke rumah membawa surat perjanjian. Disana tertulis ba
Baca selengkapnya
3. Lari dari Masalah
Suasana hiruk-pikuk di terminal menjadi pemandangan yang Azwa lihat ketika turun dari ojek online. Meski terbilang masih terlalu pagi, tetapi tak menyurutkan mereka untuk melakukan rutinitas seperti hari biasanya. Gadis yang mengenakan gamis warna biru bermotif kupu-kupu itu berjalan menuju tempat pemberangkatan bus ke luar kota jurusan Surabaya. Dia duduk di bangku yang tersedia menunggu bus datang sembari memakan roti untuk mengganjal perut. Tatapan matanya lurus ke depan dengan pikiran menerawang jauh mengingat aksi nekatnya hari ini. Azwa kira hidupnya damai tak memiliki masalah apapun yang berat. Hidup di tengah-tengah keluarga yang harmonis, tentram, dan bahagia membuatnya sangat bersyukur. Namun, dia salah. Cobaan, ujian, dan masalah akan selalu datang selama manusia masih hidup. Tanpa sadar dibalik keharmonisan itu menyimpan masalah besar yang baru hari ini diketahuinya. Dia tak tahu langka apa yang harus diambil setelah ini. Azwa memutuskan pergi dari rumah tanpa membe
Baca selengkapnya
4. Sebuah pilihan
"Pak, saya mohon jangan bawa suami saya," kata Bunda Nawa dengan memelas kepada dua orang berbadan kekar yang menyeret suaminya. Air matanya mengalir deras berharap mereka memiliki belas kasih. "Nggak bisa! Suamimu tetap kami bawa!" balas salah satu dari mereka yang berambut gondrong. "Tolong, Pak. Setidaknya tunggu anak-anak saya pulang." "Nggak ada menunggu lagi! Selama ini kami udah cukup sabar menghadapi kalian. Kali ini nggak ada toleransi lagi!" ujar temannya yang memakai kaos hitam pendek hingga memperlihatkan tato di lengannya. "Emang anakmu kemana? Jangan-jangan kabur lagi. Udahlah! Kami nggak punya banyak waktu. Bawa aja dia." Kedua orang itu membawa Ayah Abyaz keluar rumah. Banyak tetangga yang menonton kejadian ini. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak menolong karena tidak ingin ikut campur lebih jauh. Bunda menahan lengan pria berambut gondrong itu. "Jangan bawa suami saya, Pak." Pria itu menarik tangannya kasar hingga membuat Bunda Nawa sedikit oleng. "Kami udah
Baca selengkapnya
5. Saling Menguntungkan
"Loh, Fal, udah pulang? Katanya mau mampir ke rumah teman?" "Nggak jadi. Papa mana, Ma?" "Di ruang kerja seperti biasa." Tanpa banyak kata, pemuda yang disapa 'Fal' itu berlalu dari hadapan ibunya yang tengah bersantai di ruang keluarga. Dia melangkah cepat ke ruang kerja ayahnya sambil mengepalkan tangan kuat menahan emosi. Brak! Suara pintu yang dibuka keras membuat sang penghuni ruangan terkejut. Begitu tahu siapa pelakunya, orang itu tersenyum. "Ada apa gerangan yang membuat seorang Aufal mau mendatangi ruang kerja ayahnya?" "Papa bohong soal lamaran itu." Pemuda yang bernama Aufal itu berdiri di hadapan ayahnya dengan tatapan menyorot tajam dan dingin. "Bohong gimana? Kan bener, lamaranmu diterima." "Dengan cara dipaksa?" "Yang penting diterima kan? Sesuai keinginanmu." Pria paruh baya itu membalas dengan santai tanpa merasa terintimidasi sedikitpun. "Ya, tapi nggak dengan dipaksa juga, Pa!" "Terus maumu apa? Diterima dengan sukarela gitu?" tanya Papa Wirya, ayahnya Au
Baca selengkapnya
6. Menjadi Pasangan Halal
Hari yang paling dihindari oleh Azwa akhirnya tiba. Hari dimana statusnya akan berubah menjadi istri orang. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya akan menikah secepat ini apalagi dengan anak rentenir. Citra buruk rentenir di masyarakat umum membuat dia harus menjauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan rentenir. Namun kini, dia harus terjebak dalam pernikahan yang sama sekali tidak diinginkannya. Di dalam sebuah kamar, Azwa sudah siap dengan kebaya warna putih serta kerudung menutupi dada. Dia tengah duduk sendirian di tepi ranjang menanti ijab-qabul terucap. Pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong. Kecantikan make up yang pengantin menghiasi wajah tak mampu menutupi raut kesedihannya. Gadis itu tak tahu apa yang tengah dirasakannya saat ini, terlalu abstrak untuk digambarkan. Yang jelas tak ada rasa bahagia yang tertanam dalam hatinya. Entahlah, rasanya campur aduk hingga membuat dadanya seakan-akan terhimpit oleh sesuatu yang besar dan berat. Sungguh Azw
Baca selengkapnya
7. Malam Pertama
Di dalam sebuah kamar yang cukup luas, seorang gadis menatap sendu pantulan dirinya di depan cermin. Kemudian pandangannya beralih pada pakaian yang dikenakannya saat kumpul keluarga malam ini. Gamis berwarna putih dipadukan dengan pashmina putih masih melekat apik di tubuhnya. Terlintas dalam benaknya kejadian beberapa jam yang lalu, dimana seseorang dengan gagah mengucap janji suci di hadapan sang ayah, penghulu serta seluruh tamu undangan yang hadir. Mengingat itu, membuat dia semakin sesak entah karena apa. Air matanya pun menetes tanpa diminta, mengalir deras membasahi kedua pipi. Tok tok tok Suara ketukan pintu dari luar membuat gadis itu cepat-cepat menghapus air matanya. Tak lama, muncullah seseorang yang menjadi pemeran utama dalam perubahan hidupnya mulai sekarang. Aufal Abrisam Ar-Rasyid. Nama lengkap seseorang yang kini menjadi suaminya. Suami? Rasanya sangat aneh menyebut Aufal sebagai suami. Laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya. Azwa hanya mengenal sekila
Baca selengkapnya
8. Perdebatan
“Mas sebenarnya juga nggak pengen kita nikah cepat-cepat kayak gini. Mas ingin mengenalmu lebih dalam sebelum menikah. Mas juga sanggup jika harus menunggumu sampai lulus, tapi Papa memaksa Mas untuk menikahimu secepatnya paling lambat satu bulan setelah lamaran.” “Kalau nggak, Papa akan menjodohkan Mas dengan anak sahabat Papa dan memberikan ancaman lain yang membuat Mas sama sekali nggak bisa berkutik.” “Papa nggak pernah main-main sama ucapannya. Jadi, Mas memilih menikahimu secepatnya,” jelas Aufal panjang lebar dengan tenang tanpa ada kemarahan. “Kenapa Mas nggak pilih dijodohkan aja? Kan biar sama-sama sepadan, dibandingkan dengan Azwa yang nggak punya apa-apa.” “Karena yang Mas inginkan itu kamu. Mas sangat ingin menjadikanmu istri dan ibu dari anak-anak Mas. Bukan yang lain.” Jeda sejenak sebelum Aufal kembali melanjutkan perkataannya. “Mas menolak perjodohan itu karena Mas takut nggak bisa bahagiakan dia dan ujung-ujungnya malah saling menyakiti karena Mas sama sekali ng
Baca selengkapnya
9. Status Baru
Aufal Abrisam Ar-Rasyid, laki-laki berusia 24 tahun itu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Razan yang bekerja sebagai ASN yang ditugaskan di luar pulau dan menetap di sana. Sementara itu, adiknya bernama Syamil saat ini tengah menempuh pendidikan SMA kelas 12 di salah satu pesantren terkenal di Jawa Timur. Aufal sendiri sebelumnya bekerja di Jakarta tepatnya di perusahaan milik keluarga Kahfi, sahabat waktu kuliah, dengan jabatan terakhir sebagai kepala divisi IT. Karirnya akan semakin cemerlang ketika dia menjadi salah satu kandidat dalam promosi jabatan di level manajer, jika saja tidak menuruti perintah sang ayah untuk resign dan kembali ke perusahaan keluarganya. Kurang lebih seperti itu sedikit gambaran tentang Aufal. Kini, Azwa sedang membantu ibu mertua, kakak ipar, dan bibi membereskan meja makan usai sarapan. “Ada di rumah mertua itu harus tau diri. Bukannya malah enak-enakan di kamar. Mentang-mentang pengantin baru,” sindir Reana, istri Razan,
Baca selengkapnya
10. Wejangan Orang Tua
Azwa senantiasa menatap lantai sambil memainkan jemarinya yang berkeringat dingin. Jantungnya berdetak kencang tanpa bisa dikendalikan. Dia menahan rasa takut berhadapan langsung dengan ayah mertuanya. “Kamu takut sama Papa, Azwa?” tanya Papa Wirya tiba-tiba membuat Azwa tersentak kaget. Beliau terkekeh kecil melihat menantunya yang sangat gugup. “Tanpa kamu menjawab pun Papa udah tau jawabannya.” Pria yang usianya memasuki setengah abad itu menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, “nggak banyak yang ingin Papa sampaikan ke kamu. Papa cuma mau bilang, tolong terima Aufal sebagai suamimu, ya. Dia sangat mencintaimu dengan tulus.” “Papa nggak pernah melihat Aufal jatuh cinta sedalam ini kecuali denganmu. Kamu lihat sendiri kan tadi? Aufal sangat protektif terhadapmu bahkan sama ayahnya sendiri. Padahal kan Papa niatnya cuma bicara berdua sama kamu,” jelasnya. Azwa diam berusaha mencerna ucapan Papa Wirya. Jadi, Aufal beneran mencintainya? Bukan hanya obsesi semata? Sudah dua orang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status