Share

Bab 5

Penulis: Puput Pelangi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-08 10:59:49

"Kamu sendiri gimana, Mi?" ucap Feiza kemudian. "Apa termasuk orang yang berpandangan kalau pacaran itu seperti taaruf kayak yang kamu bilang tadi?" lanjutnya.

"Hm. Mungkin?" jawab Fahmi.

"Wah." Feiza langsung berseru. "Kamu pernah pacaran?" tanyanya.

Fahmi menatap lekat mata Feiza. "Jujur, bisa dibilang iya."

Feiza kembali berseru 'wah' lantas membekap mulutnya. Bukannya ekspresi antipati, wajah terkejut Feiza malah seperti menatap tidak percaya, tidak menyangka, sekaligus takjub kepada Fahmi. Semuanya campur baur.

"Cuma cinta monyet. Pacarannya pun nggak aneh-aneh kok, Fe. Cuma SMS-an sama Inbox-an di jaman itu. Waktu itu aku SMP. Nggak pernah jalan berdua, pegangan tangan, ataupun lainnya," jelas Fahmi tanpa diminta.

"Emm." Feiza mengangguk kecil. "Temen sepondok kamu?" tanyanya.

"Iya."

"Seangkatan ... atau adik tingkat?"

"Seangkatan."

"Sekelas?"

"Enggak."

"Ohh."

Tercipta keheningan.

"Fe," panggil Fahmi setelah beberapa lama.

"Iya?" sahut Feiza yang kini tampak kembali menyuap pentol goreng yang sudah dibumbui miliknya ke dalam mulut dan mulai mengunyah.

"Aku ada pertanyaan lagi."

"Hm, apa, Mi? Tanya aja." Feiza kembali mengisi mulut dengan pentol gorengnya.

"Kalau spek kamu laki-laki salih, kaya, penyayang, cerdas, perhatian, dan yang gantengnya jiddan jiddan, kenapa Wisnu Tamami kamu tolak perasaannya? Kurasa dia mencakup semua kualifikasi cowok idaman kamu. Paham agama? Iya. Kaya? Iya. Pinter, iya. Ganteng? Iya juga. Lalu kenapa, Fe?"

"Yah, gimana, ya." Feiza menjeda. "Kalau nggak tertarik, hati nggak bisa dipaksakan." Gadis itu menghela napas. "Juga perlu dicatat! Paham agama sama salih itu sesuatu yang berbeda. Berapa banyak orang paham agama tapi nggak ngamalin pemahamannya? Sama aja bohong."

Fahmi mengangguk.

Di sisi lain, Feiza melanjutkan sesi makan pentol gorengnya.

"Spek anak ustaz ditolak sama Feiza yang katanya nggak mau pacaran. Kalau aku ... gimana, Fe?"

Uhuk uhuk!

Feiza langsung tersedak mendengar kata-kata Fahmi. Tergesa, ia mengeluarkan air minum dari tasnya lalu tanpa babibu menenggaknya. Feiza sama sekali tidak menduga jika Fahmi akan bertanya seperti itu kepadanya.

"Duh, Fahmiii." Gadis itu mengeluh. "Jangan aneh-aneh deh pertanyaannya, Gus ...!"

Fahmi memasang senyum lebarnya.

"Bercandanya nggak lucu!" tambah Feiza.

"Loh, aku nggak bercanda, Neng Feiza," jawab Fahmi. "Kalau aku mengutarakan perasaan sukaku ke kamu, diterima nggak kira-kira?"

Feiza meminum sedikit air mineralnya lagi. "Jangan panggil aku neng!" pintanya.

Fahmi langsung tertawa. "Kamu duluan yang manggil aku gus."

Feiza pun mendengkus. "Tapi emang kenyataan, kan? Gus Fahmi?"

Fahmi terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Hm. Dan aku nggak salah kalau manggil kamu neng."

"Ya, jelas salah. Aku bukan anak kiai seperti kamu. Yang punya pondok pesantren itu pamanku, bukan ayahku."

"Tapi kakek kamu juga kiai, Fe. Dan ayahmu juga putranya."

Feiza menggelengkan kepala. "Pokoknya jangan panggil aku neng! Oke? Kakekku mungkin seorang kiai. Tapi beliau kiai kampung kami tanpa adanya bangunan pesantren. Baru pamankulah yang mendirikan. Jadi aku bukan neng, oke?!"

"Tapi yang kudenger-denger, ayahmu dipanggil gus sama orang-orang di desamu. Jadi, kamu bisa kupanggil neng juga karena putri seorang gus."

"What ever! Pokoknya jangan panggil aku neng lagi! Aku nggak akan noleh ataupun nyahut sama sekali, Gus Fahmi."

Fahmi langsung meledakkan tawanya.

"Iya. Tapi syaratnya, panggil aku seperti biasa juga, Fe. Kalau kudenger kamu manggil aku gus lagi, aku juga akan memanggilmu neng. Jadi kita impas."

"Ck. Dasar!"

"Pertanyaanku tadi, apa jawabannya?"

"Yang mana?"

"Harus kuulang, ya?"

Feiza tidak menyahut apa-apa.

"Oke, kuulangi. Kurang lebih gini. Spek anak ustaz kamu tolak perasaannya. Kalau aku gimana, Feiza?"

"Kamu ... nggak bercanda?" Feiza sangat terkejut meski kini ia mendengarnya lagi untuk yang kedua kali.

Fahmi menggeleng. "Aku serius," angguknya.

"Hah?" Feiza langsung bengong. "Tapi, kita, kan, temen?"

"Ya, apa salahnya?" balas Fahmi.

"Kamu yakin sama perasaanmu?"

"Iya, Fe."

"Aku nggak mau pacaran, Mi."

"Kalau Kim Taehyung yang ngajakin gimana?"

Feiza langsung tertawa. "Kalau itu, bisa diomongin baik-baik."

Fahmi pun ikut tertawa mendengar kata-kata Feiza. Ia tahu Feiza juga termasuk gadis yang menyukai beberapa hal berbau Korea seperti idol atau artisnya. Dan mereka sudah pernah berdebat akan hal itu di kesempatan lain.

"Taehyung-nya yang mungkin nggak mau sama kamu, Fe. Kalian beda agama."

"Ha ha ha ha." Feiza kembali tertawa. "Pake bener lagi."

Keduanya tertawa lagi.

Lalu tercipta hening.

"Jadi, kamu bener nggak mau jadi pacarku?" ucap Fahmi lagi setelah beberapa lama.

"Em." Feiza menganggukkan kepala.

"Kalau kuajak komitmen gimana?"

"Gimana itu?" tanya Feiza balik.

"Intinya aku mau serius sama kamu. Ayo jaga perasaan untuk satu sama lain sampai yakin dan siap buat bersama."

Feiza diam tampak berpikir sebentar kemudian menggeleng. "Nggak dulu. Aku nggak mau terikat dengan seseorang yang tetep hukumnya masih ajnabi seperti itu."

Fahmi menghela napasnya. Ia kemudian tersenyum. "Kamu tahu kalau aku ngorbanin semua rasa maluku bicara seperti ini sama kamu?"

Feiza diam sebentar lagi kemudian mengangguk. "Aku tahu. Maaf," katanya. "Aku janji nggak akan bilang siapa-siapa."

Keras Fahmi menghela napasnya. "Intinya bukan di situ, Fe," katanya lembut. "Intinya aku betulan serius ke kamu."

Feiza sedikit memaku.

"Haruskah kuminta langsung kamu ke orang tuamu?"

Feiza langsung membeku dengan kerutan di dahinya. Seolah ia tengah mencerna informasi asing tak masuk akal yang mustahil untuk didengar indra perungunya, hingga beberapa sekon setelahnya, mulutnya langsung ternganga. "Hah? Gimana?"

End of flashback

Tbc.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sawiyah Arif
suka deh ceritanya ...🫰
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 104

    "Assalamualaikum. Ada apa, Furqon?" ucap Bu Nyai Farah ketika mengangkat telepon sang putra. "....""Gimana?""...."Feiza tidak dapat mendengar jawaban Furqon sebab Bu Nyai Farah tidak me-loud speaker panggilan teleponnya."Zahra? Zahra sedang sama Umi, Le. Kenapa?""...."Setelah diam beberapa saat mendengar sahutan Furqon lagi, Bu Nyai Farah kini menatap lurus ke arah Feiza. "Kamu bawa HP, Nduk?" ujarnya sembari menjauhkan ponsel dari sisi kepala."Bawa, Umi. Ada apa?" balas Feiza lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas selempang kecil miliknya yang ditaruhnya di atas meja."Furqon bilang kamu ndak bisa dihubungi, Zahra. Katanya dia habis nelepon kamu."Cepat, Feiza pun menyalakan ponselnya itu.Benar. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Furqon sejak setengah jam yang lalu.Feiza tidak menyadarinya karena ia mengatur ponselnya dalam mode silent alias diam.Ketika membuka aplikasi perpesanan, Furqon juga mengirim beberapa pesan untuk Feiza.Gus Furqon: Sedang apa Fe? Angkat

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 103

    Feiza memberengut melihat tampilan ruang obrolannya dengan Furqon.Masalahnya satu. Ia belum selesai bicara, tapi Furqon memilih mengakhiri panggilan telepon mereka.Perempuan itu menghela napas berusaha mengusir kekesalan lalu membaringkan diri di atas tempat tidur kamar sang suami."Semoga nggak ada hal buruk yang terjadi," gumamnya lirih.Tak berselang lama, ia menghela napasnya lagi dengan lebih keras lalu bangkit berdiri, membawa kakinya melangkah ke sekeliling kamar sembari mengamati segala piranti yang ada di dalam kamar Furqon.Detik ini bukan kali pertamanya berada di ruangan berukuran cukup besar dengan AC itu. Sudah yang kedua kali. Namun, Feiza baru merasa nyaman pada kesempatan kali ini.Pasalnya ketika pertama kali, Feiza masih belum bisa menerima status pernikahannya dengan Furqon yang terlalu tiba-tiba. Selain itu, Furqon hanya orang asing yang dalam keseharian cukup menyebalkan menurut penilaiannya.Tentu Feiza merasa tidak nyaman karena segala situasinya. Termasuk be

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 102

    Drtt ... Drtt .... Sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponsel Feiza. Gus Furqon: Balas Fe Pesan itu dari Furqon, suaminya. Drtt ... Drtt .... Pesan Furqon masuk lagi. Gus Furqon: Kenapa dari tadi cuma dibaca Fe? Drtt ... Drtt .... Gus Furqon: Kamu sedang apa? Feiza mengulas senyum kecil membacanya. Furqon ini ternyata pribadi yang masuk golongan orang tidak sabaran. Sebenarnya, tidak juga, sih. Namun, Feiza merasa begitu karena Furqon yang sejak tadi memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan serupa perihal di mana dan apa yang sedang dilakukan Feiza. Salah Feiza juga sebenarnya karena tidak segera membalas. Namun, bagaimana lagi? Feiza sebetulnya hendak membalas, tapi ada saja yang harus ia lakukan bersama Bu Nyai Farah sang ibu mertua, hingga sejak tadi, pesan Furqon terpaksa perempuan cantik itu abaikan. Drtt ... Drtt ....Feiza baru saja mengaktifkan keypad ponselnya, hendak mengetik pesan balasan ketika pesan Furqon kembali datang.Gus Furqon: Aku rindu kamuBibir

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 101

    Nurul Faizah Az-Zahra POV"Ada lagi yang mau kamu beli, Nduk?" tanya Umi kepadaku setelah kami berkeliling dengan banyak belanjaan yang dibeli Umi dan kini dibawakan oleh Kang Malik dengan kedua tangannya—yang mana sebagian besar belanjaan itu diperuntukkan Umi Farah untukku.Cepat, tentu aku segera menggelengkan kepala. "Tidak, Umi. Sudah tidak ada," jawabku mantap."Beneran?""Nggeh, Umi." Aku merekahkan senyuman mencoba meyakinkan."Ha ha ha ha ha." Umi langsung menggelakkan tawa yang terdengar begitu renyah dan menyenangkan di telinga. "Ya sudah. Sekarang, kalau begitu mari kita pulang!"Aku kembali tersenyum. Senang. "Nggeh, Umi," balasku."Kang Malik, ayo kita pulang!" ujar Umi kemudian, ganti kepada Kang Malik yang berdiri di belakang kami."Ah, enggeh. Baik, Bu Nyai." Laki-laki yang menurutku masih seumuran dengan Gus Furqon itu mengangguk.Sedetik setelahnya, kami sama-sama mengayunkan tungkai kaki kami pergi menuju jalan keluar plaza."Umi, sebentar," ucapku tak lama setelah

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 100

    Nurul Faizah Az-Zahra POVSepanjang perjalanan, Umi terus mengajakku berbicara, hingga mobil sedan yang disopiri salah satu santri putra abdi ndalem pesantren keluarga Gus Furqon yang baru kutahu namanya Kang Malik—karena Umi memanggilnya begitu tadi ketika keduanya berbincang sebentar—membelokkan mobil yang kami naiki masuk ke dalam area pesantren.Setelah beberapa waktu menempuh perjalanan, kami telah tiba di pondok pesantren asuhan Umi dan Abah Gus Furqon di Kediri.Saat itu aku baru sadar, aku sama sekali tidak membawa masker sekarang, sehingga wajahku tidak dapat kusembunyikan.Bukankah beberapa santri sudah pernah melihat wajahku sebelumnya ketika diajak Umi salat berjemaah di musala pondok putri?Ya, jawabannya adalah iya. Namun, ketika itu mereka pasti hanya melihatnya sekilas. Setidaknya itu yang aku yakini. Dan lagi pula, saat itu di ruangan tertutup sehingga meski ada yang melihat, mestinya tidak banyak.Berbeda jauh jika melihatku di ruang terbuka. Di halaman ndalem kesepu

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 99

    "Zahra," panggil Bu Nyai Farah halus pada Feiza yang kini duduk manis di sampingnya pada kursi penumpang belakang sebuah mobil sedan berwarna hitam yang melaju di jalan raya. "Nggeh, Mi?" balas Feiza segera. Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya. "Ada yang mau Umi tanyakan?" Jantung Feiza langsung berdebar-debar. "Ta-tanya apa, Umi?" balas Feiza pelan dengan perasaan yang entah mengapa menjadi was-was dalam seketika. Bu Nyai Farah mendekatkan dirinya ke arah Feiza—hal yang membuat jantung Feiza semakin berdebar tidak karuan—lantas berbisik pelan ke telinga menantunya itu. "Umi perhatikan wajah kamu sedikit pucat, Zahra. Sedang tidak enak badan?" Feiza merasa kembali dikejutkan. Bukan karena pertanyaan yang diajukan Bu Nyai Farah kepadanya. Namun, sebab apa yang diduga, dipikirkan, dan ditakutkannya ternyata meleset. Perempuan cantik itu diam-diam menghela napasnya dengan penuh kelegaan. Pikiran buruk yang sebelumnya bercokol di kepalanya tidak terjadi. Bu Nyai Farah t

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 98

    "Masyaallah, cantiknya putri menantuku ...." Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya sembari terpana memandang Feiza yang muncul dari dapur dengan sebuah nampan kecil berisi tiga buah cawan teh hangat di tangannya. "Monggo diminum dulu, Umi," ucap Feiza sembari menyajikan teh yang baru dibuatnya itu ke atas meja. "Iya, Zahra." Bu Nyai Farah menganggukkan kepala lalu meraih cawan teh yang ada di depannya yang baru saja disajikan Feiza kemudian pelan menyeruputnya. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Bu Nyai Farah sebelum meminum cairan berwarna kecokelatan itu. "Enak, Nduk." Kemudian pujinya. "He he, terima kasih, Umi." Bu Nyai Farah menganggukkan kepalanya sekali. Kedua netranya menatap sang menantu dalam-dalam. "Kamu terlihat lebih cantik dari yang terakhir kali Umi lihat, Zahra." Tak lama, Bu Nyai Farah kembali melempar pujian untuk Feiza yang kini sudah duduk di sebuah sofa yang tepat berada di depan perempuan paruh baya itu. "Aamiin. Umi bisa saja he he," ucap Feiza. "

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 97

    "Iya, aku memang ngeselin, Feiza. Tapi cuma ke kamu aku seperti ini," ucap Furqon sembari menatap Feiza dalam-dalam. Tangan kanannya bergerak menggenggam tangan kanan istrinya itu perlahan. "Kamu pasanganku. Mungkin memang jodohnya, laki-laki tengil dan menyebalkan sepertiku menikah dengan perempuan galak dan keras kepala seperti kamu."Plak!"Aduh!"Tanpa aba-aba, Feiza memukul lengan Furqon yang ada di depannya dengan tangan kirinya."Sakit, Sayang," lirih Furqon menatap dalam Feiza sembari menampilkan ringisan di wajah tampannya."Rasain," balas Feiza dengan wajah cemberut."Ha ha." Furqon kembali tertawa melihat wajah istrinya yang menurutnya terkesan lucu itu. "Sayang banget aku sama kamu," lirihnya lalu mengecup tangan kanan Feiza yang ada di genggamannya."Katanya aku galak?" desau Feiza."Iya, tapi aku sayang.""Berarti nyebelin dong? Kenapa masih sayang?""Karena ngangenin," balas Furq

  • Menikah Tapi Tak Serumah   Bab 96

    Assalamualaikum warahmatullah .... Assalamualaikum warahmatullah .... Usai salat, Furqon mengangkat kedua tangannya ke udara, memimpin doa kemudian langsung berbalik menoleh ke arah Feiza yang ada di belakangnya. "Mas." Feiza mendekat lalu meraih tangan Furqon dan menciumnya. Furqon merekahkan senyum. Tangan kirinya yang bebas tidak dicium Feiza bergerak mengusap lembut puncak kepala sang istri yang masih berbalutkan kain mukena. "Aku akan rindu kamu, Fe," tutur Furqon. Selesai bersalaman, Feiza menegakkan duduknya lagi dan sedikit mendongakkan kepala agar dapat menatap lurus wajah tampan Furqon yang ada di hadapannya. "Cuma dua hari, Mas," sahut Feiza. "Iya. Tapi aku akan sekarat merinduimu." "Ha ha ha ha." Feiza langsung memecahkan tawa mendengar itu. "Gombal banget, sih, Mas," tukasnya. Furqon kembali memasang senyum menatap perempuan yang ada di depannya. "Itu kenyataannya, Fe. Aku akan kangen banget sama kamu." "Chessy, ih. Gombal," respons Feiza sekali lagi. "Nggak p

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status