Hingga tiba waktunya di mana Jasmine dan Kevin menikah. Di hotel mewah dengan dekorasi pernikahan yang luar biasa megahnya. Mengundang ribuan tamu baik dari kalangan menengah sampai kalangan atas.
Semua diundang tanpa terkecuali. Jangan lupakan Desi dan suami barunya. Karena memang ia ingin memberi tahu jika dirinya akan menikah dengan seorang gadis yang sudah dia beli dengan melunasi utang orang tuanya.
Tak ada satu pun yang tahu tentang kebenaran itu. Sebisa mungkin, Kevin akan menyembunyikannya. Sebab semua orang tahu jika dia dan Jasmine memang memiliki status hubungan sampai akhirnya menikah.
Kini, waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Waktu akad nikah akan segera dimulai. Calon kedua mempelai juga sudah ada di tempat dan siap melaksanakan ijab kabu di jam yang sudah ditentukan.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Jasmine Mariana binti Dedi Kurnia. Dengan seperangkat sholat dan mas kawin dibayar tunai!"
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah!" ucap kedua saksi tersebut.
Jasmine sudah resmi menjadi istri Kevin. Begitu acara selesai, Kevin memasangkan cincin kawin itu di jari manis Jasmine. Pun dengan Jasmine. Memasangkan cincin kawin pada jari manis Kevin.
Lalu, perempuan itu mencium tangan Kevin yang dibalas kecupan di kening Jasmine. Sempat terdiam bagai patung, saat bibir itu menyentuh keningnya. Sama sekali tak pernah ada dalam daftar yang ditulis oleh Kevin.
"Hanya formalitas," kata Kevin pelan.
Jasmine mengangguk. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Menjadi istri sungguhan Kevin membuat Jasmine harus bersikap profesional. Mematuhi perintah sang suami walaupun tak ada cinta di antara mereka.
Menjelang malam hari. Acara resepsi yang diselenggarakan sampai malam itu masih ramai tamu undangan yang hadir. Pun dengan Desi dan Gemma—suami baru Desi, baru tiba di sana.
Hatinya meletup-letup dari pertama dapat kabar Kevin akan menikah hingga kini. Membuat hatinya terbakar api cemburu. Sebab Jasmine yang masih gadis, cantik dan sudah pasti penurut.
'Aku akan membuat kamu tidak betah jadi istrinya Mas Kevin. Sampai kapan pun dia tidak boleh menikah lagi!' ucapnya dalam hati. Dia yang berulah, dia pula yang tak terima semuanya.
Memiliki rencana yang jahat untuk rumah tangga Kevin, mantan suaminya itu. Lalu, kakinya melangkah dengan malas menuju panggung pelamin bersama suami barunya.
"Mama!" teriak Arshi ketika sang mama. Anak polos itu menghampiri Desi kemudian memeluk kaki mamanya itu. "Ma. Kata Papa, itu mama baru Arshi," ucapnya polos.
Desi tersenyum miring mendengarnya. 'Nggak akan aku biarkan kamu memiliki mama baru, Arshi. Mama kamu hanya satu. Hanya Mama seorang!' Perempuan itu terlalu egois. Tidak terima Arshi memiliki dua mama.
"Iya, Sayang. Mama ke Papa dulu, yaa." Desi menggenggam tangan Arshi, melanjutkan langkahnya menuju Kevin dan Jasmine yang sudah berdiri menyambutnya.
Mata yang menampakkan iri dan dengki itu sangat tampak jelas. Sehingga membuat Jasmine menelan salivanya kala melihat Desi yang menurutnya tak suka dengannya.
'Kayaknya galak banget ini, istrinya Pak Kevin,' Baru melihat untuk pertama kali saja, sudah membuat Jasmine cemas dibuatnya. Tapi, ia harus terlihat bahagia di depan mantan istri suaminya itu.
Jasmine memberikan sebuah senyum yang tulus kepada Desi. Namun, senyum itu dibalas dengan tatapan tajam yang siap membombardir dirinya. Membuat Jasmine semakin mengeratkan pegangan tangannya di lengan Kevin.
Terasa oleh pria itu. Merasa jika istrinya tengah merasa ketakutan akan kehadiran Desi. Tapi, karena Kevin yang ingin terlihat mesra dengan istri barunya itu, lantas merangkul pinggang Jasmine.
Perempuan itu terhenyak sesaat lalu menoleh dengan pelan ke arah Kevin.
"Jangan menampakkan ketakutan seperti itu. Dia tidak akan memakanmu. Bersikaplah seolah kita sedang bahagia," bisik Kevin tepat di telinga Jasmine.
Perempuan itu menurut. "Ba-baik, Pak!"
Lalu, tangan Desi terulur memberi selamat kepada Kevin dan Jasmine. "Selamat ... atas pernikahannya, Mas. Semoga bahagia selalu," ucapnya pelan. Seolah malas memberi selamat untuk pernikahan itu.
Kevin mengulum senyum dan menganggukkan kepalanya. "Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk datang," ucapnya tanpa melepaskan tangannya di pinggang Jasmine.
Desi tersenyum pasi. Kemudian, menjulurkan tangannya pada Jasmine. Sambil berbisik di telinga perempuan itu.
"Jangan pernah memberikan keturunan pada Mas Kevin. Anak dia cukup Arshi saja. Seandainya kamu berani memberikan dia keturunan, jangan harap kamu bisa hidup dengan tenang!" ancamnya kemudian.
Jasmine terhenyak. Tubuhnya seketika menjadi kaku. Ingin rasanya bertanya kenapa dia melarang memberikan keturunan untuk Kevin. Tapi, niat itu ia urungkan.
"Ngomong apa dia?" tanya Kevin datar. Bertanya setelah Desi dan Gemma turun dan langsung pergi dari pesta itu.
Jasmine menggeleng cepat. 'Karena itu tidak mungkin terjadi. Mana mungkin aku bisa hamil. Pak Kevin hanya ingin aku jadi istrinya. Bukan untuk melayaninya.' Jasmine sangat yakin, jika Kevin tidak akan meminta haknya.
Sebab, pernikahan itu hanya sebagai kepura-puraan bahwa Kevin sudah melupakan Desi. Sudah membuka hatinya untuk menyambut perempuan lain dan mengisi hatinya. Setelah dua tahun lamanya menutup diri dengan sikapnya yang dingin itu.
"Jangan pernah menyembunyikan apa pun dari saya. Sekarang kamu sudah menjadi istri saya," kata Kevin mengingatkan Jasmine mengenai statusnya kini.
Jasmine mengangguk. "Iya, Pak. Saya tidak akan menyembunyikan apa pun dari Bapak. Apa pun akan saya tanyakan atau beri tahu Pak Kevin."
Pria itu tak menjawab. Jasmine sangat menurut sehingga sangat mudah baginya untuk mengurus istri barunya itu. Tidak akan membangkang apalagi selingkuh. Seperti yang pernah Desi lakukan padanya.
Setelah acara selesai. Mereka memutuskan untuk langsung pulang. Karena waktu sudah menunjuk sepuluh malam. Arshi sudah terlelap dalam tidurnya di pangkuan Jasmine yang kini tengah duduk di belakang bersama Kevin.
Sementara yang mengendarai mobil itu adalah Andrian. Pria itu terheran-heran sebab bosnya itu tidak menginap saja di hotel. Malah memilih untuk pulang ke rumah. Begitu pula dengan Arshi. Malam pertama mereka harus ditemani oleh sang anak.
'Aah ... aku lupa. Pak Kevin menikahi Jasmine hanya karena desakan orang tuanya dan mantan istrinya yang terus mengganggunya. Mana mungkin akan melakukan malam pertama,' ucapnya dalam hati.
Tiba di rumah. Kevin lebih dulu keluar dari mobilnya. Kemudian menggendong Arshi yang sudah sangat lelap di gendongan Jasmine.
"Terima kasih, Pak Andrian," ucap Jasmine kemudian turun dari mobil tersebut.
"Selamat bermalam pertama, Jasmine," kata Andrian. Seolah menggoda perempuan itu. "Pak Kevin sudah menduda selama dua tahun lamanya. Tidak pernah jajan di luar. Bisa saja beliau akan menggila di malam pertama ini."
Entah apa yang dilakukan Andrian. Sedang menakut-nakuti Jasmine, atau memang memberi tahu jika Kevin sudah menantikan momen ini.
Jasmine bergeming. Turun dari mobil dengan kaki gemetar, membayangkan Kevin yang akan menggagahinya malam ini juga. Senyumnya terbit dengan tipis karena ketakutan tengah merajangnya.
'Gimana ini. Aku mau pura-pura tidur aja, deh. Gak sanggup bayanginnya,' ucapnya dalam hati sembari melangkahkan kakinya dengan gemetar.
Setibanya di dalam rumah. Jasmine bingung sendiri di mana ia harus tidur. Kamar di dalam rumah itu sangat banyak. Sehingga ia tak tahu, di mana ia akan tidur.
"Di mana Pak Kevin. Aku tidur di mana?" gumamnya kemudian duduk di sofa ruang tengah.
Suara langkah kaki menyusuri anak tangga membuat Jasmine kembali bangun dari duduknya. Kemudian menghampiri sang suami yang sedang berdiri di anak tangga.
"Kenapa masih di luar?" tanya Kevin datar.
"Eeuuh ... anu, Pak. Kamar saya di mana, yaa?" tanyanya dengan hati-hati.
"Kamar saya? Kamu mau tidur sendiri?"
Kening Jasmine mengkerut kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak. Saya mau tidur. Kamar saya di mana, yaa?"
Kevin menghela napas kasar. Kemudian menarik tangan Jasmine, membawanya ke dalam kamar yang ada di lantai bawah. "Ini kamar kita."
Jasmine menganga. Kemudian menoleh ke arah Kevin. "Kita?"
Kevin mengangguk. "Ya. Kita akan tidur bersama. Dalam satu kamar, satu selimut dan satu tempat tidur! Siapkan diri kamu. Saya mandi dulu."
Glek!
'Pak Kevin mau ngapain?' ucapnya dalam hati.
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be