Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
“Ma-maksud Bapak apa ya? Saya tidak mengerti apa yang Bapak bicarakan,” katanya tergagap. “Da-dari mana Bapak tahu ... jika ayah saya memiliki utang?" tanya Jasmine lagi dengan semua kebingungan yang ada pada dirinya."Menikah denganku, dan kamu tidak perlu memikirkan utang orang tuamu lagi. Perlu kamu ketahui, aku tidak akan mengatakannya lagi. Jadi, buat keputusanmu sekarang juga!" Meski sedang duduk berhadapan dan terhalang sebuah meja, Jasmine bisa membayangkan postur tegap dan atletis lelaki tampan di hadapannya itu. Sepasang mata elang, hidung mancung, dan bibir tanpa senyum itu menguarkan aura yang sulit diabaikan.Tapi, bukan ini yang dibayangkan Jasmine ketika menerima tawaran interview kerja. Baru beberapa menit duduk di hadapan calon bosnya ini, bukannya mendapat pertanyaan seputar pengalaman kerja, dia malah dilamar! Apakah dia sudah gila?Kevin Prakarsa—pemimpin perusahaan retail Diamond Group yang sudah berdiri sejak dua puluh tahun lamanya—melipat tangan dengan angkuh.
“Baiklah kalau begitu. Saya terima tawaran itu,” ucapnya sembari mengambil cek di depannya.Kevin mengangguk pelan. “Sore ini juga, kita ke rumah orang tua kamu. Tunggu saya di loby. Kita berangkat sama-sama.”Jasmine menganggukkan kepalanya. “Baik, Pak.”Kevin menatap dengan lekat wajah ayu perempuan itu kemudian menghela napasnya dengan pelan.“Jika keberatan, tidak perlu diterima. Silakan keluar dari ruangan saya, dan jangan kembali ke sini lagi!”Jasmine segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak kok, Pak. Saya tidak keberatan. Malahan saya ingin mengucapkan terima kasih sama Bapak.“Laki-laki tampan dan kaya seperti Bapak, siapa yang mau menolaknya. Hanya orang gila yang menolaknya,” ucapnya kemudian meringis pelan sambil menggaruk rambut yang tak gatal itu.Ucapan Jasmine nyatanya berbanding terbalik dengan perasaannya kini. Tapi, ia sudah menyetujui permintaan Kevin, juga tidak ingin keluar dari kantor tersebut.Mengingat betapa susahnya mencari pekerjaan di Jakarta, m
Hingga tiba waktunya di mana Jasmine dan Kevin menikah. Di hotel mewah dengan dekorasi pernikahan yang luar biasa megahnya. Mengundang ribuan tamu baik dari kalangan menengah sampai kalangan atas.Semua diundang tanpa terkecuali. Jangan lupakan Desi dan suami barunya. Karena memang ia ingin memberi tahu jika dirinya akan menikah dengan seorang gadis yang sudah dia beli dengan melunasi utang orang tuanya.Tak ada satu pun yang tahu tentang kebenaran itu. Sebisa mungkin, Kevin akan menyembunyikannya. Sebab semua orang tahu jika dia dan Jasmine memang memiliki status hubungan sampai akhirnya menikah.Kini, waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Waktu akad nikah akan segera dimulai. Calon kedua mempelai juga sudah ada di tempat dan siap melaksanakan ijab kabu di jam yang sudah ditentukan."Saya terima nikah dan kawinnya, Jasmine Mariana binti Dedi Kurnia. Dengan seperangkat sholat dan mas kawin dibayar tunai!""Bagaimana saksi, sah?""Sah!" ucap kedua saksi tersebut.Jasmine sudah resm
Setelah Kevin sudah memasuki kamar mandi, Jasmine memilih untuk segera mengganti pakaiannya. Mencari pakaian yang layak untuk ia kenakan. Mengganti gaun pengantin yang masih menempel di tubuhnya."Aku belum siap. Aku belum siap. Aku harus mencari cara supaya malam ini Pak Kevin tidak menyentuhku. Kenapa harus menyiapkan diri? Bukankah dia hanya menginginkan pernikahan ini."Jasmine hampir putus asa. Ia yang kini tengah mencari cara itu terus memikirkan agar tubuhnya tidak dijamah oleh suaminya itu. Khawatir akan ucapan Andrian. Bisa kalap dan hilang kendali.Kemudian, perempuan itu memilih untuk pura-pura tidur. Sebab waktu pun sudah menunjuk angka sebelas malam. Sudah waktunya istirahat. Ditambah kondisi tubuhnya yang lelah akibat menerima tamu undang yang banyak itu.Ternyata, bukan karena pura-pura tidur. Justru Jasmine terlelap dalam beberapa menit setelah menutup matanya. Rupanya, lelah itu mengantarkan dirinya untuk membawanya ke alam mimpi.Lima belas menit kemudian. Kevin kelu