Andrian menghela napas panjang. "Hampir setengah tahun. Di situ, Pak Kevin merasa jijik kalau teringat selama enam bulan itu dia sering memakai Bu Desi. Ada trauma tersendiri dalam diri Pak Kevin."Andrian menoleh ke arah Jasmine dengan cepat. "Kamu ... bagaimana dengan malam pertama kalian? Lancar?" tanya Andrian berbisik pada perempuan itu.Jasmine meringis pelan sambil mengusap leher belakangnya. "Gimana ya, Pak."Andrian manggut-manggut. "Bisa jadi, kalian belum berhubungan, kan?"Jasmine mengatup bibirnya. Tidak menjawab, sebab yang diucapkan Andrian memang benar. Kemudian, pria itu menoleh kembali ke arah pintu kamar Kevin. Dan duduk di samping Jasmine."Ada apa, Pak? Bapak mau ketemu sama Mas Kevin? Saya nggak berani bangunin, Pak. Bapak aja yang bangunin," kata Jasmine sambil melahap makan siangnya yang masih banyak itu.Andrian memutar bola matanya dengan pelan. "Saya hanya ingin bertanya sesuatu sama kamu.""Tanya apaan lagi? Iya, saya belum melakukannya. Lagian ya, Pak. Itu
Kevin menghela napas berat. "Saya tidak bisa menjelaskannya. Kita lihat saja nanti.""Kapan?" tanya Jasmine kembali."Setelah waktunya tiba."Jasmine berhenti bertanya. Sampai mulutnya berbusa pun, Kevin tidak akan mau menjelaskannya. Hanya bisa menunggu waktunya tiba. Dan Jasmine tak tahu kapan itu akan terjadi.Makan siang itu akhirnya selesai. Kevin dan Jasmine bergegas pergi ke mall. Di mana mereka akan belanja semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh Jasmine."Pokoknya, apa pun yang ingin kamu ambil, ambilah. Jangan sungkan apalagi ragu," ucap Kevin setelah akhirnya mereka tiba di mall terdekat."Baik, Mas. Terima kasih sebelumnya."Kevin terdiam. Matanya fokus menatap pakaian tidur milik perempuan. Melihat beberapa motif yang dipajang di dalam sana. Kemudian, Jasmine mengambil baju tersebut dan memperlihatkan kepada Kevin."Mas mau suruh saya pakai lingerie seperti ini?" tanya Jasmine sambil mengadahkan lingerie tersebut kepada Kevin."Taruh kembali!" titah Kevin dengan lemas. "Kamu
Justin kembali tersenyum kepada Kevin yang sedari memegang kepalanya sambil menunduk. Sementara Jasmine mendengarkan secara saksama. Ucapan Justin yang berhasil membuat Jasmine kembali ragu akan perasaan Kevin untuknya."Jasmine. Kamu tenang aja. Kalau Kevin berani berkhianat, aku akan datang untuk mengobati luka yang sudah Kevin torehkan ke kamu. See you." Justin melambaikan tangannya kepada Jasmine sambil mengulas senyumnya.Kevin dan Jasmine saling terdiam. Meresapi setiap ucapan yang diucapkan oleh Justin tadi.'Aku akan mengalah, jika Arshi yang membutuhkan Mas Kevin. Tapi, aku juga bisa berontak, kalau dia lebih mementingkan Mbak Desi daripada aku,' ucapnya dalam hati.Hingga makanan tiba. Jasmine mendehem pelan. Kemudian berinisiatif untuk menyuapi Kevin. "Jangan terbawa suasana sama ucapan Pak Justin tadi. Mas Kevin punya rasa tersendiri. Jika memang tidak ada ruang di hati Mas Kevin untuk saya, ya sudah. Mau gimana lagi."Kevin menoleh pelan ke arah Jasmine yang sedang mengad
Jasmine menyimpan ponselnya di atas meja. Dan lagi, Dewi menatap layar ponsel tersebut."Kenapa nggak pake foto pernikahan kalian? Malah gambar kucing yang kamu pajang. Kucing ... suami kamu?""Ribet hidup kamu, Dew. Nggak perlu pajang foto pasangan di HP kita. Karena, belum tentu pasangan kita pajang foto kita juga." Jasmine memutar bola matanya dengan malas.Ting!Pesan masuk dari Andrian.Pak Andrian: [Ada. Jam lima sore nanti. Mungkin akan pulang agak malam. Ada apa?]Jasmine: [Nggak apa-apa, Pak. Cuma mau tanya saja. Terima kasih atas jawabannya, Pak Andrian. Selamat bekerja.]Jasmine kembali menyimpan ponselnya di atas meja.Sementara di ruangan Kevin. Rupanya, Andrian tengah berada di ruangan tersebut. Sedang membahas pekerjaan dengan bosnya itu."Dia hanya bertanya, Pak. Mungkin, ingin menyiapkan sesuatu untuk Anda. Maka dari itu, dia bertanya," kata Andrian sembari memperlihatkan isi pesan dari Jasmine.Kevin hanya terdiam. Ia jadi kepikiran. Tiba-tiba Jasmine menanyakan ada
Di rumah sakit.Jasmine tengah menunggu Kevin yang sedang diperiksa oleh dokter yang biasa menangani kondisi Kevin. Menunggu di kursi besi bersama dengan Andrian. Ia menangis sendu, memikirkan kondisi sang suami yang masih dalam pemeriksaan.Andrian melirik ke arah Jasmine. Setelahnya, ia menepuk pundak perempuan itu dengan kaku. Jasmine menoleh sambil terisak."Pak Andrian pasti tahu, kenapa Mas Kevin bisa seperti itu. Dia berteriak brengsek, pengkhianat. Setelah itu, matanya melotot, tubuhnya kaku, terus kejang. Kenapa, Pak? Kenapa dia seperti itu? Apa yang terjadi pada suami saya, Pak?"Jasmine mencecar dengan beberapa pertanyaan kepada Andrian. Berharap pria itu mau membuka suara, kemudian memberi tahu tentang semuanya. Tentang kondisi Kevin yang sebenarnya."Saya pikir kamu sudah tahu. Harusnya kamu tahu," kata Andrian dengan pelan.Jasmine menggeleng. "Kalau saya tahu, mana mungkin saya nanya ke Bapak. Saya tidak akan banyak tanya. Satu lagi. Dia meminta saya menghubungi Pak And
Jasmine tertawa campah saat mendengarnya. "Mencintai Mas Kevin? Sudah saya lakukan, Dok. Tapi, buktinya masih gagal," ucapnya penuh kecewa. "Mas Kevin masih mencintai Mbak Desi, Dok. Sulit untuk bisa masuk ke dalam hatinya Mas Kevin."Dokter menerbitkan senyumnya, lalu terkekeh dengan pelan. "Kamu salah, Jasmine. Justru, Kevin sedang berusaha membuat kamu jatuh cinta padanya."Jasmine menoleh dengan cepat ke arah Dokter Fadil. "Hah?"Jasmine tersenyum pasi mendengar ucapan Dokter Fadil. Ia kembali menatap pria itu, kemudian mengulas senyumnya dengan lebar."Sejak pertama kali saya menjadi istrinya Mas Kevin, saya sudah mencintainya, Dok. Dia yang tidak bisa melihat dan merasa jika perasaan ini sebenarnya sudah ada untuk dia." Jasmine menghela napasnya dengan panjang."Hati Mas Kevin masih tertutup. Masih belum siap untuk dibuka lagi. Padahal, yang akan masuk ke sana adalah istrinya sendiri," kata Jasmine kembali bersuara.Dokter Fadil menangkup dagu dengan kedua tangannya. Menatap Jas
"Nggak apa-apa, Mas. Saya paham. Dan ... saya harap Mas Kevin bisa melupakan itu semua. Saya bukan Mbak Desi, Mas. Saya Jasmine. Lihat saya sebagai masa depan Mas Kevin, bukan terus menatap masa lalu Mas Kevin."Saya memang menjadi nomor dua yang masuk dalam hidup Mas Kevin. Tapi, saya juga punya hati dan perasaan yang bisa terluka, jika suami saya tidak bisa melupakan masa lalunya sendiri."Jasmine berbicara sambil menitikan air matanya. Berbicara tanpa menoleh sedikit pun kepada Kevin. Ia ingin melihat Kevin. Melihat perasaan yang sebenarnya Kevin rasakan untuknya."Ada apa ini? Kenapa kamu berbicara seperti itu, Jasmine? Bukankah kalian sudah melakukannya? Kenapa jadi seperti ini?" tanya Ranti yang masih bingung dengan keadaan di ruangan itu.Jasmine menelan saliva dengan pelan. Selanjutnya, menghela napasnya dengan panjang."Kami belum melakukan apa pun, Ma. Saya rasa, Mas Kevin tidak bisa keluar dari bayang-bayang itu. Kata Dokter Fadil, saya harus bisa menyembuhkannya. Tapi, sep
Justin mengangguk. “Ya. Kamu tenang saja. Saya bukan laki-laki pengkhianat, yang akan merebut milik orang. Terlebih, kamu adalah milik sahabatku sendiri. Tidak akan terjadi, Jasmine.”Padahal, di hatinya ia sangat menyesal karena baru kenal dengan Jasmine, setelah Kevin mempersuntingnya.“Saya antar kamu pulang, mau? Kamu dan Kevin marahan karena apa?” Dan Justin baru bertanya mengenai Jasmine yang menangis sendirian di sana.Jasmine menggeleng pelan. “Hanya sedikit kecewa. Karena Mas Kevin belum seratus persen melupakan mantan istrinya itu.”Justin manggut-manggut. “Ya sudah. Nanti juga cinta seratus persen sama kamu. Ini hanya sebuah cobaan yang harus kamu hadapi. Harus bisa kamu hadapi. Ayo, pulang! Jangan buat Kevin cemas.”Jasmine mengangguk dan menuruti titah Justin. Pulang bersama dengan Justin. Jasmine mengira jika Kevin masih di rumah sakit. Dan Jasmine juga tidak membawa ponsel maupun dompet.“Pak. Terima kasih sudah menghampiri saya. Saya lupa, kalau saya tidak membawa apa