Share

Bab 5

Setelah kepergian keluarga Farrel, Qia selalu memikirkan tentang pernikahannya dengan Farrel.

Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran orang tuanya yang menyuruh Qia menikah muda.

Ia melakukan solat malam untuk meminta petunjuk agar diberikan jalan yang terbaik untuknya dan agar pikirannya menjadi tenang.

Di pagi hari, Qia bersiap untuk berangkat sekolah, ia telah memakai seragam lengkap dengan atributnya.

"Pagi Pagi," sapa Qia.

"Pagi juga Qia," respon Papa.

"Mama mana Pa?" tanya Qia yang tidak melihat keberadaan Mamanya dimeja makan.

"Mama disini Qia." Tiba-tiba Mama berdiri dibelakang Qiana.

Qia terperanjat kaget, "astagfirullah Mama dari kapan Mama dibelakang Qia?, untung jantung Qia gak copot," ujar Qia kaget.

"Maaf Qia," ujar Mama.

"Udah mari makan, nanti Qia telat lagi," ujar Papa menengahi.

Baru ingin makan, ada tamu yang mengetuk pintu rumah Qia, "siapa sih pagi-pagi sudah bertamu?" Qia merasa kesal karena masih pagi udah ada yang bertamu.

"Qia gak boleh begitu mana tau ada yang penting, biar Mama yang bukain pintunya," ujar Mama.

"Gak usah Ma biar Qia saja." Qia lalu membukakan pintu dan kaget melihat siapa yang datang.

"Farrel ngapain kesini?" tanya Qia bingung.

"Itu, anu, hm bokap gue suruh kesini," ujar Farrel gugup.

"Siapa Qia?, Suruh masuk saja," ujar Papa.

"Silahkan masuk," ujar Qia kepada Farrel.

Qia pergi kemeja makan dan diikuti oleh Farrel di belakangnya.

"Eh ada Farrel, ayo Farrel kita makan dulu," ajak Mama.

"Baik Tan," ujar Farrel malu.

"Panggil Mama sama Papa saja, kan calon mertua," ujar Mama.

"Baik Ma, Pa," ujar Farrel canggung.

Selesai makan Farrel menyampaikan maksud kedatangannya kerumah Qia, "jadi kedatangan Farrel kesini, ingin minta izin untuk mengajak Qia berangkat bareng Farrel," ujar Farrel.

"Tapi..." Belum siap Qia berbicara, Mama langsung memotong, "Qia kamu berangkat dengan Farrel aja ya." Mama melototkan matanya agar Qia nurut dengannya.

"Baik Ma, kalau begitu kita berangkat dulu," ujar Qia.

"Assalamualaikum," ujar Qia dan Farrel bersamaan, lalu tidak lupa mencium tangan Mama dan Papa.

"Waalaikumsalam," jawab Mama dan Papa bersama.

"Nanti turunin gue di halte dekat sekolah, gue gak mau ada yang lihat kita berangkat bareng," ujar Qia.

"Gue juga terpaksa jemput lu,, kalau bukan karena Ayah yang nyuruh gue juga gak akan mau berangkat bareng lu." Setelah itu tidak ada yang memulai pembicaraan terlebih dahulu, hanya suara motor yang terdengar.

Sesampainya di halte, "berhenti." Farrel pun memberhentikan motornya, Qia turun dari motor, "gue duluan," ujar Farrel lalu meninggalkan Qia di halte.

Akhirnya Qia terpaksa jalan kaki kesekolah, jarak dari halte dengan Sekolah lumayan jauh, sesampainya dikelas Qia berkeringat dan sangat lelah.

"Baju lu kenapa basah gitu Qia?" tanya Andre ketua kelasnya.

"Habis kehujanan," jawab Qia asal.

"Sepertinya cuaca panas deh, kok lu bisa kehujanan sih?" tanya Rendy bingung.

Qia memutar bola mata malas, "gue jalan  kaki dari halte kesekolah," ujar Qia jujur, sambil mengkipasi dirinya dengan buku.

"Kenapa gak bilang biar berangkat bareng gue," ujar Putri.

"Tadinya sih gue berangkat dengan calon suami, tapi gue berhenti di dekat halte," ujar Qia.

"Emangnya calon lu kerja dimana?, Kok gak langsung ke sekolah?" tanya Putri penasaran.

"Dia juga sekolah disini, gue gak mau kalau sampai ada murid yang lihat," ujar Qia.

"Siapa?, kasih tau gue dong," ujar Putri.

Qia melihat kearah Farrel yang sedang bercanda dengan sahabatnya, lalu ia melihat putri sambil menghela nafas, "Farrel," ujarnya.

"What?, Farrel mantan lu?" tanya Putri tak percaya.

"Iya, gue juga bingung kenapa sih harus dengan Dia kan masih banyak cowok lain diluaran sana," lirih Qia.

"Terus kalian terima perjodohan ini?" tanya Putri.

"Iya, bagaimana pun kita gak mau bikin orang tua kita kecewa, kita juga gak mau jadi anak yang durhaka," ujar Qia.

"Orang tua kalian tau tentang masa lalu kalian?" tanya Putri.

"Kita gak kasih tau mereka tentang itu, yang mereka tau kita hanya satu sekolah," jawab Qia.

"Itulah yang nama jodoh, sejauh apapun kalian pergi kalau memang jodoh kalian pasti bertemu lagi bagaimana pun caranya," ujar Putri menasehati Qia.

"Kapan kalian akan menikah?" tanya Putri.

"Minggu depan," jawab Qia.

"Bukankah itu waktu yang sangat cepat?, Apakah kalian benar-benar siap?" tanya Putri.

"Kita udah coba untuk ngomong kalau terlalu cepat, tapi keputusan mereka sudah bulat gak bisa dirubah lagi," lirih Qia.

"Lu jalanin aja dulu, kalian juga kan sudah pernah dekat, sekarang kalian harus mencoba berdamai dengan masa lalu, pikirkan untuk kedepannya," ujar Putri menasehati.

"Tapi jangan bilang masalah ini ke siapa pun, termasuk Rani dan Kanaya. Ini cuma rahasia kita berdua," ujar Qia.

"Baik Qia, gue akan menjaga rahasia ini dengan baik, tapi lu gak mau cerita dengan Rania dan Kanaya?" tanya Putri.

"Gue takut nanti mereka keceplosan, lu tau sendiri mulut mereka seperti apa," jawab Qia seadanya.

"Iya juga sih, baik gue janji gak akan menceritakan kepada siapapun," ujar Putri.

"Makasih Put, lu memang sahabat terbaik gue," ujar Qia.

"Sama-sama Qia, lu juga sahabat gue yang paling terbaik." Mereka pun saling berpelukan menyampaikan rasa sayangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status