Damian menggenggam tangan Indi membawanya masuk ke dalam villa untuk menuntaskan apa yang harus mereka tuntaskan di sana."Nggak akan ada drama pingsan lagi 'kan, Damian?" tanya Indi setelah mereka tiba di dalam villa.Damian terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Sayang. Aku jamin seratus persen aku sudah sehat dan baik-baik saja." Damian meyakinkan Indi bahwa tidak akan terjadi apa pun saat mereka bercinta nanti.Indi menatap Damian lekat. "Jangan memaksakan diri kalau belum bisa, Damian."Lelaki itu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan tatapan lekatnya. "Lihat aku, Indi. Apakah terlihat dari raut wajahku tampak pucat atau lelah? Adakah kamu melihatnya, heum?"Indi terdiam. Hanya menatap Damian lalu menghela napasnya panjang."Oke! Tapi, kalau sekiranya kepala kamu terasa sakit, aku mohon untuk berhenti."Damian menganggukkan kepalanya. "Iya, Sayang. Aku akan berhenti kalau memang tidak bisa diteruskan."Indi mengulas senyumnya. Sama-sama tengah berhasrat, akan te
Perempuan itu kemudian menarik pusaka itu dan memulainya. Melakukan apa yang diminta oleh sang suami kepadanya.“Oouughh … good, Honey!” bisik Damian menikmati sentuhan yang dilakukan oleh Indi kepadanya. “Good, Honey!” pekik Damian sembari membuka tutup matanya, merasakan kenikmatan yang tiada kentara.Indi semakin menggila. Benda asing itu masuk dengan penuh di dalam mulutnya. Dengan suara percikan dari permainan itu terdengar begitu jelas. Damian membuka mulutnya, mengatur napasnya karena tidak bisa bernapas sebab ulah Indi yang membuatnya begitu menggila atas permainan yang dilakukan sang istri.“Sayang … kamu memang luar biasa,” puji Damian kemudian mengulas senyumnya seraya menatap Indi yang masih memainkan pusaka miliknya.Lima menit berlalu. Indi melepaskan pusaka itu dari mulutnya. Lalu mengusap bibir merahnya itu sembari menatap Damian yang masih terbaring sembari mengatur napasnya.“Masih luar biasa, kan? Itu artinya, hormon aku masih ada. Dulu, mungkin karena lihat kondisi
Indi menelan saliva pelan kala mendengar ucapan Damian. Lalu menatapnya sembari menghela napasnya pelan.“Indi?” panggil Damian kemudian setelah melihat Indi malah terdiam, bukan menjawab pertanyaannya.“Kita mandi dulu aja. Kayaknya percakapan ini akan panjang dan aku gak bisa kalau ngobrol dalam keadaan polos kayak gini. Perut aku juga lapar. Kamu pesan makanan dulu gih. Sambil nunggu aku selesai mandi. Kamu juga akan mandi dulu, kan?”Damian menghela napasnya lalu mengangguk menuruti perintah dari sang istri. Memesan makan malam terlebih dahulu, sementara Indi pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebab tubuhnya merasa lengket akibat benih yang menempel di bawah sana dan juga keringat di tubuhnya.Lima belas menit kemudian, Indi sudah selesai membersihkan diri. Ia pun mengenakan kaus kebesaran dan juga celana pendek yang hanya menutupi bokong dan bagian depannya. Lalu duduk di samping Damian yang tengah menatap pemandangan di balik jendela.“Belum datang, mak
“Kamu tahu dari mana, kalau dia bukan papa kandung aku?” tanya Damian datar.Indi menatapnya lekat. “Kamu sudah tahu, kalau dia bukan papa kandung kamu? Atau memang baru kali ini, mendengar kenyataan kalau dia bukan papa kandung kamu?” Indi balik bertanya.Damian tersenyum lirih. Matanya kosong, tak tahu harus menerima kenyataan tersebut atau mencari tahu di mana ayah kandungnya berada kini.“Tapi, terserah kamu kalau kamu tidak percaya. Karena dia sendiri yang bilang begitu ke aku waktu di rumah sakit. Mana mungkin seorang ayah tidak mengakui anaknya sementara kamu adalah sumber uangnya.”Indi memberi piliha kepada Damian untuk percaya atau tidaknya tergantung lelaki itu. Yang jelas, dia sudah memberi tahu bila Dipta bukanlah ayah kandungnya karena Dipta sendiri yang memberi tahu kepada Indi sebab kesal kepada perempuan itu.“Dia ingin memusnahkan aku karena katanya aku adalah pengganggu rencana dia untuk mengambil asset perusahaan milik kamu yang akan dia berikan kepada anaknya, Dan
“Kamu?” Indi menunjuk Damian dengan mulut menganga.Damian menarik ujung tangan Indi dengan pelan lalu menatapnya lagi. “Kenapa? Udah sering juga kita berbuat. Bahkan aku nggak pernah pakai pengaman saat itu.”Indi menelan saliva berat. “Serius? Kok kamu berani banget sampai nggak pakai pengaman?” Indi tampak terkejut mendengar kejujuran Damian.Pria itu mengendikan bahunya. “Mungkin sudah dari dulu, aku bermasalah. Buktinya, kamu nggak hamil-hamil meski aku tembak dari dalam juga. Sengaja sebenarnya. Supaya nanti aku bisa nikahi kamu dan kamu nggak bisa jadi milik orang lain. Tapi, ternyata emang nggak semudah itu.“Apalagi saat itu aku belum tahu kalau kondisi maniku nggak baik. Mana ada berobat atau memeriksakan diri. Hanya tahu, kalau aku sudah menggauli kamu dan menunggu kam
Damian mengambil ponsel tersebut lalu melihat siapa yang tengah menghubunginya. Hanya menatapnya sebab tidak mau menjawab bila ada nomor baru yang menghubunginya, tapi tidak ada konfirmasi melalui pesan tersebut siapa orang tersebut.“Kenapa nggak dijawab? Siapa tahu penting,” ucap Indi kemudian.Damian menggeleng pelan. “Males. Mending tidur sama kamu.”Indi lantas menyunggingkan bibirnya. “Kapan, mulai ngantor?” tanyanya ingin tahu.“Setelah selesai menyenangkan kamu yang sudah dua bulan lamanya ini dengan setia menjaga dan merawat aku dengan baik hingga aku sembuh total. Terbukti sekarang, sehabis bercinta nggak ada drama pingsan lagi.”“Tepatnya kapan, Damian? Aku pengen tahu karena nanti aku mau menyibukkan diri lagi dengan kerjaan aku.”Dam
Tiga hari berlalu ….Indi dan Damian sudah tiba di Jakarta setelah puas berlibur di sebuah pantai di mana mereka menjalin hubungan untuk pertama kalinya.“Mau ke mana lagi kita, Damian?” tanya Indi yang sepertinya tidak ada kata lelah bila sudah merujuk pada liburan.Damian yang tengah membuka kausnya itu lantas menghampiri Indi yang tengah berdiri di samping tempat tidur. “Kita berangkat besok siang. Hari ini aku mau ke kantor dulu, ada urusan mendadak. Tapi, nggak akan lama. Hanya dua sampai tiga jam saja. Kamu bisa packing dulu aja apa yang mau kamu bawa.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya udah. Emang ada urusan apa lagi? Bukannya kamu masih libur?”“Sedikit problem yang nggak bisa diselesaikan oleh Diego, Sayang. Aku harus ke sana sebel
“Apaan?” tanya Manda ingin tahu.Indi mengendikan bahunya lalu mengembungkan pipinya. “Gue juga nggak tahu. Tapi, kayak ada yang janggal aja. Udah ah, pusing gue mikirin kayak gitu. Masak aja udah, aah!”Manda lantas menyunggingkan bibirnya. “Elo sendiri yang bahas, elo juga yang marah-marah. Emang makhluk aneh elo tuh!” sengal Manda kemudian.“Aneh juga banyak yang suka.” Indi menjulurkan lidahnya kepada Manda lalu kembali memotong beberapa sayuran yang akan dibuat capcay sembari menunggu Bi Inah kembali ke rumah dengan membawa pesanan yang diminta oleh Indi tadi.**Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Dari jam lima sore tadi, Damian pergi ke kantor dan baru sampai ke rumah bersama dengan Diego. Keduanya duduk di sofa ruang tengah sementara Indi tengah menyelesaikan acara mandinya.“Udah pada balik rupanya.” Manda menghampiri Damian dan Diego. “Udah kelar, masalahnya?”Damian mengangguk pelan. “Udah. Besok siang, gue berangkat liburan lagi. Sampai sepuluh hari ke depan. Jangan ne