Home / Romansa / Menikahi Ayah Angkat / BAB 1 : Pernyataan Cinta

Share

Menikahi Ayah Angkat
Menikahi Ayah Angkat
Author: Namaku Malaja

BAB 1 : Pernyataan Cinta

Author: Namaku Malaja
last update Last Updated: 2023-12-11 08:31:38

“Shanna! Semangat, ya!”

Suara teriakan Viona terdengar keras meski Shanna sudah berlari cukup jauh dari sahabat-sahabatnya. Dia melambaikan tangan tanpa berhenti ataupun sekadar menoleh. Langkahnya semakin cepat menuju gerbang kampus, di mana Damar sudah menunggunya di dalam mobil.

“Maaf lama, Ba,” ucap Shanna ketika berada di dalam mobil. “Baba sudah dari tadi?”

“Tidak apa-apa. Baba juga baru saja sampai, kok.”

Damar mengemudikan mobil meninggalkan area kampus. Ia mengendarai mobil menuju sebuah restoran bintang lima. Pagi tadi, dirinya sudah berjanji akan mengajak Shanna makan siang bersama.

“Kenapa harus pesan private room sih, Ba? Bukannya di luar sama aja?” protes Shanna setelah pelayan pergi meninggalkan mereka.

Bukannya Shanna tidak suka, dia hanya merasa ayahnya itu berlebihan dengan memesan private room untuk sekadar makan siang.

Damar tersenyum kecil.

“Ya beda dong, Sayang. Kalau di luar ramai dengan pengunjung yang lain. Tapi kalau di sini kan tenang dan tidak ada yang mengganggu. Apalagi hari ini kan hari ulang tahunmu, baba khusus memesannya tadi pagi hanya untukmu. Lagi pula sudah lama kita tidak makan berdua di restoran bintang lima seperti ini. Kalau baba tidak salah ingat, itu sekitar enam bulan yang lalu.”

Shanna memutar mata malas, menganggap ucapan Damar berlebihan. Namun, apa yang dikatakan Damar memang benar. Mereka jarang sekali makan di restoran bintang lima. Bukan karena mereka tidak punya uang, tetapi karena memang Shanna yang tidak terlalu suka makan di restoran mewah. Baginya, makan di restoran mana pun sama saja.

Shanna menatap lekat-lekat wajah Damar. Kedua tangannya yang berada di atas meja saling bertaut. Keringat perlahan membasahi telapak tangannya. Jantungnya pun mulai berdetak lebih cepat.

"Baba, ada yang ingin kukatakan sama baba."

Damar menatap Shanna yang menatapnya serius. Raut penasaran tergambar jelas pada sorot mata pria itu. "Mau mengatakan apa?"

Shanna mengambil napas, menenangkan debaran jantungnya yang semakin menggila. Kakinya sedikit bergetar. "Baba, aku mencintaimu," ucapnya cepat dan tegas.

Damar tersenyum lebar. "Baba tahu. Baba juga sangat mencintai dan menyayangimu."

Shanna menggeleng pelan. "Aku serius, Baba. Aku mencintaimu seperti wanita mencintai laki-laki, bukan sebagai ayah dan anak."

Mata Damar melebar. Ekspresi terkejut tergambar jelas di wajahnya yang terdapat luka bakar. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Damar segera mengubah ekspresinya kembali seperti semula. Dia membuka mulut untuk memberikan jawaban, tetapi tiga orang pelayan masuk membawa pesanan mereka, membuat pria itu kembali mengatupkan mulutnya.

"Lebih baik kita makan dulu," ajak Damar mengubah topik pembicaraan.

Shanna kecewa karena tidak bisa mendengarkan jawaban Damar. Namun, dia juga lega, sebab dia sendiri sebenarnya belum siap mendengar jawaban pria itu. Meski dia sudah menguatkan mentalnya, tetapi sedikit banyaknya Shanna takut akan penolakan Damar.

Shanna menatap hidangan yang tersaji begitu banyak di hadapannya. “Perasaan tadi kita nggak pesan sebanyak ini deh, Ba,” ucapnya setelah pelayan meningalkan mereka.

“Memang. Sebenarnya ... baba sudah melakukan pemesanan tadi pagi. Baba sengaja tidak memberitahumu karena baba tahu kamu pasti akan menolaknya kalau baba memberitahumu.” Damar menjawab tanpa menatap Shanna. “Lebih baik sekarang kita makan saja. Baba sudah sangat lapar sekali.”

Mereka pun menyantap hidangan dengan ditemani sepi. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tidak ada yang ingin membuka suara.

"Ulang tahunmu kali ini, kamu ingin mengajak teman-temanmu ke mana?" tanya Damar di sela-sela makannya, memecah keheningan yang terjadi.

Shanna tersentak, ditatapnya pria di hadapannya. “Aku belum memikirkannya, Ba. Mungkin aku akan mengajak mereka makan, nonton, dan belanja aja.”

Shanna tidak memiliki rencana untuk membawa sahabat-sahabatnya bepergian. Lagi pula sahabat-sahabatnya sendiri pun tidak ada yang membahas hal itu. Sehingga Shanna sendiri tidak tahu harus mengajak mereka pergi ke mana.

“Tahun kemarin kamu juga mengajak mereka makan, nonton dan belanja, ‘kan? Memangnya kamu tidak mau mengajak mereka jalan-jalan? Misal liburan atau ke mana gitu?”

“Aku nggak tahu mau mengajak mereka ke mana, Ba. Nggak ada rekomendasi. Lagian mereka juga nggak akan protes meski kuajak jalan-jalan ke mall buat belanja. Asal ditraktir, mereka senang-senang aja.”

Shanna tipe wanita yang tidak terlalu suka berbelanja atau jalan-jalan untuk bersenang-senang, kecuali kalau diajak secara paksa oleh sahabat dan ayahnya.

Damar menggeleng pelan. “Cobalah sesekali kamu pergi rekreasi bersama teman-temanmu. Ke puncak atau ke mana gitu. Masa setiap ulang tahun selalu mengajak mereka makan, nonton dan belanja saja.”

Damar menatap Shanna. “Baba tidak memaksamu mengajak mereka jalan atau berbelanja, tetapi cobalah untuk menyenangkan dirimu sendiri. Asal kamu tahu, baba bekerja mencari uang itu untuk kamu. Kamu tidak perlu takut baba kehabisan uang. Baba justru senang kalau kamu bisa menyenangkan dirimu dengan pergi berlibur atau berbelanja bersama teman-temanmu.”

Shanna menghela napas pelan. “Hm, nanti aku cari rekomendasi dulu di internet.”

“Bagaimana kalau kita pergi berkemah saja di puncak akhir pekan besok?” usul Damar yang tahu kalau Shanna pasti tidak akan melakukannya.

“Ya. Besok aku akan memberi tahu mereka.”

Selama makan siang, mereka terus mengobrol. Namun, tidak ada sedikit pun tanda-tanda Damar akan membahas atau menjawab penyataan cinta Shanna. Bahkan sampai mereka keluar dari restoran, mengantar Shanna pulang sebelum pria itu kembali ke perusahaan, Damar masih tetap tidak memberikan jawaban apa pun.

“Baba, apa yang aku katakan pada baba di restoran tadi siang itu, aku benar-benar serius, Ba. Aku benar-benar mencintai baba dan ingin menikah dengan baba,” ucap Shanna, nadanya serius.

Saat ini mereka sedang bersantai di ruang tengah setelah makan malam.

Shanna tidak bisa bersabar lebih lama lagi. Sudah enam tahun dirinya memendam rasa kepada ayahnya. Shanna pun sudah memikirkan dengan matang konsekuensi dari apa yang dia lakukan. Apa pun keputusan ayahnya, Shanna sudah siap menerima. Bahkan kalau Damar akan membencinya serta menganggapnya tidak tahu diri dan terima kasih kepada pria itu.

“Dengar, Shanna.” Damar berkata dengan nada tegas dan serius. Nada yang tidak pernah dia gunakan ketika berbicara kepada Shanna selama ini. Ditatapnya lekat-lekat mata Shanna. “Baba memang sangat menyayangi dan mencintaimu melebihi apa pun di dunia ini. Tetapi bukan berarti baba mau menikah denganmu.”

Rasa sakit seketika menjalari hati Shanna. Dirinya telah ditolak oleh ayahnya.

“Kasih sayang yang baba berikan padamu itu adalah kasih sayang murni antara ayah dan anak,” Damar terus berkata tegas. “Jadi baba harap kamu berhenti dan buang jauh-jauh pemikiran untuk menikah dengan baba. Sampai kapanpun baba tidak akan mungkin bisa menikahimu. Karena bagi baba, sampai kapanpun kamu adalah putri baba. Anak kesayangan baba satu-satunya.”

Mata Shanna berkaca-kaca. “Tapi, Ba, bukankah kita tidak memiliki hubungan darah?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar, mencoba mencari secercah harapan.

“Baba tahu kita tidak memiliki hubungan darah. Walaupun begitu, bagi baba, kamu tetap anak baba, putri baba satu-satunya. Dan tidak pantas bagi kita untuk memiliki hubungan seperti itu.”

“Tapi, Ba, aku—"

“Cukup, Shanna!” Damar menghentikan ucapan Shanna. “Lebih baik sekarang kamu istirahat. Tenangkan dirimu. Baba juga akan beristirahat, besok ada banyak pekerjaan yang harus baba kerjakan.”

Damar bangkit dari duduknya. Tidak lupa dia mencium kening Shanna dan mengucapkan selamat malam seperti biasanya sebelum meninggalkan ruang tengah.

Shanna menatap kepergian Damar dengan mata berkaca-kaca. Sekuat tenaga dia menahan air mata agar tidak jatuh membasahi wajahnya. Dia tidak menyangka hatinya akan sesakit ini mendapatkan penolakan langsung dari orang yang dicintainya.

Apakah dia salah dan berdosa karena telah mencintai ayah angkatnya sendiri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 112 : Mogok Bicara

    Saat membuka mata, Shanna mendapati dirinya berada di kamar inapnya. Damar berada di samping ranjangnya. Tangan pria itu menggenggam erat tangan Shanna sejak wanita itu kembali dibawa ke kamar inap."Sayang, kamu sudah bangun," ucap Damar, lega dan juga senang.Ardo yang sejak tadi ikut menunggu, lebih tepatnya menemani Damar, segera menekan tombol di dekat kepala ranjang.Pandangan Shanna sedikit kabur. Pikirannya pun masih belum pulih dari efek obat bius.Dokter datang tidak lama kemudian dan langsung memeriksa kondisi Shanna. Setelah memeriksa Shanna, dokter pun meninggalkan mereka.Perlahan, pikiran Shanna pun mulai pulih. Raut wajahnya datar, begitu pula dengan tatapannya saat bertemu mata dengan Damar.Shanna yang sangat marah kepada Damar pun mengabaikan pria itu. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Pun, untuk makan. Shanna benar-benar mogok makan dan bicara sebagai bentuk protesnya."Sayang, ayo makan dulu." Dam

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 111 : Keputusan Bulat Damar

    Shanna menatap ke depan, di mana Farel tidak sadarkan diri dengan darah yang juga membasahi wajahnya. Mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Shanna berteriak meminta bantuan. Akan tetapi, suaranya yang lemah tidak mampu didengar oleh orang-orang yang berada di sekitar tempat kecelakaan. Shanna tidak menyerah, dia terus berteriak meminta bantuan. Tidak kuat menahan rasa sakit lagi, Shanna pun akhirnya jatuh pingsan.Lima belas menit kemudian, polisi, pemadam kebakaran dan beberapa ambulans tiba di tempat kejadian setelah mendapat laporan dari orang-orang di sana. Mereke semua segera mengamankan tempat kejadian. Garis polisi terpasang mengelilingi TKP.Para medis memberikan pertolongan pertama kepada para korban sebelum membawa ke rumah sakit. Shanna, Damar, dan Farel langsung memasuki ruang UGD begitu ambulans tiba di rumah sakit. Para dokter menangani mereka dengan cepat. Setelah penanganan yang cukup lama, akhirnya ketiganya dibawa ke ruang inap setelah memastikan kondisi ketiga

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 110 : Kecelakaan Tragis

    Setelah menadapatkan perintah dari Damar, Farel langsung melaksanakannya saat itu juga. Akan tetapi, Farel tidak menemukan adanya indikasi bahwa kecelakaan itu disengaja. Tidak putus asa, Farel pun meminta bantuan dari temannya yang bekerja di kepolisian untuk mendapatkan hasil penyelidikan dan juga interogasi sang sopir mobil pengangkut barang.Farel merasa ada yang janggal saat membaca hasil penyelidikan para polisi, sehingga Farel pun mendatangi tempat kejadian perkara untuk menyelidiki lebih lanjut. Dalam penyelidikannya, Farel banyak mendapatkan kejanggalan. Prediksi Damar bahwa ada dalang di balik kecelakaan itu tampaknya benar adanya.Farel menyelidiki lebih dalam, tetapi dia kehilangan jejak. Akhirnya Farel meminta bantuan beberapa orang untuk membantunya menyelediki lebih lanjut. Dan seperti yang sudah mereka duga, Nadialah dalang di balik kecelakaan ituNadia membayar pembunuh bayaran untuk membunuh Shanna. Karena itulah Farel sedikit kesulitan menyelidikinya seorang diri. m

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 109 : Ketakutan dan Kekhawatiran Damar

    Shanna tidak pernah berhenti mengkhawatirkan kondisi Ardo dan Tessa meski Damar selalu mengatakan bahwa keduanya baik-baik saja. Shanna juga selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Walau begitu, Shanna berusaha menikmati liburannya.Damar dapat merasakan perubahan Shanna. Apa yang Damar takutkan ternyata menjadi kenyataan. Seandainya Damar memberi tahu yang sebenarnya, dia yakin Shanna pasti akan meminta kembali saat itu juga.Damar beberapa kali memergoki Shanna melamun. Damar tidak ingin terjadi apa-apa dengan kandungan Shanna, sehingga dia berusaha mengalihkan pikiran Shanna. Bahkan Damar tidak membiarkan Shanna tinggal sendirian meski hanya sebentar.“Ba, kenapa kamu mengemasi barang-barang?” tanya Shanna heran saat keluar dari kamar mandi dan melihat Damar mengemasi barang-barang mereka ke koper.Beberapa menit yang lalu mereka baru saja pulang jalan-jalan dan makan malam romantis seperti biasanya. Dan karena gerah, Shanna memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebe

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 108 : Terbongkarnya Penyamaran

    Damar tidak bisa menolak saat Shanna terus memaksanya untuk menceritakan bagaimana Ardo dan Tessa mengalami kecelakaan. Damar menceritakan dengan singkat, tanpa memberi tahu kebenaran mengenai kondisi Ardo dan Tessa yang kritis.Damar mengusap pipi Shanna. “Jangan terlalu memikirkan masalah ini. Aku hanya memintamu untuk menjaga anak kita. Untuk masalah ini, serahkan dan percayakan saja padaku. Aku akan membalas siapa pun jika benar ada dalang di balik kecelakaan mereka. Aku mohon.”“Hm, baiklah,” jawab Shanna patuh. Karena dia juga tidak ingin terjadi apa-apa pada janinnya.Damar pun mengajak Shanna untuk kembali beristirahat, mengingat sore nanti mereka akan melanjutkan kembali jalan-jalan mereka. Shanna menurut dan segera memejamkan mata, tetapi dia sulit untuk tidur karena pikirannya terus mengkhawatirkan kondisi Ardo dan Tessa.Shanna tidak tahu kapan dirinya terlelap, matahari hampir terbenam saat dia membuka mata. Setelah mandi dan makan, Damar pun mengajak Shanna pergi sesuai

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 107 : Kabar Buruk

    Damar dengan cepat mengubah raut wajahnya. Dia menatap Shanna dan tersenyum kecil. “Tidak ada apa-apa. Hanya ada beberapa masalah di perusahaan.”“Masalah di perusahaan?” ulang Shanna, khawatir. “Apa masalahnya besar? Apa perlu kita pulang lebih awal?”“Bukan masalah serius, Sayang. Hanya masalah kecil saja. Kita tidak perlu pulang, Adara akan menyelesaikannya dengan cepat.”Damar yang dapat merasakan keraguan Shanna, berusaha meyakinkan Shanna kalau semuanya baik-baik saja karena ada Adara yang akan menyelesaikan semua urusan pekerjaan. Damar meminta Shanna untuk tidak memikirkan apa pun selain menikmati liburan mereka.Akan tetapi, entah kenapa Shanna merasa Damar seolah-olah menyembunyikan sesuatu darinya.‘Mungkin itu hanya perasaanku aja,’ pikir Shanna berusaha untuk berpikir positif. Dia yakin Damar tidak akan merahasiakan apa pun lagi darinya, sebab pria itu sudah berjanji padanya.“Kalau begitu, ayo kita lanjutkan istirahatnya. Tadi kamu bilang capek, kan? Nanti sore kita mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status