Beranda / Romansa / Menikahi Bos Aroganku / Kabar Mengejutkan

Share

Kabar Mengejutkan

Penulis: Archaeopteryx
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-29 18:58:11

Seharian Gesa mengerjakan revisi rancangannya. Gesa hanya beristirahat saat jam istirahat. Hingga petang berlalu, Gesa masih berkutat dengan pekerjaannya.

Satu per satu rekan kerja Gesa telah pulang lebih dulu. Sementara, Gesa masih terpaku pada layar laptop. 

Evan masih ada di ruangannya. Gesa berpikir apakah Evan sedang menunggunya menyetor  rancangan yang sudah ia revisi? Gesa berencana menyerahkan hasil revisi meski belum sempat mem-print. Biar Evan melihat langsung dari laptopnya. Evan memberinya waktu hingga hari ini saja.

Gesa membawa laptopnya menuju ruangan Evan. Gesa mengetuk pintu. Terdengar jawaban dari dalam.

"Silakan masuk."

Gesa membuka pintu dan melangkah masuk dengan sedikit ragu. Ia terperanjat melihat Pak Andre, CEO perusahaan sekaligus ayah dari Evan ada di ruangan itu juga.

"Kebetulan kamu datang, Gesa. Ada hal penting yang akan saya bicarakan." Andre tersenyum menatap Gesa.

Gesa membeku sekian detik. Dadanya tiba-tiba berdebar. Ia takut Pak Andre akan mempermasalahkan pekerjaannya atau mungkin ada kaitannya dengan Evan.

"Kita duduk di sofa saja biar lebih santai." Andre beranjak dan duduk di sofa. Sementara Gesa masih berdiri dan Evan masih duduk di tempatnya.

"Gesa, Evan, apa yang kalian tunggu? Kemarilah." Andre menatap Evan dan Gesa bergantian.

Dengan ragu, Gesa meletakkan laptop di meja dan ia duduk di sofa. Evan duduk di sebelah Gesa karena hanya di situlah celah yang masih tersisa.

"Sebenarnya saya ingin membicarakan ini sejak lama. Mungkin ini waktu yang tepat karena Evan sekarang bekerja di sini juga." Andre menatap putra dan stafnya dengan senyum tipis. 

Gesa semakin gugup. Ia bertanya-tanya, ada gerangan apa, tiba-tiba Pak Andre ingin bicara dengannya. Keberadaan Evan di sebelahnya seakan menjadi tanda bahwa apa yang akan disampaikan Pak Andre ada kaitannya dengan dirinya dan Evan.

"Begini Evan dan Gesa, almarhum ayah Gesa adalah sahabat baik saya. Dulu kami berjuang bersama-sama, merintis pekerjaan bersama. Sampai akhirnya kami memilih jalan yang berbeda. Saya memilih bekerja di perusahaan, ayah Gesa memilih menjadi seorang guru." Andre menghela napas pelan. Ada sesuatu yang mencekat, tapi ia harus menyampaikan.

"Ayah Gesa kecelakaan. Kejadian itu sudah lima tahun berlalu. Saya baru tahu dua tahunan yang lalu bahwa yang menabrak ayah Gesa adalah supir pribadi saya yang juga sudah meninggal tahun lalu. Waktu itu supir pribadi saya sedang dalam perjalanan menjemput saya." Raut wajah Andre tampak begitu sedih.

Gesa menganga sekian detik. Ia tersentak mendengar kenyataan barusan. Sekian lama ia pikir, ayahnya adalah korban tabrak lari. Pelaku tabrak lari tak ditemukan sampai sekarang. Ternyata pelakunya adalah supir pribadi ayah Evan. Tentu bukan kesalahan Pak Andre, pikir Gesa. Bahkan Pak Andre baru tahu dua tahun yang lalu.

Ada kesedihan mendalam yang menggerogoti pertahanan Gesa. Setiap kali teringat pada almarhum ayahnya, Gesa kembali terluka. Kehilangan seseorang untuk selamanya akan menjadi luka tanpa penawar. Karena perpisahan itu hanya akan menyisakan rindu. Rindu yang tak akan pernah terobati dengan pertemuan.

"Saya sangat menyesal, Gesa. Saya pikir sudah saatnya saya menebus kesalahan supir pribadi saya." Andre menatap Gesa lembut.

Evan hanya membisu. Ia belum bisa menebak ke arah mana pembicaraan Sang Ayah.

"Saya sudah membicarakan hal ini dengan ibunya Gesa. Hanya saja, saya memang meminta ibunya Gesa untuk menyimpan berita ini dulu. Biar saya yang menyampaikan langsung pada Gesa dan Evan."

Baik Evan maupun Gesa semakin penasaran dengan maksud pembicaraan Andre.

"Saya ingin menikahkan kalian," ucap Andre tenang.

Baik Gesa maupun Evan melongo sekian detik. Gesa tak percaya dengan apa yang ia dengar. Begitu juga dengan Evan. Gesa tak bisa membayangkan jika dirinya benar-benar menikah dengan Evan. Mungkin hari-harinya akan serasa seperti neraka. 

Evan pun tak bisa menerima perjodohan ini. Ia tak pernah membayangkan menikah dengan Gesa. Gesa adalah satu nama yang ingin ia hapus dari sejarah kehidupannya. Bagaimana bisa ayahnya menawarkan sesuatu yang akan membuat nama itu terus tertulis dalam kehidupannya?

"Aku nggak bisa menerima perjodohan ini, Ayah." Evan menegaskan kata-katanya.

"Kamu harus menerimanya, Evan! Ini adalah cara terbaik keluarga kita untuk meminta maaf pada keluarga Gesa." Andre menatap tajam putranya.

"Yang menabrak itu supir pribadi Ayah, bukan aku, bukan keluarga kita. Kenapa kita yang harus minta maaf dan bertanggung jawab?" Evan meninggikan suaranya. Sungguh, ia tak mengerti. Ia harus mengorbankan masa depannya demi perjodohan konyol ini.

"Evan! Berempatilah dengan apa yang menimpa keluarga Gesa. Lagipula kamu sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa pun." Andre menatap Gesa yang juga membatu. 

"Gesa wanita yang baik. Selama bekerja di sini, kinerjanya juga baik." Andre menekankan kata-katanya.

"Maaf, Pak Andre. Saya menghargai niat Bapak untuk meminta maaf pada keluarga saya. Tapi sepertinya ini terlalu berlebihan, Pak. Baik saya maupun Pak Evan tidak menginginkan perjodohan ini." Gesa memberanikan diri menyampaikan pendapatnya. Ia pun tak siap untuk menikah dalam waktu dekat.

"Tidak ada yang berlebihan. Saya sudah sepakat dengan ibu kamu. Ibu kamu juga menginginkan pernikahan ini."

"Kenapa Ayah memaksa? Saya nggak mau nikah, Gesa juga nggak mau. Kenapa dipaksa?" Evan menahan kekesalannya. Ia kesal, kecewa, marah, semuanya bercampur jadi satu.

"Kalau kamu tidak mau menikah dengan Gesa, Ayah tak hanya akan mendepakmu dari perusahaan, tapi juga akan mencoret namamu dari Kartu Keluarga!" Ancaman Andre tidak main-main.

Sorot tajam mata Andre seolah sanggup melumpuhkan siapa saja yang menatapnya. Sorot mata yang bercerita bahwa apa pun yang ia minta adalah perintah yang harus dikerjakan, tidak ada tawar-menawar. Permintaannya adalah harga mati.

Evan terpaksa menerima tawaran pernikahan ini meski ia harus menikahi wanita yang ia benci. Gesa pun tak bisa menolak apalagi jika ibunya telah sepakat dengan Pak Andre. Gesa juga takut jika ia menolak maka akan berpengaruh pada kariernya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Bos Aroganku   Kesepakatan Tambahan

    Gesa masih saja kesal. Sekuat apa pun usahanya untuk bersikap netral dan tak peduli, nyatanya ia tak bisa membohongi hati kecilnya. Kecemburuan itu ada. Ia tak bisa bersikap seolah-olah dia bukan siapa-siapanya Evan. Pernikahan itu real terlepas dari apa pun latar belakang yang menyebabkan pernikahan itu terjadi.Ia bertambah kesal kala melihat Rivana keluar dari ruangan Evan dan tersenyum miring ketika melintas di hadapannya. Tampak benar gadis itu menyukai kegelisahannya. Gesa tak mau menunjukkan kelemahan maupun rasa cemburunya. Ia akan berpura-pura jika sikap Evan tak berpengaruh apa-apa terhadapnya.Ketika tiba saatnya pulang, Evan mendatanginya dan menatapnya datar. Gesa menatapnya sekilas, tapi buru-buru ia alihkan pada layar laptop yang baru saja ia matikan."Kita pulang bareng, setelah itu mampir makan malam," tukas Evan datar.Gesa tahu, Evan menatap ke arahnya. Namun, Gesa enggan menatap balik. "Tadi pagi aku berangkat sendiri, naik motor. Pulangnya juga naik motor. Masa i

  • Menikahi Bos Aroganku   Menyakitkan

    "Halo Gesa, senang bertemu denganmu. Sudah sekian lama kita tidak bertemu, kamu masih seperti yang dulu." Rivana menatap Gesa di luar ruangan rapat setelah rapat selesai. Tatapannya begitu menelisik dari ujung kepala hingga kaki."Masih seperti yang dulu?" Gesa memicingkan matanya. Ia tak suka berbasa-basi."Ya, masih seperti yang dulu. Yang nggak bisa make up, kurang pinter milih outfit, dan tidak terlihat upgrade di penampilan." Rivana bicara tanpa tedeng aling-aling. Gesa sudah sangat paham akan karakter seniornya yang suka meremehkan orang lain. Sebenarnya, tak jauh dari Evan.Gesa menatap Rivana, sama dengan cara Rivana menatapnya. Ia seakan tengah mengabsen inci demi inci penampilan Rivana. "Apa kamu merasa cukup upgrade? Kamu lebih menarik saat masih kuliah. Maaf, ini jujur dari hati." Gesa mengamati Rivana yang tampak jauh lebih berisi dibanding dulu. Hanya saja Gesa tak ingin berkomentar negatif yang menyinggung fisik orang lain, meski Rivana lebih dulu meremehkannya.Rivana

  • Menikahi Bos Aroganku   Kejutan Pagi

    Gesa gugup bukan main. Degup jantungnya terasa berpacu lebih cepat. Jarak antara dirinya dan Evan semakin terpangkas. Gesa tak lagi bisa mundur. Ujung bibir Evan menyentuh ujung bibirnya. Gemuruh rasa itu kian membakar. Dada Gesa berdebar hebat. Ketika Evan memainkan ritme, Gesa terpaku sekian detik. Ini ciuman pertamanya. Ia tak tahu bagaimana membalasnya. Evan belum ingin menyerah. Ia hentikan ciumannya dan beralih dengan bisikan lirih di telinga istrinya. "Balas ciumanku, ikuti ritmenya."Suara lembut Evan terdengar begitu memikat. Nada suaranya seolah seperti sebuah hasrat yang tengah menanjak. Telinga Gesa meremang. Dadanya semakin berdebar. Getaran seakan merayap di setiap sendi.Evan kembali mendaratkan ujung bibirnya di bibir Gesa. Kali ini, Gesa lebih siap dibanding sebelumnya. Ia mengikuti ritme untuk membalas ciuman Evan.Waktu seolah berhenti. Dunia dan seisinya seakan menjadi milik keduanya. Sensasi ciuman pertama ini begitu manis, hangat, dan membekas. Ketika momen itu

  • Menikahi Bos Aroganku   One Step Closer

    Malam ini atmosfer kembali asing. Hanya keheningan yang mendominasi. Bahkan Gesa pun melewatkan makan malam karena ia tak mood untuk makan malam.Sekitar jam sembilan, Gesa keluar kamar. Ia ingin mengambil air. Ketika ia melangkah keluar, matanya bertemu dengan mata Evan yang tengah duduk di ruang tengah dengan laptop di hadapannya. Keduanya terdiam sekian detik seakan tatapan menjadi satu-satunya cara untuk berbicara. Gesa mengalihkan pandangan ke arah lain. Tanpa suara, ia melangkah menuju dapur untuk mengambil air.Gesa duduk sejenak di ruang makan. Ia meneguk air putih lalu merenungi nasibnya. Gesa menopang dagu dengan tangannya. Ia berpikir ulang, apa keputusan menikahi Evan adalah keputusan terburuk dalam hidupnya? Ia pikir, tak mengapa menjalani pernikahan perjodohan dengan kesepakatan meski tanpa cinta. Nyatanya, jauh di hati kecilnya, ia merindukan pernikahan yang normal.Mendadak hatinya bergerimis. Tiba-tiba ia merindukan kehidupan lamanya. Rumah yang ia tinggali sekarang

  • Menikahi Bos Aroganku   Menjadi Asing

    Pagi ini terasa lebih sibuk dibanding pagi sebelumnya. Orang tua Evan telah pulang, Evan dan Gesa kembali tidur terpisah. Namun, kesibukan sebelum berangkat kerja masihlah sama.Gesa inisiatif bangun lebih pagi. Ia siapkan menu yang praktis untuk sarapan. Roti panggang dioles selai coklat dan buah pisang menjadi pilihan. Dua cangkir kopi tak ketinggalan. Evan yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya duduk tenang di ruang makan. Ia melirik sepiring roti panggang di hadapannya. Aroma harum kopi juga menyeruak dan menarik minatnya untuk meneguknya.Gesa duduk di hadapannya tak lama kemudian. Netra mereka kembali bertemu. Setiap menatap Sang Suami selalu ada debaran yang merajai. Namun, Gesa berusaha bersikap setenang mungkin."Kamu menyiapkan semua ini? Good... Makasih," ucap Evan seraya menyuapkan sepotong roti panggang."Gimana rasanya?" tanya Gesa dengan satu senyum manis.Evan berhenti mengunyah lalu menatap Gesa datar. "Hmm tidak bisa dibilang enak, tapi juga nggak bisa dibilang ngg

  • Menikahi Bos Aroganku   Pagi yang Hangat

    Gesa mengerjap lalu perlahan membuka mata. Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi. Gesa berpikir, apa dia kesiangan? Evan sedang mandi itu artinya ia kesiangan. Gesa melirik jam dinding. Ternyata masih jam empat pagi. Namun, Evan sudah mandi sepagi ini?Tak lama kemudian, Evan keluar dari kamar mandi. Handuk terlilit di pinggangnya. Tubuh atletis Evan ditambah perut sixpack-nya membuat dada Gesa bergemuruh tak menentu."Kamu mandi pagi sekali," ucap Gesa. Netranya mengamati Evan yang tengah mengambil baju di lemari. "Iya, soalnya Ayah udah pasti ngajakin Subuhan di Masjid depan. Ayah tahunya kan semalam kita habis cocok tanam. Makanya aku mandi untuk lebih meyakinkan." Gesa mengamati rambut Evan yang memang tampak basah. Evan kembali menoleh ke arah Gesa."Kamu menghadap sana ya. Aku mau ganti baju. Jangan berbalik sebelum aku minta." Evan menegaskan kata-katanya. Gesa menuruti kemauan Evan. Ia membalikkan badan. "Udah belum, Van?""Belum, sebentar lagi." "Udah," ucap Ev

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status