Share

Negosiasi

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 07:35:00

“Ya Allah Mbak Tari kok berlepotan makannya seperti anak kecil, tuh lihat make-up Mbak Tari sudah hilang!” gerutu Mbak Mirna sedikit kesal karena make- up nya sudah luntur semua akibat makan tadi.

“Aduh maaf Mbak nggak sengaja tadi tiba-tiba perut Tari nggak bisa kontrol kalau lihat makanan, maunya harus makan dulu, Hehehe...” jawab Tari cengengesan.

Ya sudah nggak apa-apa, bentar lagi Mbak Tari kenalan dulu dengan bintang tamunya, jadi saat di atas panggung nggak salting, kan malu apalagi orangnya ganteng bingit,” ucap Mbak Mirna tersenyum.

“Siapa sih Mbak, kok dari tadi Tari nggak lihat dia, yang mana sih orangnya?” tanya Tari sembari netranya mencari ke sana kemari, tetapi menurutnya tidak ada yang berbeda dari orang-orang itu.

“Loh kamu tadi sudah ketemu sama orangnya kok!” jawab Mbak Mirna spontan.

“Yang mana Mbak?” tanya Tari bingung.

“Sudah jangan banyak ngomong dulu, biar cepat selesai!” gerutu Mbak Mirna dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah selesai berdandan kini Tari kembali fresh lagi seperti udara yang dia hirup.

“Aduh Mbak Tari dari mana saja, setengah jam lagi acara akan di mulai, dan sekarang kita latihan sebentar dan bertemu dengan orang yang akan Mbak wawancarai,” ucap Pak Syamsudin gugup.

“Siap Pak!” sahut Taris sembari berjalan menuju ke atas panggung.

“Oh ya Mbak Tari, semua pertanyaan yang mau diajukan ke nara sumber sudah dikasihkan ke Mbak, kan?” tanya Pak Syamsudin lagi.

“Sudah Pak, saya ingat semua tenang saja, Bapak tidak akan kecewa dengan saya,” jawabnya dengan bangga.

“Oke Mbak!” balasnya tersenyum.

Tari pun dengan perasaan yang bahagia dia naik di atas panggung dengan santai ditemani Dafa dan Pak Syamsudin.

Kru yang lain sudah menyiapkan semua alat-alat yang menunjang kelancaran acara tersebut.

Tari celingak-celinguk mencari orang yang akan bersanding dengannya, tetapi sampai lima belas menit kemudian batang hidungnya pun tidak muncul.

Mbak Mirna yang sedari tadi sudah tahu kalau pemuda itu sudah datang dari satu jam yang lalu, tetapi sekarang kenapa dia tidak ada di sini?

“Mbak Mirna bukannya Mbak yang terakhir melihat Mas Fajar, terus ke mana orangnya, lima belas menit lagi kita buka acara loh!” tanya Pak Syamsudin yang mulai panik.

“Lah saya mana tahu Pak, saya kan hanya tukang rias saja, kalau urusan beginian yang anak buah Bapak lah!” sahut Mbak Mirna yang tidak terima disalahkan.

 

“Hey kamu coba cari lagi Mas Fajarnya, siapa tahu dia masih di toilet, soalnya mobilnya sudah ada dipakiran nggak mungkin kan dia menghilang begitu saja?” tanya Pak Syamsudin bingung.

“Saya sudah mencarinya di toilet, di kantin bahkan di parkiran Mas Fajar nggak ada juga, Pak!” sahut Ali anak buah Pak Syamsudin.

“Lah terus bagaimana ini jadi nggak acaranya ini, orang-orang sudah pada kumpul lagi!” ucap Pak Syamsudin bertambah panik.

“Tenang Pak, coba di telepon dulu orangnya siapa tahu dia lagi main petak umpet sama kita?” ledek Dafa cengengesan.

“Hush ... kamu ini nggak lihat apa mereka semua panik, lagian rese banget nih orang sudah tahu bentar lagi acaranya mau mulai eh malah main hilang segala, apa sih maunya nih orang!”

“Kalau nggak mau jadi bintang tamu ya sudah ngomongnya baik-baik, ini malah main kabur apaan, begini yang namanya pebisnis ulung nggak ada etikanya sama sekali nih orang!” gerutunya.

Tari pun turun dari atas panggung dan segera membantu mencari orang itu, namun di cegat oleh Dafa.

“Tunggu Tar, kamu mau ke mana?” tanya Dafa.

“Pakai nannya lagi, ya mencari orang itulah siapa lagi!” jawab Tari sewot.

“Iya, aku tahu tapi kamu tahu  nggak orangnya seperti apa, sedangkan kamu belum pernah bertemu dengannya? “tanya Dafa lagi mengingatkan.

“Oh iya lupa, aku mana tahu orangnya soalnya dia kan nggak terlalu terkenal amat sih!” gerutunya.

“Aduh Mas, Mbak ini teleponnya juga nggak aktif lagi, saya juga tidak lagi nomor asistennya juga, bagaimana ini, bisa batal semua acaranya!” ucap Pak Syamsudin gusar.

“Ya sudah kita cari dulu, siapa tahu dia ada di suatu tempat, mobilnya pun masih ada dipakiran kok, berarti orangnya masih di sini juga!” ucap Tari.

“Permisi Pak, ini sudah enam menit, kok belum ada persiapan, ada apa Pak?” tanya Bu Nia salah satu dosen di kampus itu.

“Anu... Bu ...ini ... maaf Bu Mas Fajar nya menghilang, tadi ada sama saya satu jam lalu, tetapi sekarang orangnya di cari nggak ketemu,” ucap Pak Syamsudin gugup jika berhadapan dengan Bu Nia yang terkenal dengan cerewetnya.

“Loh kok bisa, Bapak ini bagaimana bisa jadi panitia nggak sih, baru acara seperti ini bagaimana dengan acara yang besar?”

“Kenapa tidak dipersiapkan Mas Fajar nya dari setengah jam yang lalu, kerja kalian apa saja, makan atau tidur!” bentaknya.

“Saya tidak mau tahu acara ini harus berjalan dengan lancar, tamu undangan yang lain juga sudah datang, mungkin ada masalah internal kali yang membuatnya tidak suka berada sini!”

“Cepat cari tahu tidak seperti biasanya Fajar melakukan seperti, pasti ada yang tidak beres!” jelas Bu Nia panjang lebar dengan marah dan emosi melihat kinerja mereka.

 

“Siapa dia Daf, jutek amat tuh Ibu, namanya juga kesalahan teknis tetapi marahnya Waw, pasti yang jadi menantunya itu nggak tahan dengan omelan Ibu itu tiap hari kalau tinggal sama dia!” gerutu Tari sembari berjalan mencari keberadaan si Fajar itu.

“Jangan begitu ngomongnya, nanti siapa tahu dia jadi mertuamu bagaimana?” tanya Dafa.

“Maksud kamu apa, jangan bilang tuh Ibu adalah ibunya si biang resek itu!” tanya balik Tari kepada Dafa.

“Tepat sekali kamu Tari sayang, namanya Ibu Nia Ramadhani Wardana tetapi bukan artis Nia Ramadhani ya,” ledek Dafa.

Seketika Tari menghentikan langkahnya sembari menatap Dafa dengan mata melotot seakan-akan mau menerkam mangsanya.

“Halo kamu ke mana Tari, masih waraskan ingat loh sore nanti kita pulang ke Jakarta jadi gilanya di sana saja jangan di sini,” lanjut Dafa sembari menatap Tari yang mendengkus kesal.

“Aku hanya heran kenapa dari tadi kamu tahu semua tentang keluarga orang itu, kamu tahu dari mana sih?” tanya Tari penasaran.

“Ya elah Tari, kamu seperti baru kemarin saja menjadi reporter, bukankah tugas kita ini adalah menginterogasi orang supaya kita dapat berita yang akurat, tajam dan terpercaya dari sumbernya langsung?” tanya balik Dafa.

Belum sempat Tari mengatakan sesuatu, tiba-tiba asisten Fajar yang bernama Udin menghampiri mereka berdua.

“Permisi dengan Mbak Tari kan?” tanya Udin.

“Iya, kok Mas nya tahu nama saya?” tanya balik Tari.

“Aduh Mbak ini bagaimana, kita kan sudah  bertemu di kamar ganti bersama Tuan Muda saya,” jawabnya.

“Yang mana Mas ...” seketika Tari baru menyadari kalau orang yang mereka cari adalah orang yang sama saat mereka bertengkar.

“Ma-maksudnya Mas, yang tadi yang ngomel-ngomel nggak jelas itu bintang tamunya, serius?” tanya Tari yang masih belum percaya.

“Sayangnya memang betul Mbak, dan sekarang Tuan Muda saya ingin bertemu dengan Mbak dulu sebelum acara di mulai!” jawab Udin menjelaskan.

“Memang kenapa saya harus bertemu dengannya, ini sudah mepet waktunya Mas!” jawab Tari mulai emosi.

“Waduh saya kurang tahu Mbak, ayuk Mbak ajak teman Mbak ini juga nggak apa Mbak.”

“Ada apa sih, main ke temuan segala!”

“Sudah Tar, yuk kita temui dulu orangnya, bentar lagi acaranya di mulai loh!” serunya kepada Tari.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Demora Christian Purba
????????????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   67. Diakhiri Dengan Senyuman ( Tamat)

    “Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   66. Pertemuan Tari Dan Tante Zahra

    “Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   65. Pencarian Tante Zahra

    “Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   64. Aku Mencintaimu Mas Panda

    “Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   63. Apakah Aku Mulai Jatuh Cinta

    “Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras

  • Menikahi Calon Kakak Ipar   62. Penyesalan Yang Bahagia

    Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status