Share

Bab Dua : Kehidupan Baru

Sarah menegeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil. Perempuan itu menatap suaminya yang tak lain Fabian tengah memperhatikan laptop dengan pandangan serius. Saat ia akan duduk di atas ranjang, terdengar suara Fabian yang membuatnya terdiam kaku.

“Siapa yang suruh kamu duduk disini?” tanya Fabian dengan datar.

“T-terus aku tidur dimana Mas?” tanya Sarah dengan suara pelan.

“Lantai.” Jawab pria itu acuh.

“H-hah?” pekik Sarah tidak percaya.

Jujur saja, meskipun Sarah berasal dari keluarga yang sederhana, ia tidak pernah tidur di lantai. Kecuali ada sebuah karpet atau kasur kecil yang menjadi alasnya.

“Kenapa? Nggak mau?” tanya Fabian sinis.

Sontak Sarah menggelengkan kepalanya. Mau bagaimanapun, ia harus menuruti setiap ucapan suaminya. Sarah akan selalu berbakti kepada Fabian, sekali pun itu menyakiti perasaannya. Sarah akan selalu mengingat nasihat Ayahnya.

Karena sudah lelah dan sedikit mengantuk, tanpa babibu Sarah pun merebahkan tubuhnya pada lantai. Kulitnya terasa dingin saat menempel dengan lantai. Sekuat mungkin Sarah menahan rasa dingin yang melanda tubuhnya.

Fabian yang melihat Sarah menuruti ucapannya hanya terdiam tanpa bersuara lagi. Pria itu kembali fokus pada laptop di hadapannya. Pekerjaannya semakin menumpuk, terlebih saat ia tadi melaksanakan pernikahan sialan itu.

•••••

Suara kicauan burung mampu membangunkan Sarah dari tidurnya. Perempuan desa itu meringis kecil tatkala meraskaan seluruh tubuhnya yang terasa remuk. Dengan menahan sakit, ia mencoba memaksakan untuk mendudukkan tubuhnya.

Sarah melirik jam kecil diatas nakas yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. Perempuan itu pun beranjak menuju kamar mandi. Mungkin, berendam dengan air hangat akan membuat tubuhnya seidkit rileks.

Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam, akhirnya Sarah keluar dari kamar mandi. Betapa terkejutnya ia saat mendapati tubuh tegap seorang pria yang tepat berada di depannya. Terlebih Fabian bertelanjang dada.

“Ck lama banget, mandi atau bunuh diri?” pertanyaan sinis itu mampu membuat Sarah menundukkan kepalanya dalam.

Fabian kemudian melangkah memasuki kamar mandi dan membanting pintunya sekeras mungkin membuat Sarah terlonjak kaget.

BRAK!

“Astagfirullah,” gumam Sarah seraya mengusap dadanya pelan.

•••••

Sarah tersenyum kikuk saat melihat keberadaan pria paruh baya yang tak lain ialah Kakek Fabian.

“Sudah bangun, nak?” tanya Kakek Robi sekadar berbasa-basi.

“Sudah Kek.” jawab Sarah sopan.

“Mari kita sarapan.” ajak pria paruh baya itu yang diangguki oleh Sarah.

Sarah menarik salah satu kursi makan. Pandangannya berbinar tatkala melihat banyaknya sajian makanan menggiurkan di atas meja makan. Kakek Robi terkekeh kecil melihat reaksi yang diberikan Sarah.

Suara decitan kursi membuat Sarah menoleh pada Fabian. Pria itu terlihat sangat tempan dengan kemeja berwana putih dan celana kain berwarna abu-abu. Jangan lupakan lengan kemejanya yang digulung hingga sikut.

“Selamat makan.” ucap Kakek Robi membuat Sarah dan Fabian serentak menganggukkan kepalanya.

Mereka pun memulai acara sarapannya. Suara dentingan sendok saling bersahutan. Tak ada yang memulai perbincangan, karena memang di meja makan Kakek Robi memerintahkan agar tidak ada perbincangan yang terjadi saat sedang makan.

Setelah sepuluh menit kemudian, mereka pun telah selesai melaksanakan sarapannya. Kini, ketiga orang berbeda generasi itu tengah berkumpul bersama di sebuah ruangan yang Sarah tebak ialah ruangan keluarga.

“Kakek!” teriak seorang anak kecil membuat Sarah menatapnya dengan kening berkerut.

“Halo cicit Kakek, gimana kabar kamu sayang?” tanya Kakek Robi seraya membawa tubuh mungil anak perempuan itu ke dalam pangkuaannya.

“Angel baik Kakek,” jawabnya dengan nada menggemaskan.

“Kek,” panggil seorang pria yang tidak dikenali Sarah.

“Bagaimana keadaan Kakek?” tanya pria itu seraya mendudukkan tubuhnya di samping Fabian.

“Aku baik.” jawab Kakek sebelum pria itu kembali fokus pada cicit perempuannya.

“Itu siapa Kakek?” tanya anak kecil yang bernama Angel Putri Aditama.

Kakek Robi beralih menatap Sarah dengan senyum tipisnya. “Itu Tantenya Angel, istrinya Om Fabian.” Jelasnya kepada sang cicit.

“Wah, berarti istrinya Papa juga dong!” seru Angel dengan nada senang.

Anak perempuan itu berusaha agar turun dari pangkuan Kakeknya. Dengan semangat empat lima, ia berjalan mendekati Sarah dengan senyum mengembang menampilkan giginya yang ompong.

“Halo, aku Angel. Kamu mau kan jadi istrinya Papa aku?” tanya Angel dengan senyum manisnya.

Astaga, lucu sekali. Ucap Sarah dalam batinnya.

“Angel, jangan seperti itu.” tegur seorang pria yang membuat Sarah menatap bingung ke arahnya.

Dia adalah Firman Aditama. Kakak kandung dari Fabian Aditama. Firman menikah dengan seorang wanita yang bernama Intan. Pernikahan keduanya sangat bahagia, namun sayang setelah melahirkan Angel, Intan meninggal karena sudah tidak kuat.

Firman membesarkan putrid kecilnya dengan penuh kasih sayang. Tak terasa, kini putrinya sudah berusia delapan tahun. Artinya, sudah delapan tahun juga lamanya sang istri meninggalkannya.

“Ih Papa, Angel kan pengen punya Mama!” rengek anak kecil itu dengan manja.

“Angel, ingat ‘kan perkataan Papa saat di rumah?” tanya Firman dengan suara beratnya.

Dengan berat hati anak perempuan itu menganggukkan kepalanya.

“Tidak boleh nakal di rumah Kakek,” jawabnya dengan lesu.

“Ah ya, kenalkan dia Sarah istri Fabian.” Kakek Robi pun memperkenalkan Sarah kepada cucu pertamanya.

“Firman.” ujar pria itu seraya mengulurkan salah satu tangannya.

“S-sarah,” cicit Sarah seraya membalas uluran tangan Firman.

Firman memandang wajah Sarah dengan lekat. Entahlah, rasanya ia seperti melihat sosok istrinya dalam diri Sarah. Fabian yang melihat genggaman tangan Sarah dan Firman yang berlum terlepas pun sontak berdeham lumayan keras.

“Ekhem,” deham pria itu keras.

Sontak Sarah menarik kembali tangannya dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Jangan lupakan semburat merah yang sudah menghiasi kedua pipinya.

Fabian memutar bola matanya jengah melihat tingkah Sarah yang sangat memuakkan baginya. Pria itu merogoh ponselnya saat mendengar suara notifikasi.

Senyumnya perlahan mengembang saat melihat sebuah pesan yang dikirimkan kekasihnya. Kekasihnya mengatakan jika perempuan itu sudah sampai di Jakarta sejak dua puluh menit yang lalu.

“Kenapa?” tanya Firman heran melihat senyum adiknya yang memang jarang tersenyum itu.

“Kepo.” balasnya singkat namun menyakitkan.

Sarah menatap Fabian yang tengah bersiap-siap untuk pergi. Pria itu mengabaikan keberadaan Sarah dan melangkah pergi keluar kamar. Namun, langkahnya terhenti saat suara Sarah terdengar oleh telinganya.

•••••

“Mas mau kemana malam-malam begini?” tanya perempuan itu dengan risau.

Fabian membalikkan tubuhnya menghadap Sarah. “Aku peringatkan, jangan pernah mencampuri urusanku sedikitpun. Paham kamu!” bentak Fabian membuat Sarah terlonjak kaget.

Dengan rasa takut yang menyelimutinya Sarah pun menganggukkan kepalanya singkat. Fabian pun kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan kamarnya dan Sarah yang kini menatap punggung lebar pria itu dengan tatapan sendu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status