Fabian menatap perempuan yang kini tertidur pulas di ruang tamu dengan pandangan datar. Harus berapa ratus kali ia memperingatkan perempuan itu agar tidak mencampuri urusannya? Lihatlah sekarang, perempuan itu malah menunggunya di ruang tamu sampai membuatnya tertidur.
“Ck, keras kepala.” maki Fabian pada istrinya.Dengan terpaksa pria itu membawa tubuh ramping Sarah ala bridal style ke dalam kamar. Dengan tidak berperasaan pria itu menjatuhkan Sarah sampai membuat perempuan itu memekik kesakitan.“Awwsshh,” desis Sarah menahan sakit di seluruh tubuhnya.“Mas kenapa jatuhin Sarah?” dengan kesal Sarah bertanya seperti itu.Fabian balik menatap Sarah dengan wajah datar khasnya.“Aku tidak sudi menyentuh kamu.”Krek!Hati Sarah seperti dipatahkan begitu saja setelah mendengar perkataan menyakitkan yang dilontarkan suaminya. Sarah menundukkan wajahnya menenggelamkannya pada lipatan kaki.Sarah jadi merindukan Ayahnya. Bagaimana keadaan Ayahnya sekarang? Padahal baru satu hari mereka berpisah, namun rasanya sudah sangat sangat lama sekali bagi Sarah.Fabian menaiki kasurnya dan memejamkan kedua matanya. Pakain Sarah yang tipis tadi sangat mengganggu pikirannya. Sial, perempuan yang tak lain istrinya itu membuatnya panas dingin.•••••Sarah tersenyum tipis seraya mengangkat rantang yang berada dalam genggamannya. Niatnya, siang ini ia akan menemui suaminya di kantor dan memberikannya makan siang. Sarah menjadi tidak sabar melihat bagaimana reaksi Fabian saat mencicipi masakan buatannya.“Sudah sampai Non,” ucap supir meyadarkan Sarah.“Terima kasih Pak sudah mengantar saya.” ujar Sarah dengan tulus.“Sama-sama Non, sudah menjadi tugas saya.” sahut supir itu lagi.“Kalau begitu, saya masuk dulu ya Pak.” Pamitnya kepada supir yang langsung diangguki kepala.Sarah keluar dari mobil dan menatap bangunan di depannya dengan tatapan kagum. Gedung pancakar langit di depannya membuat senyum Sarah mengembang.Dengan rasa percaya diri Sarah melangkahkan kakinya memasuki gedung pancakar langit itu. Banyak tatapan para karyawan yang membuat Sarah tidak nyaman. Penampilan Sarah memang sedehana. Perempuan itu memakai androk sebetis dan kaos lengan panjang.“Permisi Mbak, ruangan Mas Abi ada di ruangan mana ya?” tanya Sarah dengan ramah tak lupa senyum simpul ia perlihatkan.Perempuan yang berdiri di depan meja resepsionis itu menatap penampilan Sarah dari atas kepala sampai bawah. Kekehan sinis terdengar di telinga Sarah.“Memangnya kamu siapanya Pak Abi?” tanya perempuan itu dengan nada angkuh.“Saya istrinya Mas Abi.” jawab sarah mencoba tenang walau tak nyaman.“Hahaha, jangan mimpi kamu! Pak Abi mana mungkin punya istri kampungan macam kamu begini!” seru perempuan itu seraya tertawa sinis.“Saya tidak bohong, kalau Mbak tidak percaya saya punya buktinya.” sahut Sarah dengan nada tegas.“Mana? Siapa tahu kamu bohong ‘kan?” ejek perempuan itu menatap Sarah seolah merendahkan.“Ini buktinya, sekarang Mbak percaya ‘kan kalau saya istrinya Mas Abi?”Sarah menyerahkan kartu nikah miliknya. Seketika kedua mata perempuan itu melotot sempurna. Ia benar-benar tidak percaya. Mana mungkin atasannya yang terkenal dingin dan kejam itu menikah dengan perempuan kampungan di depannya?“Ruangan Mas Abi di lantai berapa ya Mbak? Saya harus mengantarkan makan siang.” ujar Sarah membuat perempuan itu mau tak mau memberitahukannya.Setelah mengucapkan ucapan terima kasih, Sarah menekan tombol lift dengan perasaan membuncah. Genggaman pada rantang yang dibawanya kian menguat. Ah, perasaan apakah ini? Apakah ia sudah mulai menyukai Fabian?Ting!Suara lift yang berhenti di lanti sepuluh membuat senyum Sarah kembali sumringah. Langkah kakinya yang ringan ia cepatnya menuju sebuah ruangan. Setelah mengetuk pintu dan menunggu sedikit lama, akhirnya Sarah memberanikan diri untuk memutar knop pintu ruangan suaminya.Ceklek!Prang!Rantang makanan yang dibawanya tadi tergeletak begitu saja dengan sajian yang sudah terlihat mengenaskan di lantai. Kedua orang berbeda jenis itu tampak menghentikan pergulatan panas mereka setelah mendengar suara yang mengganggu kegiatannya.“M-mas Abi,” gumam Sarah dengan suara bergetar menahan tangis.“Ck ganggu aja, dia siapa sayang?” tanya seorang wanita yang kini berada di atas pangkuan Fabian.“D-dia..”“Siapa?” tanya wanita itu seraya memicingkan matanya.“Dia pembantu baru aku!” seru Fabian membuat Sarah menatapnya tidak percaya.“Oh, begitu. Ngapain dia samperin kamu ke sini?” tanyanya lagi curiga.“Dia cuman mau ngantar makan siang.” jawab Fabian lembut seraya mengusap rambut kekasihnya.“M-maaf jika saya mengganggu.” ucap Sarah dengan suara bergetar.Lalu tak lama perempuan itu pun membereskan rantangnya yang sudah berantakan, dan melangkah pergi dari ruangan suaminya dengan langkah tergesa.Fabian yang melihat itu pun hanya diam saja. Dirinya terlalu tidak perduli dengan apa yang dilakukan perempuan yang menjabat sebagai istrinya.•••••Sarah memegang dadanya yang terasa sesak. Entah mengapa, Sarah begitu sakit hati saat tadi dirinya melihat kelakuan sang suami dengan perempuan lain.“K-kenapa terasa sesak,” Sarah bergumam lirih.Sarah menggelengkan kepalanya kuat. Perlahan tangannya mengusap kasar lelehan air mata yang entah sejak kapan turun membasahi pipi mulusnya.•••••Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Fabian memasuki mansionnya dan melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga. Disana, terdapat Kakeknya yang sedang berbincang ria dengan Sarah.“Sudah pulang Bi?” tanya Kakek Robi setelah ia menyadari keberadaan Fabian.Fabian menganggukkan kepalanya singkat.“Kek, Abi sama Sarah mau tinggal di apartemen Abi saja.” ucap Fabian membuat Kakeknya itu terkejut.“Loh, kenapa?” tanya pria paruh baya itu.“Fabian hanya ingin belajar mandiri saja.” jawab pria itu.“Bagaimana Sarah? Kamu setuju?” tanya Kakek Robi seraya menatap Sarah yang terlihat seperti gelisah.Sarah yang dipelototi oleh Fabian mau tidak mau menganggukkan kepalanya dengan ragu.“Sarah m-mau Kek,” jawab Sarah gugup.“Kalau begitu, Abi ke kamar dulu.” ujar Fabian melangkah menuju kamarnya.•••••“Ini kamar kamu.” Tunjuk Fabian menggunakan dagunya.“Kita … pisah kamar Mas?” tanya Sarah tidak percaya.“Kenapa memangnya?” bukannya menjawab, Fabian malah melayangkan pertanyaan lagi untuk Sarah.“Ah, ng-nggak papa.” jawab Sarah kikuk.BRAK!Sarah kembali dibuat mengusap dadanya saat Fabian menutup pintu kamarnya dengan keras. Sarah pun menarik koper miliknya dan mulai memasuki kamar barunya.Sarah dibuat kagum dengan kamar barunya itu. Dengan cepat Sarah membereskan pakaian miliknya dan merebahkan tubuhnya yang terasa pegal di atas kasur.“Ah, empuk banget..” desis Sarah.Perempuan itu menatap langit-langit kamarnya seraya termenung memikirkan kejadian tadi siang. Pemandangan Fabian yang tengah mencumbu perempuan lain membuat Sarah terus memikirkannya.Sebenarnya siapa perempuan itu? Apakah dia kekasih Fabian? Tapi, Fabian ‘kan sudah menjadi suaminya.. Teriak Sarah dalam hatinya.Sarah mendongakkan kepalanya menatap langit malam lewat balkon kamarnya. Perempaun itu hanya diam tidak membuka suara. Hatinya sakit mendengar pernyataan suaminya yang mengatakan akan menikahi wanita lain.Sarah tidak menyangka, kebencian Fabian akan menikah dengan dirinya membuat pria itu nekat melakukan kesalahan dengan wanita lain. Jujur saja, jika ditanya ia sakit hati? Tentu iya, Sarah merasakan sakit hati atas perbuatan yang Fabian lakukan.Saat ini Sarah tengah berada di kamar Firman—Kakak iparnya. Entah mengapa Firman membawanya ke kamar pria itu, bukan ke kamar Fabian yang merupakan suaminya. Sarah memeluk tubuhnya erat tatkala hembusan angin malam menerpa kulit putihnya.Tatapannya terlihat sangat kosong. Entahlah, mulut perempuan itu terasa kelu untuk mengucapkan sepatah dua patah kata. Sarah masih terkejut dengan kejadian di ruang makan tadi. Ia sangat berharap sekali, bahwa ini hanyalah mimpi buruknya. Tidak menjadi kenyataan.Perempuan itu melangkah berbalik memasuki kam
Sudah dua minggu berlalu sejak Mila memberitahukan kekasihnya bahwa wanita itu tengah mengandung anaknya. Mila merengek agar Fabian segera untuk menikahinya. Fabian pun dibuat bingung oleh tingkah kekasihnya yang semakin hari selalu kekanakan.“Sayang, kapan kamu akan memberitahu Kakek Robi?” Sudah sepuluh kali Mila memberikan pertanyaan yang sama kepada Fabian.Fabian menghela napasnya gusar. Sejenak ia terdiam guna meredakan kekesalan yang tiba-tiba saja timbul saat wanitanya terus bertanya mengenai hal tersebut.“Aku sibuk Mila. Kamu tahu ‘kan pekerjaanku sangat banyak?” balas Fabian sembari menyandarkan punggung tegapnya pada kursi kebesarannya.Mila memberenggut kesal mendengar jawaban kekasihnya. “Kalau kamu terus-terusan kayak begini, lebih baik aku sendiri yang memberitahu Kakek Robi.” tukas Mila dengan tegas.Fabian memijat pangkal hidungnya resah. “Baiklah… nanti malam aku akan memberitahu Kakek.” ujar Fabian dengan nada terdeng
Dua bulan kemudian..Seperti biasanya, saat ini Sarah sedang bersama Angel—keponakannya. Sarah menggenggam jemari mungil Angel saat keduanya baru memasuki lift. Pernah suatu ketika, Sarah berharap mempunyai anak secantik dan sepintar Angel.“Tante, aku kangen sama Om Bian..” ujar Angel seraya mendongakkan kepalanya guna menatap wajah Sarah.Sarah tersenyum simpul mendengar ucapan anak kecil itu. “Kan sekarang Angel akan bertemu sama Om.” balas Sarah.Angel membalas senyuman Sarah dan menganggukkan kepalanya. Setelah lift berhenti dilantai 8, Sarah dan Angel pun keluar dari lift tersebut. Sarah menuntun Angel menuju ruangan suaminya. Saat akan mengetuk pintu sang suami, sebuah suara menghentikkan pergerakkannya.“Ibu Sarah?” panggil seorang pria yang kini berdiri di samping Sarah.Sarah menoleh ke samping seraya menatap pria itu dengan alis mengeryit. “Ya?” sahut Sarah.“Ah, pasti Ibu mau bertemu dengan Fab-Pak Fabian?” t
Sudah satu minggu Fabian dan Mila liburan bersama di Bali. Selama itu pula Sarah mengkhawatirkan suaminya. Pasalnya, Fabian tidak memberitahukan kepadanya akan pergi kemana dan dengan siapa pria itu pergi.Sarah duduk di depan televisi dengan raut wajah gusar. Perempuan itu sangat khawatir dengan suaminya. Sebenarnya, kemana suaminya itu pergi selama satu minggu ini? Batin Sarah bertanya-tanya.Tayangan televisi menyiarkan berbagai macam berita yang disalurkan kepada masyarakat. Kedua mata Sarah terpaku saat indra penglihatannya melihat dengan jelas foto suaminya dan seorang wanita yang pernah ia lihat di ruangan sang suami, terpampang jelas di televisi 42 inchi itu.“Pemirsa, kali ini Mila Shaquella seorang model majalah dewasa terlibat skandal tengah berlibur bersama dengan kekasihnya yang bernama Fabian Aditama, cucu dari pengusaha sukses Robi Aditama…”Sarah terdiam kaku. Kedua bahunya melemas. Perempuan itu pikir, suaminya tengah keluar kota
Fabian mengecup kening Mila cukup lama. Pria itu menatap lekat wajah kekasihnya dengan senyuman hangat. “Kalau begitu, istirahatlah. Besok aku akan menjemputmu.” titah Fabian sebelum pria itu pergi meninggalkan apartemen Mila.“Siap sayang, hati-hati dijalan ya..” ujar Mila seraya melambai-lambaikan tangannya.Setelah punggung Fabian tidak terlihat, Mila tersenyum samar. Wanita itu begitu sangat senang, karena besok ia dan Fabian akan berlibur bersama. Ia harap, sesuatu akan terjadi disana.•••••Fabian mengendarakan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Pria itu melirik arlojinya yang bernilai ratusan juta. Tertera waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. malam. Setelah memarkirkan mobilnya, Fabian pun melangkah memasuki lift.Ceklek! Fabian menyalakan lampu ruang tamu saat pria itu sudah memasuki pintu apartemen. Helaan napas kasar ia hembuskan dengan cepat. Lagi-lagi istrinya itu menunggu kepulangannya. Padahal, sudah ia
Pagi harinya, Sarah terbangun dengan keadaan tubuh yang seakan remuk. Kemarin, setelah menemani Angel bermain di time zone, Sarah menemani gadis kecil itu les privat di rumah Firman. Setelah mengumpulkan nyawanya, Sarah pun beranjak menuju kamar mandi.Sarah langsung menuju dapur setelah perempuan itu telah menyelesaikan acara mandinya. Perempuan itu membuka kulkas yang sudah berisi banyaknya bahan makanan yang dapat diolah. Tangannya meraih dua butir telur dan daun bawang, serta beberapa rempah-rempah.Dengan telaten dan lihai, Sarah mengupas bawang merah dan rempah-rempah lainnya. Setelah dicuci bersih, Sarah pun mengirisnya tipis-tipis. Sarah menyalakan kompor api dan mulai memasukan bumbu yang telah disiapkannya setelah diberi minyak.Pagi ini Sarah hanya memasak nasi goreng biasa untuk dirinya dan juga suaminya. Setelah nasi goreng tersebut jadi, Sarah pun menuangkannya ke atas dua piring. Harum masakan nasi goreng membuat perut Sarah berbunyi.