Share

Bab Tiga : Kepergok

Fabian menatap perempuan yang kini tertidur pulas di ruang tamu dengan pandangan datar. Harus berapa ratus kali ia memperingatkan perempuan itu agar tidak mencampuri urusannya? Lihatlah sekarang, perempuan itu malah menunggunya di ruang tamu sampai membuatnya tertidur.

“Ck, keras kepala.” maki Fabian pada istrinya.

Dengan terpaksa pria itu membawa tubuh ramping Sarah ala bridal style ke dalam kamar. Dengan tidak berperasaan pria itu menjatuhkan Sarah sampai membuat perempuan itu memekik kesakitan.

“Awwsshh,” desis Sarah menahan sakit di seluruh tubuhnya.

“Mas kenapa jatuhin Sarah?” dengan kesal Sarah bertanya seperti itu.

Fabian balik menatap Sarah dengan wajah datar khasnya.

“Aku tidak sudi menyentuh kamu.”

Krek!

Hati Sarah seperti dipatahkan begitu saja setelah mendengar perkataan menyakitkan yang dilontarkan suaminya. Sarah menundukkan wajahnya menenggelamkannya pada lipatan kaki.

Sarah jadi merindukan Ayahnya. Bagaimana keadaan Ayahnya sekarang? Padahal baru satu hari mereka berpisah, namun rasanya sudah sangat sangat lama sekali bagi Sarah.

Fabian menaiki kasurnya dan memejamkan kedua matanya. Pakain Sarah yang tipis tadi sangat mengganggu pikirannya. Sial, perempuan yang tak lain istrinya itu membuatnya panas dingin.

•••••

Sarah tersenyum tipis seraya mengangkat rantang yang berada dalam genggamannya. Niatnya, siang ini ia akan menemui suaminya di kantor dan memberikannya makan siang. Sarah menjadi tidak sabar melihat bagaimana reaksi Fabian saat mencicipi masakan buatannya.

“Sudah sampai Non,” ucap supir meyadarkan Sarah.

“Terima kasih Pak sudah mengantar saya.” ujar Sarah dengan tulus.

“Sama-sama Non, sudah menjadi tugas saya.” sahut supir itu lagi.

“Kalau begitu, saya masuk dulu ya Pak.” Pamitnya kepada supir yang langsung diangguki kepala.

Sarah keluar dari mobil dan menatap bangunan di depannya dengan tatapan kagum. Gedung pancakar langit di depannya membuat senyum Sarah mengembang.

Dengan rasa percaya diri Sarah melangkahkan kakinya memasuki gedung pancakar langit itu. Banyak tatapan para karyawan yang membuat Sarah tidak nyaman. Penampilan Sarah memang sedehana. Perempuan itu memakai androk sebetis dan kaos lengan panjang.

“Permisi Mbak, ruangan Mas Abi ada di ruangan mana ya?” tanya Sarah dengan ramah tak lupa senyum simpul ia perlihatkan.

Perempuan yang berdiri di depan meja resepsionis itu menatap penampilan Sarah dari atas kepala sampai bawah. Kekehan sinis terdengar di telinga Sarah.

“Memangnya kamu siapanya Pak Abi?” tanya perempuan itu dengan nada angkuh.

“Saya istrinya Mas Abi.” jawab sarah mencoba tenang walau tak nyaman.

“Hahaha, jangan mimpi kamu! Pak Abi mana mungkin punya istri kampungan macam kamu begini!” seru perempuan itu seraya tertawa sinis.

“Saya tidak bohong, kalau Mbak tidak percaya saya punya buktinya.” sahut Sarah dengan nada tegas.

“Mana? Siapa tahu kamu bohong ‘kan?” ejek perempuan itu menatap Sarah seolah merendahkan.

“Ini buktinya, sekarang Mbak percaya ‘kan kalau saya istrinya Mas Abi?”

Sarah menyerahkan kartu nikah miliknya. Seketika kedua mata perempuan itu melotot sempurna. Ia benar-benar tidak percaya. Mana mungkin atasannya yang terkenal dingin dan kejam itu menikah dengan perempuan kampungan di depannya?

“Ruangan Mas Abi di lantai berapa ya Mbak? Saya harus mengantarkan makan siang.” ujar Sarah membuat perempuan itu mau tak mau memberitahukannya.

Setelah mengucapkan ucapan terima kasih, Sarah menekan tombol lift dengan perasaan membuncah. Genggaman pada rantang yang dibawanya kian menguat. Ah, perasaan apakah ini? Apakah ia sudah mulai menyukai Fabian?

Ting!

Suara lift yang berhenti di lanti sepuluh membuat senyum Sarah kembali sumringah. Langkah kakinya yang ringan ia cepatnya menuju sebuah ruangan. Setelah mengetuk pintu dan menunggu sedikit lama, akhirnya Sarah memberanikan diri untuk memutar knop pintu ruangan suaminya.

Ceklek!

Prang!

Rantang makanan yang dibawanya tadi tergeletak begitu saja dengan sajian yang sudah terlihat mengenaskan di lantai. Kedua orang berbeda jenis itu tampak menghentikan pergulatan panas mereka setelah mendengar suara yang mengganggu kegiatannya.

“M-mas Abi,” gumam Sarah dengan suara bergetar menahan tangis.

“Ck ganggu aja, dia siapa sayang?” tanya seorang wanita yang kini berada di atas pangkuan Fabian.

“D-dia..”

“Siapa?” tanya wanita itu seraya memicingkan matanya.

“Dia pembantu baru aku!” seru Fabian membuat Sarah menatapnya tidak percaya.

“Oh, begitu. Ngapain dia samperin kamu ke sini?” tanyanya lagi curiga.

“Dia cuman mau ngantar makan siang.” jawab Fabian lembut seraya mengusap rambut kekasihnya.

“M-maaf jika saya mengganggu.” ucap Sarah dengan suara bergetar.

Lalu tak lama perempuan itu pun membereskan rantangnya yang sudah berantakan, dan melangkah pergi dari ruangan suaminya dengan langkah tergesa.

Fabian yang melihat itu pun hanya diam saja. Dirinya terlalu tidak perduli dengan apa yang dilakukan perempuan yang menjabat sebagai istrinya.

•••••

Sarah memegang dadanya yang terasa sesak. Entah mengapa, Sarah begitu sakit hati saat tadi dirinya melihat kelakuan sang suami dengan perempuan lain.

“K-kenapa terasa sesak,” Sarah bergumam lirih.

Sarah menggelengkan kepalanya kuat. Perlahan tangannya mengusap kasar lelehan air mata yang entah sejak kapan turun membasahi pipi mulusnya.

•••••

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Fabian memasuki mansionnya dan melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga. Disana, terdapat Kakeknya yang sedang berbincang ria dengan Sarah.

“Sudah pulang Bi?” tanya Kakek Robi setelah ia menyadari keberadaan Fabian.

Fabian menganggukkan kepalanya singkat.

“Kek, Abi sama Sarah mau tinggal di apartemen Abi saja.” ucap Fabian membuat Kakeknya itu terkejut.

“Loh, kenapa?” tanya pria paruh baya itu.

“Fabian hanya ingin belajar mandiri saja.” jawab pria itu.

“Bagaimana Sarah? Kamu setuju?” tanya Kakek Robi seraya menatap Sarah yang terlihat seperti gelisah.

Sarah yang dipelototi oleh Fabian mau tidak mau menganggukkan kepalanya dengan ragu.

“Sarah m-mau Kek,” jawab Sarah gugup.

“Kalau begitu, Abi ke kamar dulu.” ujar Fabian melangkah menuju kamarnya.

•••••

“Ini kamar kamu.” Tunjuk Fabian menggunakan dagunya.

“Kita … pisah kamar Mas?” tanya Sarah tidak percaya.

“Kenapa memangnya?” bukannya menjawab, Fabian malah melayangkan pertanyaan lagi untuk Sarah.

“Ah, ng-nggak papa.” jawab Sarah kikuk.

BRAK!

Sarah kembali dibuat mengusap dadanya saat Fabian menutup pintu kamarnya dengan keras. Sarah pun menarik koper miliknya dan mulai memasuki kamar barunya.

Sarah dibuat kagum dengan kamar barunya itu. Dengan cepat Sarah membereskan pakaian miliknya dan merebahkan tubuhnya yang terasa pegal di atas kasur.

“Ah, empuk banget..” desis Sarah.

Perempuan itu menatap langit-langit kamarnya seraya termenung memikirkan kejadian tadi siang. Pemandangan Fabian yang tengah mencumbu perempuan lain membuat Sarah terus memikirkannya.

Sebenarnya siapa perempuan itu? Apakah dia kekasih Fabian? Tapi, Fabian ‘kan sudah menjadi suaminya.. Teriak Sarah dalam hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status