Share

Bab Lima : Club

Malam harinya, Sarah duduk di depan televisi yang ukurannya saja bahkan membuat mulut perempuan itu terbuka. Sesekali kekehan kecil keluar dari mulut perempuan desa itu. Tangannya kembali memasukkan snack yang ia beli tadi di super market.

Ceklek!

Suara decitan pintu kamar yang terbuka mampu mengalihkan atensi Sarah dari tayangan televisi. Perempuan itu meneliti penampilan suaminya yang terlihat kasual dan tentunya terlihat sangat tampan serta menawan.

“Mas mau kemana? Ini sudah malam.” ujar Sarah seraya beranjak dari duduknya.

Fabian menghentikkan langkahnya sejenak dtanpa membalikkan tubuhnya yang tegap. Ia terlalu malas jika harus kembali berhadapan dengan gadis desa yang selalu membuatnya kesal itu.

“Mau kemana Mas?” tanya Sarah lagi saat perempuan itu tidak mendapati jawaban apa pun.

“Bukan urusan kamu.” jawab Fabian dengan nada terdengar dingin.

“Jangan menungguku pulang!” lanjutnya lagi.

"Aku tidak sudi menyentuh tubuhmu!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Fabian melangkahkan kakinya menuju pintu apartemen dan menutup pintunya dengan kasar.

BRAK!

Sarah terlonjak ditempatnya setelah mendengar suara pintu yang ditutup oleh suaminya. Helaan napas berat kembali Sarah hembuskan. Perempuan itu lantas membereskan bungkus snack bekasnya dan membuangnya ke tong sampah.

•••••

Saat Fabian menginjakan kakinya ke dalam sebuah bar ternama di Kotanya, bunyi musik yang keras langsung menyambut pria itu. Fabian mengedarkan pandangannya dan melanjutkan kembali langkahnya setelah melihat sosok temannya.

“Hey bro, kemana aja lo? Baru keliatan sekarang.” tanya temannya itu yang sedang memainkan tubuh seorang wanita penghibur.

“Sibuk.” balas Fabian membuat temannya yang bernama Alan terkekeh dibuatnya.

“Dasar Boss besar,” ejek Alan yang tidak digubris sama sekali oleh Fabian.

Fabian memanggil barista dan memesan sebotol bir yang akan menemaninya malam ini. Setelah pesanannya datang, pria itu pun langusng meneguk bir nya. Rasa pahit dan segar langsung menerpa kerongkongannya kini.

Fabian terus menerus meneguk minuman haram itu sampai membuatnya hilang akal. Kini, pria itu tengah tertawa samar saat ingatannya mengingat wajah cantik sang kekasih.

Alan, temannya itu kini menatapnya bingung. Tidak mau membuat masalah, Alan langsung menyeret tubuh besar Fabian dan membawa pria itu ke apartemen milik Fabian.

Setelah menekan kata sandi apartemennya, Alan langsung mendorong tubuh Fabian hingga pria itu bersandar di sofa yang berada di ruang tamu. Suara grusak-grusuk serta gumaman tak jelas yang dilontarkan Fabian mampu mengganggu tidur nyenyak Sarah.

Perempuan itu dengan langkah was-was dan perasaan takut melangkah menuju ruang tamu. Seketika matanya membola melihat sang suami yang berada di atas sofa.

“Loh, Mas Fabian?” cicit Sarah seraya berjalan mendekati Fabian.

Alan menoleh saat mendapati seorang perempuan asing yang baru dilihatnya. Kedua matanya menatap lekat wajah Sarah hingga membuat perempuan itu sedikit tidak nyaman dibuatnya.

“Lo siapa?” tanya Alan dengan mata memicing menatap Sarah.

“A-aku Sarah,” jawab Sarah dengan nada takut.

“Maksud gue, lo siapanya Fabian?” tanya Alan lagi.

“Ah, aku is-istrinya Mas Fabian.”

Sontak jawaban Sarah membuat Alan tersedak ludahnya sendiri. Pria itu menatap temannya yang kini sudah memejamkan kedua matanya serta Sarah secara bergantian.

“L-lo nggak bohong ‘kan?” tanya Alan yang seketika menjadi gagap.

“Kapan aku bohong?” beo Sarah yang bingung dengan sikap teman suaminya itu.

“K-kalau gitu, gue pulang dulu. Tolong urus suami lo.” ujar Alan seraya melenggang pergi keluar dari apartemen Fabian dengan berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya.

Sarah kembali menatap Fabian dan mencoba membangunkan pria itu. Sarah menepuk-nepuk pipi Fabian yang sehalus pantat bayi dengan tangan bergetar.

“M-mas, bangun.” Panggil Sarah yang tidak digubris sama sekali oleh Fabian.

Fabian melenguh pelan dalam tidurnya. Pria itu merasa terganggu. Dan, ia tidak menyukai hal itu. Perlahan kedua mata Fabian terbuka sempurna. Samar-samar Fabian melihat siluet seorang perempuan di depannya.

Karena kini pikirannya dipenuhi oleh sang kekasih pujaan hatinya, tanpa ragu Fabian langsung meraih tangan Sarah dan menarik perempuan itu hingga menindih tubuh besarnya.

“Aaaaaaa!” teriak Sarah yang terkejut dengan tingkah aneh suaminya.

Sementara itu Fabian menatap lekat wajah Sarah yang cantiknya natural tanpa menggunakan make up sedikit pun. Sarah yang ditatap seintens itu oleh Fabian pun tak mampu menyembunyikan degup jantungnya yang berdetak sangat cepat melebihi kapasitasnya.

Cup!

Sarah sontak membuka kedua bola matanya lebar-lebar. Terlebih saat pria itu dengan seenak jidatnya merampas first kissnya.

“M-mas,” gumam Sarah yang tidak nyaman dengan posisi mereka sekarang.

“Hm,” deham Fabian yang masih asik dengan bibir indah milik Sarah.

Pria itu semakin menunduk dan mengecup leher jenjang putih milik Sarah. Sekuat tenaga Sarah menahan suara erotis yang hendak keluar dari mulutnya.

“Mas, stop!” pinta Sarah dengan suara memelas lirih.

Tak lama kemudian, Sarah dapat mendengar suara dengkuran halur di lehernya pertanda jika Fabian sudah terlelap. Sarah memejamkan kedua matanya. Entahlah, saat ini perasaannya dibuat tidak menentu oleh Fabian.

•••••

Fabian menggeliat kecil dalam tidurnya. Tubuhnya terasa kebas dan pegal. Saat ia membuka matanya, pria itu mengerjapkan kedua bola matanya pelan.

“Ah, sial.” maki pria itu seraya memegang salah satu bahunya.

Pantas saja jika tubuhnya merasakan kebas dan pegal. Bagaimana mungkin dirinya tertidur di sofa ruang tamu yang bahkan tidak akan muat jika ia merebahkannya disana.

Dan, apa ini? Sebuah selimut? Rasanya kemarin tidak ada yang menyelimutinya. Lantas, siapa yang memberikannya selimut? Apakah perempuan desa itu? Tanya Fabian menerka-nerka dalam benaknya.

•••••

Saat ini, Fabian tengah mengerjakan berkas-berkas sialan yang sudah menunpuk di atas meja kebesarannya. Pria itu melepas kacamata yang selalu menemaninya dalam bekerja. Helaan napas berat ia hembuskan.

Ceklek!

“Ck, nggak sopan.” Fabian mendengus sebal tatkala sekertarisnya yang tak lain ialah sahabatnya memasuki ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu.

“Hehe, jangan marah-marah Boss, nanti cepat tua.” ejek pria itu yang bernama Cakra.

“Ada apa?” tanya Fabian seraya mengusap pangkal hidungnya yang tiba-tiba terasa pening.

“Di depan ada Mila.” ujar Cakra tanpa menatap wajah atasannya.

Dengan tidak sopannya Cakra mendudukkan pantatnya di sofa empuk yang terdapat di dalam ruangan Fabian. Salah satu kakinya ia angkat.

“Terus?” beo Fabian acuh tak acuh.

“Perempuan yang kemarin itu, siapa?” tanya Cakra yang memang penasaran dengan sosok Sarah.

“Kepo!” seru Fabian membuat Cakra mencebikkan bibirnya sebal.

“Sayang!” Belum sempat Cakra berucap, panggilan seseorang mampu membuat Fabian mengalihkan pandangannya pada seorang wanita yang memakai pakaian terbuka.

“Aku kangen banget sama kamu,” tanpa tahu malu wanita tersbut langsung melumat bibir Fabian dan mendudukkan tubuhnya diatas pangkuan pria itu.

Cakra menggelengkan kepalanya singkat melihat tingkah kelakuan kekasih atasannya itu. Sudah tidak heran lagi kenapa wanita itu bersikap seenaknya.

Dia adalah Mila Shaquella, wanita berusia 26 tahun. Mila adalah seorang model majalah dewasa. Wanita itu memiliki rupa yang sangat cantik sekali. Jangan lupakan tubuhnya yang seksi selalu membuat Fabian menatap Mila dengan tatapan menawan.

Mila sudah menjalin kasih dengan Fabian selana satu tahun. Namun, hubungannya tidak direstui oleh sang Kakek. Tentu saja Kakek Robi tidak menyetujuinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status