Dengar janji Setia ini untuk selalu menjagamu apapun yang terjadi di dalam kehidupan
-Bready Alan Daguen----Jas hitam dan dasi maroon terlihat berantakan di kursi kemudi. Di tubuhnya melekat celana cardinal hitam serta kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Kaca mata hitam Bentley Platinum bertengger manis di hidung mancungnya, rahang kokohnya sesekali ikut melantunkan lagu yang terputar di playlist mobil sport hitam. Wajah serta pembawaan diri yang tenang selalu terlihat di segala kondisi.Ponsel gold di atas dashboard kembali berdenting menandakan pesan masuk. Fokusnya tidak dapat di ganggu, tanpa perduli kakinya tetap menginjak pedal gas membuat laju mobil kembali mengencang. Tujuannya adalah Theresia Hospital, sahabat sialannya mengalami kecelakaan. Harus segera di besuk agar tidak mengganggu pendengaran karena ponsel yang dapat berdering setiap waktu jika tubuhnya tidak berada di rumah sakit sekarang.Alis tebalnya terangkat tinggi sesaat, pandangan yang dipenuhi dengan manusia pemburu berita serta pria berjas hitam yang berdiri bak patung di depan pintu masuk rumah sakit. Bibir tipisnya mengeluarkan ringisan, suasana yang mengganggu di tempat umum. Apa sahabat bodohnya sangat terkenal hingga membuat repot semua orang?Justine Heward: President room no 3 di lantai 5.Ia kembali membaca pesan singkat dari si pesakitan. Tangannya bergegas memasukkan ponsel ke dalam saku celana, segera keluar dari dalam mobil. Seperti dugaan awal kedatangannya, ia mampu mengalihkan perhatian para wartawan, mereka berlari mengitari dirinya dengan banyak pertanyaan terdengar. Balasan seorang Alvin Maldiery hanya tersenyum tipis dan tetap berjalan tanpa sepatah kata pun. Ia bukan tipe pria yang suka berada di depan kamera, dan tidak akan bicara jika hal tersebut tidak mendatangkan keuntungan untuknya.Sepertinya para pria berjas hitam ini bukan milik Justine Heward, mereka hanya diam di tempat dan tidak melindunginya. Entah manusia seperti apa yang menyuruh puluhan pria berdiri di depan pintu rumah sakit. Langkah Alvin menuju lift setelah berhasil lolos, menekan angka lima setelah berhasil masuk ke dalamnya. Beberapa saat dentingan kembali terdengar, pintu lift terbuka. Ia kembali membuka ponsel untuk memastikan sesuatu. Jika bukan menyangkut tentang uang, ingatannya sedikit payah."Apa yang terjadi?" Tanya Alvin saat tubuhnya berhasil masuk ke dalam ruang president room milik Justine."Pria sialan menabrak ku hanya karena uang. Bersyukur tubuh tampan ini tidak cacat," ujar Justine dengan alis terangkat tak lupa sedikit kekehan geli.Alvin mengalihkan pandangannya pada Justine. "Bukan kau yang ku maksud!"Terdengar decakan kesal dari bibir tipis Justine Heward."Bready Alan Daguen," sahut pria berjas putih."Apa yang terjadi padanya, Jake?" tanya Alvin penasaran. Sedikit banyak Alvin mengenal Bready karena pria tersebut rutin menyumbangkan sebagian uangnya untuk universitas milik orang tuanya."Kecelakaan, dari diagnosis dokter Anaira terdapat pendarahan dan pembengkakan otak," jawab Jake acuh. Ponsel lebih menarik dari pada pria yang baru saja datang.Alvin hanya mengangguk, ia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Jake Jhonson dan tidak terlalu perduli setelah tahu pemilik seluruh pria yang berjaga di bawah sana. Langkahnya tertuju pada Justine, terlihat tidak begitu mengenaskan hanya terdapat beberapa perban di lengan serta goresan yang cukup besar di kulit betisnya.Alvin sedikit kecewa."Apa yang terjadi?" tanya Alvin masih dengan pertanyaan yang sama.Justine kembali berdecak kesal, "aku muak mendengarnya! Tidak ada siaran ulang untuk ucapanku, kau sangat tahu berapa harganya!"Alvin hanya tersenyum miring dan mengangkat bahunya acuh. "Itu tidak berlaku di sini Babe. Aku kecewa kau hanya mendapat luka ringan." Alvin berdecak dengan gelengan kepala."Keparat," umpat Justine."Kau seharusnya tidak boleh mengumpat jika ingin cepat sembuh Tine. Benar begitu Jhon?" Tanya Alvin pada Jhony, pria itu sedari tadi sibuk dengan majalah gosip yang berada di genggamannya.Jhony mengernyitkan kedua alis tidak begitu mendengar apa yang sedang dikatakan Alvin. "Apa yang kau katakan?"Alvin hanya berdecak melihat wajah Jhony yang sangat polos saat bertanya. Melihat tingkah para sahabatnya Alvin tidak ingin berlama-lama. "Aku pergi, kau tidak boleh mengganggu tidur panjang ku malam ini, karena aku sudah datang melihatmu!" Tukas Alvin seraya menatap Justine.Bukan hanya Justine namun Jake dan Jhony menatap ke arahnya."Apa kami terlihat peduli?"***Jemari yang sangat lentik dengan kuku bercat hitam mengkilap bergerak indah di atas layar ponsel yang datar. Mata hijaunya fokus pada layar benda tersebut. Sesekali menoleh ke depan untuk memastikan tidak ada satupun benda yang tertabrak. Keona berhasil terusir dari ruangan setelah Bready siuman, dua gadis cantik dan seorang Brealdy Alan Daguen turut berhasil menyingkirkannya.Sekarang Keona sibuk menghubungi Erick Hazley, pikirannya dipenuhi dengan Bready dan dengan mudah melupakan jadwal pemotretannya bersama Lucy. Designer cerewet yang tetap memintanya untuk bekerja sama walaupun Keona menunjukkan wajah permusuhan tiap kali bertemu karena suatu alasan di masa lalu. Puluhan pesan masuk ke dalam ponsel pintar miliknya dari Erick. Keyakinan Keona semakin bertambah saat melihat pesan terakhir dari pria tampan dengan orientasi seks yang berbeda bahwa Erick tidak akan membiarkannya lolos kali ini.Ya Tuhan, Keona pusing di buatnya.Berkali-kali Keona mencoba menghubungi, tetap suara operator yang terdengar.Bugh...Tubuh ramping Keona terdorong ke belakang karena menabrak tubuh seorang pria yang baru saja keluar dari dalam ruang president room lainnya. Ponselnya terpelanting begitu saja, setidaknya pria sialan ini berhasil membuatnya membeli ponsel baru. Ingin sekali rasanya mengumpat, tapi kondisi Keona sangat tidak sanggup untuk melakukannya. Keona mengambil ponsel di lantai dan segera pergi menuju lift dengan terburu.Ohhh, sialan.Keona tahu jika pria tadi mengikutinya, dan ia tidak perlu khawatir karena yakin tidak akan ada penjahat yang baru saja keluar dari ruang rumah sakit VVIP. Dan ponselnya baik-baik saja hanya terlihat retakan di kaca pelindung.***Alvin merasakan benturan, seorang gadis baru saja menabraknya karena bermain ponsel. Bukan kesalahan Alvin, dan ia yakin jika dahi gadis itu pasti sangat sakit."Ma,-" Alvin mengerutkan dahi saat melihat gadis dengan dress hitam berlalu tanpa menoleh ke arahnya setelah memungut ponsel di lantai.Rasa penasarannya sangat tinggi, Alvin tetap mengikuti gadis tersebut dan menatap wajahnya dari arah kanan. Terlihat cantik bahkan sangat cantik, mata hijaunya membuat Alvin terpesona. Sampai pintu lift terbuka gadis dengan dress hitam ini baru menyimpan ponsel miliknya. Mungkin saja karena tidak dapat menghubungi seseorang. Wanita tadi segera mengenakkan kerudung hitam untuk menutupi wajahnya.Kaki yang terlihat jenjang berbalut stiletto melangkah menuju pintu keluar, seketika para bodyguard siap siaga mengelilingi melindungi gadis cantik tersebut. Para wartawan berlomba menyerbunya. Saat mendapat kesempatan, Alvin berjalan cepat ke arah mobil seraya melihat para wartawan dan bodyguard mengelilingi si gadis hingga menuju mobil audi putih miliknya. Alvin segera masuk dan menjalankan mobil sport dengan rasa penasaran yang sangat menyiksa. Cantik dan mata hijau yang terlihat angkuh membuat Alvin terpesona memancing niatan untuk mencari tahu siapa sebenarnya bidadari malam ini.Tanpa sadar hatinya mengklaim jika gadis itu miliknya dan hanya ia yang dapat memilikinya mulai saat ini.Keona menatap wajah Alvin yang tampak tenang dalam tidurnya. Seperti dirinya, pria itu terlihat kehilangan beberapa kilogram berat badan dari terakhir mereka bertemu. Wajahnya pucat, lingkaran hitam menggelayuti mata, dan bekas lebam berbentuk jari hasil dari kekerasan Bready masih nyata terlihat. Air mata kembali menggenang di pelupuk Keona. Ia duduk perlahan, mendekat untuk mengamati wajah Alvin lebih jelas, seolah ingin mempelajari jejak penderitaan yang tertinggal di sana. “Sorry for causing a commotion,” bisiknya pelan. Entah mengapa, ia yakin Alvin dapat mendengar suaranya meski tengah tertidur. “You can hear me, right?” Ia menekan tombol untuk menurunkan pembatas ranjang, lalu melipat kedua tangan dan menyandarkan kepala di atas tempat tidur Alvin. “I’m sorry for putting you in this situation. I never expected something bad would happen that night. I felt two conflicting emotions at once, happy because someone saved me, but also sad, because someone got hu
Keringat mengucur deras bersamaan dengan napas yang memburu, rambut cokelat bergerak seirama dengan tubuhnya yang semakin bergerak cepat. Air conditioner yang menyala tidak dapat membendung keringat yang keluar dari pori-pori. Detak jantung yang semakin memburu tidak menyurutkan keinginannya untuk berhenti. Terik matahari yang terlihat dari dinding kaca menjadi salah satu faktor keringat tak kian terbendung. Ia terus mencoba hingga tubuhnya berada di ambang batas kesanggupan, dua jam berlalu namun tubuh ini masih dapat bertahan. Penyiksaan harus dilakukan dengan maksimal hingga rasa bersalahnya menguap tak tersisa. Pandangan dari mata hijau itu sekarang terasa berbeda, matahari yang terlihat terik serta langit yang biru perlahan terlihat bagai gambar usang berwarna hitam dan putih. Semua perlahan terlihat sedikit menggelap dan warna cerah berubah menjadi beberapa warna aneh yang membuat tubuhnhya tidak nyaman. Seorang pria yang baru saja keluar dari sebuah pin
Keona menarik paksa lengan Noah yang berlapiskan kemeja putih, matanya masih menangkap Bready berdiri tegak bersama para pengawal di belakangnya. Ohhh sungguh, Keona muak melihat Bready mulai beberapa waktu lalu dan mungkin hingga seumur hidupnya. Langkah kecilnya bergegas menuju mobil hitam milik Noah yang terparkir. Di sampingnya Noah hanya melangkah pasrah mengikuti langkah Keona, dirinya tidak tahu apa rencana yang akan dibuat oleh Keona. Ia hanya berharap semoga wanita dengan mata sembab ini tidak membuat masalah yang akan membangkitkan iblis di dalam diri Bready. Kali ini, Noah pasti akan turut menanggung akibatnya. Dentuman suara pintu mobil terdengar keras, Keona melihat Noah memejamkan mata dengan kedua tangan berada di pinggang. Bready masih menatap tajam ke arah mereka seakan ingin menghancurkan mobil tersebut melalui tatapan matanya. Pintu mobil kembali terbuka karena Noah masih berdiri di luar sana. "Bergegaslah sialan!" Teriakan Keona dan dentuman pintu untuk
Hembusan napas terdengar, Jake memperhatikan layar monitor lima parameter yang menampilkan Heart Rate, Blood Pressure, Oxygen Saturation, Respiratory Rate, dan garis EKG. Sejak meninggalkan apartemen Alvin, Jake merasa gelisah. Ia kembali ke rumah sakit namun dengan pikiran dan kemungkinan yang memenuhi kepalanya. Jake sempat menghubungi Justine, musuh sekaligus sahabat dari Alvin Maldiery, dirinya menceritakan detail kejadian pria itu akan berhadapan dengan seorang Bready. Justine mengatakan tidak perlu khawatir dan akan meminta orang-orang miliknya untuk mengawasi. Bahkan sebelum kedatangan Bready, Justine telah mempersiapkan ambulance di halaman apartemen lengkap dengan peralatan, dokter serta perawat di dalamnya. Tepat setelah Bready meninggalkan apartemen dengan para pengawal serta wanita cantik yang terlihat meronta, pesuruh Justine segera melihat keadaan Alvin. Pria tersebut hampir kehilangan nyawa jika tidak segera tertolong, detak jantungnya melemah,
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun keadaannya.
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan