Buka matamu dan tertawalah kembali untukku jika kau tidak ingin melihatku mati dalam kehidupan.
-Keona Dee----"Keparat! Kau pasti bahagia berada di sana, tidak seperti aku di sini!" umpatan diiringi tawa sinis namun lebih terdengar menyedihkan. Bagai seorang wanita yang sedang meratapi nasibnya.Walaupun terlihat kesal dengan wajah dingin dan sinis, tangannya tetap meletakkan bouqet white rose besar di atas batu nisan hitam berukir nama dengan tinta berwarna emas. Batu nisan yang menunjukkan tahun kematian angka keempat.Wajah sinis serta angkuhnya perlahan menjadi sendu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sedih tidak dapat merelakan seketika meluap walaupun telah empat tahun. Namun tetap saja, luka, kesedihan, dan kekosongan di hati selalu muncul tanpa dapat di cegah.Ia benci perasaan ini, perasaan kosong serta sengatan di hati yang membuatnya semakin sakit serta rapuh. Tapi rasa rindu selalu mampu mengalahkan segala rasa di hatinya. Selalu mampu menarik agar dirinya mengunjungi tempat ini lagi dan lagi. Entah sejak kapan air mata mengalir, dengan cepat diusapnya dan menengadahkan wajah menatap langit."Shit, i hate this moment!" Ia kembali menatap bouqet di depan batu nisan. Seperti yang di pintanya pada penjaga pemakaman untuk selalu merawat dan membiarkan rumput halus tumbuh subur di atas sana.Berada di sini akan selalu mengingatkan pada kejadian yang merenggut pria di bawah sana. Namun apa daya rasa rindu menenggelamkan perasaan hancur dan sakit yang ia rasakan. Menarik paksa tubuhnya untuk melihat batu nisan yang sama lagi dan lagi.Sekali lagi dia sangat rindu.Rintik hujan membasahi rerumputan di atas ratusan gundukan tanah. Telepon darurat barusan tidak membuat ekspresinya berubah, hanya langkah kaki yang sedikit cepat menyiratkan kekhawatiran pada seseorang yang hampir meregang nyawa. Dalam hati ia bertanya apa yang sedang dilakukan pria itu hingga membuat dirinya harus repot menuju ke arahnya?Gaun hitam yang dikenakan serta stiletto senada menyiratkan betapa mengerikan hari ini. Ia hanya berharap semoga besok tidak lagi menggunakan gaun hitam sebagai kostum kesedihan. Decitan ban dan aspal basah mengawali langkahnya menuju Theresia Hospital, seperti yang dikatakan si penelepon barusan. Harapannya semoga Bready Alan Daguen baik saja. Jika tidak, semoga beberapa hari cukup untuk pria tersebut beristirahat dan kembali seperti sediakala.---Hanya butuhkan waktu 25 menit dirinya telah menginjakkan kaki di Theresia Hospital. Langkahnya tertuju pada meja resepsionis, terlihat terburu dan tanpa basa-basi."Bready Alan Daguen," ucapnya.Wanita berseragam biru muda dengan sanggul kecil menatap dengan takjub dan gugup. Ia selalu melihat wanita dihadapannya melalui layar kaca. Namun kini wanita yang bernama Keona Dee model yang sangat terkenal dan cantik rupawan berdiri dihadapannya. Wanita tinggi nan ramping yang sungguh luar biasa cantik, wanita dengan julukan Dewi yunani. Akan tetapi ekspresi wajahnya tampak mengerikan. Tanpa kata wanita itu segera berjalan menuntun langkah Keona. Ya, itu lah yang diinginkan Keona. Semua orang hanya terdiam dan menatapnya lalu mengikuti keinginannya."Nona, ini ruangannya. Tuan Bready sedang dalam tahap operasi." Jelas wanita tersebut tanpa menatap wajah angkuh dihadapannya. Namun tak ada balasan, ia pikir Keona adalah gadis yang ramah karena setiap iklan di televisi atau majalah ia selalu menampilkan senyum serta tawa bahagia.Keona terdiam menatap ruangan berdinding kaca ditutupi dengan tirai berwarna hijau. Lampu masih menyala menandakan operasi sedang berlangsung. Seumur hidup, ini adalah salah satu hal yang tak akan pernah diizinkan berada di pikirannya. Tapi sekarang hal tersebut terjadi, benar-benar terjadi. Hingga perawat yang mengantarkannya pergi, Keona masih saja terpaku berdiri.Beberapa pria berjas hitam merunduk hormat saat Keona menatap mereka. Oh, sial. Seharusnya mereka lebih sigap saat menjaga Bready. Seharusnya para bodyguard mengikutinya seperti anak anjing. Tetap mengikuti dan tidak membiarkan Bready pergi sendirian. Seharusnya lagi Keona kini menghajar atau pun menghujat serta memecat mereka. Tapi tunggu saja, semua akan ia lakukan saat Bready siuman nanti.Keona berjalan lebih dekat ke arah kaca berharap dengan lebih dekat matanya dapat menangkap sosok Bready di dalam sana. Namun tentu saja semua sia-sia, tirai hijau terlalu tebal untuk di tembus oleh matanya. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Perasaan Keona, jangan tanyakan. Ingin sekali menjerit atau menangis histeris, namun ia tidak dapat melakukannya atas sumpahnya pada Bready Alan Daguen.Derap langkah terdengar, mata tajamnya menoleh mencari sumber suara. Tak lama sosok wanita paruh baya berjalan angkuh menuju tempatnya bersama lima orang pria berjas hitam, aura Bready melekat padanya. Keona seakan tak terlihat, wanita bergaun hitam di hadapannya segera menuju pintu kaca berdiri tegap di sana seakan dapat menembus dan mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam sana.Cukup lama.Mata biru Keona tetap tertuju pada rambut cokelat tergerai wanita itu. Namun tanpa di duga ia tertangkap. Keona melihat mata serta wajah angkuh Helena Daguen menatapnya, sedikit gugup ia mencoba mengulas senyum walau terlihat patah. Tak terlihat perasaan sedih atau apapun di wajah wanita yang melahirkan Bready, tetap datar seperti biasa."Aku memiliki beberapa pekerjaan penting, katakan jika aku datang pada Bready nanti."Keona terpaku, entah kapan tapi wajah Helena telah berada di hadapannya. Keona hanya dapat mengangguk tanpa suara. Wanita bernama Helena kembali membelakangi, mencoba menembus tirai hijau kini tubuhnya bersedekap."Aku yakin para pemilik stasiun televisi mendapatkan ratusan kali lipat keuntungan hari ini dan beberapa hari ke depan," ucap Helena. Tatapannya beralih pada lima orang berjas hitam. "Perketat penjagaan, jangan sampai mereka mengetahui keadaan putraku sedikitpun."Lima orang pria yang begitu penurut, mereka hanya mengangguk, satu di antara mereka segera pergi. Keona hanya memperhatikan Helena melangkah pergi. Jika dirinya terlihat seperti Helena yang begitu angkuh, maka ia terlihat sangat menyeramkan. Oh Tuhan, Keona tidak ingin menjadi seperti Helena.Setelah Helena hilang dari pandangan, tanpa sadar Keona menghembuskan napas lega. Keona benci terintimidasi, namun Helena dapat melakukannya. Keona menuju kursi panjang bersejajar, ia tidak tahu apa yang diinginkan dan dirasanya sekarang. Perasaannya begitu hampa, ia mencoba berdoa dan sepertinya Tuhan tidak akan tega jika tidak mengabulkan doanya. Dirinya bukan pendosa dan Tuhan harus mengabulkan doanya walaupun dengan sedikit memaksa.Hanya satu yang dipinta sembuhkan Bready dan kembalikan keadaan seperti semula, masih banyak yang diinginkan Keona di dunia. Jika situasinya sekarang bagai cerita dongeng hanya dapat meminta satu permohonan seumur hidupnya, ia akan meminta hal yang sama dan merelakan semua keinginannya untuk Bready.Keona menghela napas, lampu operasi masih menyala. Sepertinya ia harus menunggu beberapa menit atau jam lagi sampai operasi Bready berakhir. Menunggu seorang diri dengan harapan dan doa yang selalu diharapkannya menjadi kenyataan.Dengar janji Setia ini untuk selalu menjagamu apapun yang terjadi di dalam kehidupan -Bready Alan Daguen----Jas hitam dan dasi maroon terlihat berantakan di kursi kemudi. Di tubuhnya melekat celana cardinal hitam serta kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Kaca mata hitam Bentley Platinum bertengger manis di hidung mancungnya, rahang kokohnya sesekali ikut melantunkan lagu yang terputar di playlist mobil sport hitam. Wajah serta pembawaan diri yang tenang selalu terlihat di segala kondisi.Ponsel gold di atas dashboard kembali berdenting menandakan pesan masuk. Fokusnya tidak dapat di ganggu, tanpa perduli kakinya tetap menginjak pedal gas membuat laju mobil kembali mengencang. Tujuannya adalah Theresia Hospital, sahabat sialannya mengalami kecelakaan. Harus segera di besuk agar tidak mengganggu pendengaran karena ponsel yang dapat berdering setiap waktu jika tubuhnya tidak berada di rumah sakit sekarang.Alis tebalnya terangka
Debaran ini datang tanpadapat dicegah ternyata kaulah penyebabnya-Alvin Maldiery ----Alvin berjalan dari lobby hotel menuju lift yang biasa digunakan. Seperti biasa kacamata bertengger manis di hidung mancungnya, ia selalu menunjukkan senyum tipis menyambut sapaan dari para pekerja yang berlalu lalang. Pintu lift terbuka dan pria berbalut jas cokelat segera masuk menekan tombol angka 7. Namun pintu kembali terbuka karena terhalang oleh sepatu pantofel berwarna putih.Dua orang pria berkemeja maroon dan navy tersenyum lebar ke arahnya, mereka segera masuk tanpa dosa."Kalian meninggalkan Justine sendiri?" Tanya Alvin setelah lift membawa mereka naik.Jake menelisik wajah tenang pria di samping kirinya sebentar, seakan menilai. "Dia tidak akan kesepian, kau yang terlihat sangat kesepian. Bukan begitu Jhon?"Jhoni mengangguk dengan mata berbinar bagai seekor anak anjing yang melihat makanan lezat. Alvin meringis menatapn
Cukup berdiri di dekatku, maka aku tidak membutuhkan apapun di dunia ini selain dirimu-Keona Dee----"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Keona sesaat setelah berhasil masuk dan memastikan Bready terjaga. Mata tajam Keona menatap Bready bagai mangsa lemah, namun bagi pria pesakitan ini Keona terlihat lucu dan menggemaskan dengan mata bulat besar. Pipi Bready tertarik tanpa sadar. "Aku tidak meminta senyummu, aku ingin penjelasan mu!""Hey, jangan terlalu pemarah. Lihat, aku baik saja." Bready mencoba duduk dan mencari pegangan. "Oh sial, Yona! Kau memukul tepat di luka ku!"Senyum sinis terbit bersamaan dengan lengan terlipat bersedekap dada. "Umpatanmu membuktikan kondisimu!" Keona berjalan angkuh menuju sofa, membiarkan Bready dengan segala kesulitannya."Yona, kemari!" Perintah Bready. Ia tidak berhasil duduk, hanya bagian kepalanya yang sedikit berpindah.Dengan pasti Keona menggeleng kuat, "katakan padaku!""M
Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona
"Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading 😘Saat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading 😘Hanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading 😘Jika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana