Share

Bab 2: Manusia Sok Cakep

Author: HarunaHana
last update Huling Na-update: 2023-06-13 10:29:46

Ide pernikahan yang dilontarkan sang papa merusak mood  Kalila pagi itu. Jadwal kegiatan yang telah tersusun har ini seketika ambyar. Waktu dan kesempatan berpikir yang diberikan padanya hanya formalitas. Kalila yakin seratus persen kalau papanya diam-diam sudah menerima lamaran Farhan. Semakin berpikir tentang Farhan, hati Kalila semakin meradang. Tiba-tiba ia teringat surat dari Haiyan enam bulan lalu. Ia harus segera menemui Haiyan dan meminta pria itu cepat-cepat melamarnya. Kalila yakin, Haiyan bisa menggeser Farhan dari hati Wisnu.

Mengingat Haiyan, gelisah di hati Kalila sedikit berkurang. Gadis berkulit putih dengan mata bulat itu buru-buru menghabiskan sisa teh dan beranjak mendekati meja makan. Semoga Mas Haiyan bisa membantuku, batinnya sembari membereskan bekas sarapan dengan gerakan kasar sehingga menimbulkan kegaduhan akibat piring dan gelas yang saling bertemu. Dibawanya peralatan makan itu ke dapur dan diletakkan dengan keras di atas sink. Dapur semakin riuh dengan tambahan bunyi kucuran air dari keran dan Moza, kucingnya, yang sibuk mengeong minta jatah makan.

Dering bel mengagetkan Kalila yang sedang menuang makanan kucing untuk Moza. Diletakkannya mangkuk plastik berbentuk kepala kucing di halaman belakang kemudian pergi ke ruang depan. Moodnya kembali memburuk ketika melihat bayangan tubuh Farhan dari balik jendela ruang tamu. Dilihatnya jam dinding. Sepagi ini sudah bertamu. Mana hari Minggu, lagi!

“Assalamualaikum. Prof. Wisnu ada?” Suara dan wajah datar tanpa ekspresi milik Farhan menyambut Kalila ketika pintu terbuka. Lelaki itu menyibak rambut bagian depan lantas memasang senyum manis. Salah satu tangannya memegang paper bag gerai martabak favorit Kalila.

Dihsok kecakepan. Kalila mulai sensi padahal biasanya dia tidak pernah terganggu dengan keberadaan Farhan. Pria itu bukan orang asing bagi Kalila. Sebagai orang kepercayaan Prof. Wisnu, Farhan sering datang ke rumah. Tentu saja untuk urusan pekerjaan, bukan lamar-melamar. Tidak pernah terlintas di benak Kalila kalau Farhan akan melamarnya.

“Ada urusan apa ketemu Papa?” Kalila memindai pria berbalut kemeja putih dan sweater navy di hadapannya. Ia mundur selangkah ketika hidungnya mencium aroma aquatik yang segar dari tubuh Farhan.  Jangan-jangan dia mau tanya kapan lamarannikahAmit-amitJangan sampaideh.

“Kenapa? Ada yang salah dengan saya?” Wajah Farhan sedikit berkerut. Dipandanginya tubuhnya kemudian menatap heran Kalila. Pria tiga puluh lima tahun itu merasa tidak ada yang aneh dengan penampilannya.  

Kalila bergeming, membiarkan pertanyaan Farhan dibawa angin yang kebetulan berembus pelan. Salah kamu kenapa melamar sayatahu

Melihat Kalila tidak merespons ucapannya, Farhan tidak bertanya lebih jauh. Biasanya Kalila bersikap seperti ini saat badmood. Lebih baik tidak mengusik manusia dengan kesabaran setipis tissue dibelah tujuh. Ia akan kehilangan hari yang menyenangkan. 

“Prof. Wisnu sudah berangkat?” Laki-laki berambut lurus itu mengalihkan pembicaraan. Melihat jarum jam pada arloji di tangannya, seharusnya ia aman karena datang sepuluh menit lebih awal. 

Semua kolega Prof. Wisnu tahu kalau dosen senior itu punya prinsip, waktu adalah lembar-lembar nasib yang tidak akan kembali. Datang terlambat sama saja membiarkan nasibmu dan orang yang menunggumu sia-sia, tidak terisi apa pun. Prof. Wisnu sangat membenci kesia-siaan. 

“Papa masih di rumah, kok. Sebentar saya panggilkan.” 

“Kamu sudah siapkan semua berkas dan proposal penelitian kita?” 

Baru saja Kalila akan berbalik, Wisnu sudah berdiri di sampingnya dengan stelan kemeja biru muda dan celana bahan warna senada. Pria itu terlihat segar dan lebih muda dari usianya. Meski masih memungkinkan untuk menikah lagi, Wisnu tidak pernah berpikir mencari ibu sambung bagi Kalila. Ia pernah mendengar ustaz berkata kalau kelak suami istri akan disatukan di surga. Jika kebersamaannya dengan mama Kalila hanya sebentar, Wisnu ingin bersama selamanya kelak di kehidupan abadi.

“Sudah, Prof. Semua sudah siap, termasuk presentasi dan film-film yang dibutuhkan.”

Good job, Anak Muda.” Wisnu tersenyum puas. Pandangannya beralih pada Kalila. “Kamu lihat, La, Farhan selalu bisa diandalkan. Tidak hanya soal pekerjaan, urusan rumah juga beres. Dia cukup suamiable.” Sembari mengacungkan jempol, Wisnu melirik Farhan.

“Apaan, sih, Pa?” Kalila merengut. Ekor matanya masih bisa menangkap senyum samar Farhan. Nyebelin bangetsihDasar partner in crime!

“Simpan vespa kamu di garasi. Kita pergi pakai mobilku.” Wisnu melempar kunci mobil yang ditangkap dengan sigap oleh Farhan. 

“Kamu masak yang enak. Nanti malam Farhan mau makan malam di sini.” Wisnu menepuk pipi putrinya. “Dia sangat suka yukikuki.” 

Kalila memasang wajah kesal. Gawatbelum nikah saja aku sudah disuruh-suruh masakPasti Bang Farhan bersekongkol dengan Papa untuk mengujiku. Harusnya di menikah dengan chef kalau ingin makan yang aneh-aneh! Menyusahkan saja!

“Yakiniku, Prof.” Farhan tesenyum geli. 

“Nah, itulah pokoknya. Kamu denger sendiri, kan?” 

“Maaf, Pa, tapi Lila lagi banyak kerjaan. Nggak sempet masak kayanya.” Kalila tidak bohong. Ia ada rencana bertemu teman-teman Teater Semut Merah dan menyelesaikan dua naskah blog yang sudah menunggu untuk di-upload.

“Papa tahu kamu bisa mengatur waktu seperti biasanya.” Wisnu berujar santai. “Kamu belum pernah mengecewakan Papa. Okay?” Bibir Wisnu membusur. Ditinggalkannya Kalila yang mematung dengan raut muka jengkel.

Sejak mamanya meninggal lima tahun lalu, tanggung jawab dapur dan urusan perut berpindah ke pundak Kalila. Beruntung, sejak kecil sang mama sudah melatihnya sehingga tugas baru itu tidak membuat Kalila oleng. Ia cukup puas dan percaya diri karena Wisnu tidak pernah protes atau mencela hasil olahan tangannya.

“Oh, iya, ini martabak favorit kamu.” Farhan yang sudah hampir menuruni teras berbalik dan menyerahkan paper bag pada Kalila. Lagi-lagi, pria itu memberi bonus senyum manis. 

“Terima kasih.” Kalila menjawab dengan ketus lalu menutup pintu dengan keras hingga Farhan kaget. Perempuan berpostur sedang itu meletakkan begitu saja paper bag di meja makan lalu bergegas ke kamar dan mengambil ponsel. Bagian atas benda itu berkedip. Ketika telunjuknya menyentuh layar, terlihat notifikasi pesan dari Miranti, teman satu komunitas Semut Merah. 

Ujung jari Kalila menggulir layar, mencari panel telepon berwarna hijau. Ketika aplikasi W******p terbuka, pesan Miranti ada di baris pertama. Dibukanya pesan itu.

“La, ada gosip panas, nih. Tapi siapkan hati kamu biar nggak pingsan, yak.” Pesan Miranti diikuti emoticon perempuan sedang menari.

“Gosip panas apaaaa?” Kalila membalas cepat. Ia menambahkan emoticon ekspresi bertanya-tanya.

“Aku telepon, ya. Gosip ini tidak bisa diceritakan lewat chat. Kamu harus denger langsung biar puas.”

“Belibet banget!” Emoticon marah.

“Dih, sabar, dong. Aku boker dulu, yak.” Emoticon tertawa terpingkal-pingkal.

Astagfirullah! Kalila melempar ponsel ke atas ranjang. Kebiasaan Miranti selalu menggantung cerita. Mentang-mentang penulis novel. Tidak di cerita, tidak di real life, perilakunya sama.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 73: Pertarungan (2)

    Kaivan tersenyum sinis. “Saya yakin Anda tidak ingin kehilangan Nona Miranti yang cantik. Tapi, saya hanya mau menukar nyawa Wisnu dengan gadis itu, bagaimana?” Kaivan berkata dengan tenang seolah pertukaran nyawa manusia tidak lebih dari tukar-menukar mainan. “Tentu saja saya akan menghabisinya setelah menikmati tubuhnya.” Kaivan menyeringa lalu tertawa. Ada yang menggelegak di tubuh Andromeda, tetapi ia berusaha menahan diri. Permainan sedang berada di puncak. Ia tidak akan terpancing. “Dan pastinya, bukan hanya saya yang akan menikmati tubuhnya. Orang-orang kepercayaan saya juga.” Kaivan melirik dua pengawal yang berdiri di dekat Andromeda. Lirikan yang kemudian dibalas dengan senyum menjijikkan. Andromeda terdiam sesaat. “Well, mau bagaimana lagi. Kalau memang itu syaratnya, saya setuju.” “Wow!” Kaivan bertepuk tangan. “Bravo! Jadi nyama Nona Miranti tak lebih berharga dari Wisnu?” Andromeda mengedikkan bahu. “Tolong bawa dia ke mari, Tuan. Saya ingin bertemu dengannya untuk

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 72: Pertarungan

    Bibir Andromeda melengkung lalu mendekati meja. Ia membungkuk lalu duduk bersila hingga tubuhnya dan Kaivan berada dalam satu garis lurus. Mulutnya masih terkatup rapat sementara otaknya sibuk menakar kekuatan Kaivan dan permainan yang mungkin disiapkannya. Baru saja tubuh Andromeda berada di atas tatami, dinding di samping kirinya tiba-tiba bergeser lalu dua lelaki tegap berjas dan berkacamata hitam keluar dari balik dinding dan berdiri dua meter di belakang Andromeda. “Saya kira kita akan bicara empat mata.” Tatap tajam Andromeda menerobos rongga mata Kaivan. “Rupanya Anda tak seberani yang saya kira. Anda tak lebih dari seekor kecoa.” Andromeda tersenyum meremehkan. Kai tertawa. “Ternyata benar kata orang, Anda polisi bermulut besar.” Pria itu berdecak. “Toh, Anda juga tidak datang sendiri, bukan?” Hiasan gantung di belakang Kaivan tiba-tiba tergulung. Dinding di belakangnya menjelma layar lebar yang memperlihatkan orang-orang Andromeda di sekitar rumah Kaivan. “Saya hitung, ada

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 71: Pertaruhan

    “Kamu yakin negosiasi dengan Kaivan akan berhasil?” Farhan menatap lurus-lurus Andromeda. Seharian ini Farhan harus ikut Andromeda koordinasi terakhir dan simulasi beberapa rencana yang akan mereka lakukan dan itu membuat otak dan fisik Farhan sangat letih, lebih capek dari mengajar selama berjam-jam di depan kelas. Sorot mata pria itu meredup dan digelayuti kekhawatiran juga ketakutan. Musuh mereka bukan kaleng-kaleng, bukan penjahat kelas teri. Andromeda mengangguk yakin. Diseruputnya sisa kopi di dalam gelas. “Aku punya kartu As Kaivan dan Atmaveda grup. Dia tidak akan berkutik di depanku.” “Dia tidak sebodoh yang kamu kira, Da.” “Dia memang tidak bodoh. Tapi aku juga bukan polisi ingusan.” Andromeda menatap keluar jendela ruang kerjanya yang masih dibiarkan terbuka. Diambilnya pulpen dari kemeja kemudian memutar-mutarnya. “Aku pastikan, dia bertemu lawan sepadan.” Pandangan Andromeda kembali tertuju pada Farhan. “Kamu tidak perlu khawatir, Kawan. Semua sudah aku hitung.” Ia be

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 70: Dalam Pelukan Farhan

    halo, hola, readers. Maaf baru update lagi. Kondisi kesehatan dan adanya projek lain membuat saya sedikit menunda waktu update. Semoga teman-teman masih bersedia mengikuti cerita ini. Salam hangat dari Farhan dan Kalila :-)***Pergi. Mendadak dada Kalila terasa sesak mendengar kata itu. Kepalanya tertunduk dan tangannya meremas tepi rok. Apa saat itu hampir tiba? Kenapa terburu-buru mengurus balik nama rumah dan mobil? Ia anak tunggal. Tidak akan terjadi konflik rebutan harta warisan dengan siapa pun. Tidak mungkin ia akan berebut dengan Farhan. Lagi pula, setahu Kalila harta Wisnu hanya rumah ini dan isinya. Pria itu lebih banyak bersedekah ketimbang menyimpan uang untuk diri dan keluarganya. Wisnu tidak pernah membeli sesuatu berlebih. Semua hanya seperlunya dan kalau benar-benar dibutuhkan. Wisnu tidak akan membeli barang baru jika yang lama masih bisa dipakai. Seandainya ia membeli barang baru, maka barang lama akan ia berikan pada orang lain. First in first out. Begitu prinsipn

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 69: Jatuh Cinta Setiap Hari

    Selepas salat Asar, Farhan melajukan Expander menuju makam. Tanah pekuburan itu sebenarnya terletak di belakang kompleks, tetapi untuk memasukinya harus memutar keluar dulu dari gerbang kompleks kemudian belok kiri memasuki jalan kampung di pertigaan pertama setelah pintu keluar kompleks. Makam itu digunakan oleh warga dua kompleks perumahan dan penduduk di pemukiman belakang kompleks sehingga pintu masuknya berada di depan jalan yang bisa dilewati warga dari ketiga wilayah itu. Sebelum ke makam, Kalila meminta Farhan ke florist yang letaknya lima ratus meter dari pertigaan di mana mereka akan berbelok. "Mama paling suka kalau aku ajak jalan sore-sore." Suara Wisnu terdengar renyah dan hangat. Bibirnya tidak henti menyunggingkan senyum seolah ia benar-benar akan bertemu sang istri yang telah lama terpisah jarak. Farhan menoleh, tersenyum kemudian kembali menatap jalanan. Ia bisa merasakan kegembiraan Wisnu. Andai bisa, dia pun akan mengunjungi makam Mamak dan Bapak sesering mungk

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 68: Keinginan Tersembunyi Wisnu

    Ucapan Wisnu memaku tubuh Kalila. Seperti ada dua tangan yang tiba-tiba keluar dari lantai kemudian memegang erat kakinya sehingga tidak bisa melangkah. Main? Aku main? Dari mana Papa mendapat kata itu? Apakah Bang Farhan telah mengadu pada Papa dan menyebut main setiap kali aku keluar rumah? “Lila nggak pernah pergi main atau nongkrong, Pa.” Kalila menggeser sedikit tubuhnya kemudian duduk di kursi, agak jauh dari Wisnu. Ditatapnya paras sang papa dengan pandangan tak terima. Memang, kadang sepulang meliput, wawancara, atau mengambil foto, ia mampir ke kafe. Biasanya ia akan membuat janji dengan Miranti dan mereka akan mengobrol. Namun, bukan itu tujuan kepergiannya. Apalagi setelah menikah. Jangankan main, hanya ke kampus atau ke kosan Miranti saja Farhan sudah sangat rewel. “Syukurlah kalau kamu tidak melakukannya.” Wisnu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ia tahu, Kalila masih ingin bebas. Ia khawatir Kalila melupakan kewajibannya sebagai istri karena terlalu asyik dengan Mir

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 67

    Farhan membiarkan Andromeda pergi tanpa mengantarnya sampai keluar rumah. Kepalanya terlalu penuh dengan berbagai lintasan pikiran dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Ia memilih menyalakan laptop dan membuka data bisnis gelap keluarga Atmaveda. Sampai saat ini ia masih tak habis pikir, dari kota yang katanya paling nyaman dan ngangeni ini, hidup bos mafia yang puluhan tahun menjalankan bisnis ilegal tanpa tersentuh hukum. “Kaivan dan Airlangga tetap akan kami seret ke penjara. Tapi kamu tahu, mereka sangat rapi dalam menyembunyikan kejahatan. Tidak akan mudah membekuk mereka, Kawan.” Ucapan Andromeda kembali terngiang di kepala. Waktu itu, Farhan keberatan jika harus bernegosiasi dengan Kaivan karena itu artinya, ia menukar bukti kejahatan Kaivan dengan nyawanya. Setelah negosiasi, ia dan Wisnu harus diam padahal mereka tahu ada kejahatan besar sedang berlangsung. Farhan tidak bisa membayangkan kehidupan macam apa yang akan dijalaninya ketika harus menyembu

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 66: Seperti Layang-Layang

    Andromeda menatap sengit Farhan sebelum kembali melihat ke arah halaman. “Coba ingat baik-baik, apa ada kata membunuh dalam kalimatku? Apa aku memintamu membunuh anak Kaivan?” Andromeda menekan earpiece di telinga kanannya. Dialihkannya perhatian pada Farhan. “Tuhan memberi otakmu, tolong dipakai untuk mikir yang bener, bukan cuma mikirin Kalila.” “Sial!” Farhan meraih dan mencengkeram kedua lengan Andromeda. Lantas, salah satu kakinya maju ke depan, lalu ia berbalik dan sedikit membungkuk. Diangkatnya tubuh Andromeda dan membantingnya ke lantai perpustakaan yang beralas permadani dari Iran. “Kutu kupret busuk!” Andromeda meringis seraya berusaha bangun. Ia tidak menduga kalau Farhan akan semarah itu. Dielusnya bagian punggung yang sedikit ngilu. “Aku akan balas nanti setelah kamu benar-benar sembuh.” Dilayangkannya tinju ke wajah Farhan yang dengan tangkas berhasil ditangkis pria itu. “Ingat, aku mengalah, bukan kalah!” ujarnya geram. “Berhenti mengejekku atau aku akan melakukan

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 65: Rencana Terakhir

    Farhan terbangun karena dering tak biasa terdengar dari ponselnya. Sebelum bangun, ia menoleh. Kalila masih pulas, tidur dengan kepala di atas lengan Farhan. Dengan hati-hati Farhan mengangkat kepala Kalila agar ia bisa menarik tangannya kemudian meletakkan kembali di atas bantal. Menyibak selimut, Farhan turun cepat-cepat dari ranjang, mengambil ponsel yang ia simpan di atas rak seraya melirik jam dinding. Jam dua dinihari. Sepagi ini sahabatnya sudah menghubungi. "Seperti tidak ada waktu lain saja." Farhan bergumam pelan sambil mengacak rambut. Kumbang JantanSiap-siap rencana kedua.Jam sembilan aku ke rumahmu. Berdiri di samping rak, perhatian Farhan masih tertuju pada layar ponsel meski pesan yang baru saja ia baca sudah dihapus. Hari ini ia berencana menyusun rencana penelitian untuk diajukan ke Dikti dan PIMNAS. Ada beberapa tema penelitian yang sudah lama mampir di kepalanya dan Farhan berharap tahun ini ada salah satu dari tema-tema itu yang bisa ia mulai. Namun, panggila

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status