Beranda / Romansa / Menikahi Pewaris Dingin / Bab 4: Tranformasi

Share

Bab 4: Tranformasi

Penulis: SolaceReina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-11 14:52:58

Selasa siang, Clara berdiri di depan butik Maison de L'Élégance—bangunan tiga lantai dengan fasad kaca dan pintu emas megah yang terlihat lebih seperti museum seni daripada toko pakaian. Tidak ada papan nama besar, hanya logo kecil bertuliskan huruf-huruf script elegan.

Ini adalah jenis tempat yang tidak pernah ia datangi bahkan saat keluarga Hartono masih jaya.

Jari-jarinya menggenggam kartu hitam Alex di dalam saku—jaminan bahwa ia punya hak untuk masuk. Tapi tetap saja, kakinya terasa berat saat melangkah menuju pintu.

Sebelum tangannya menyentuh gagang, pintu sudah terbuka dari dalam. Seorang wanita berusia empat puluhan dengan rambut bob platinum dan kacamata cat-eye bingkai emas tersenyum lebar—senyum yang hangat, berbeda dari resepsionis A&A Group kemarin.

"Nona Clara Hartono?" suaranya lembut dengan aksen sedikit Prancis.

"Ya."

"Saya Madame Vivienne. Tuan Alex sudah menghubungi saya. Silakan masuk."

Interior butik itu... menakjubkan. Lantai marmer putih, lampu kristal menggantung seperti hujan cahaya, dan deretan gaun terpajang seperti karya seni di galeri—setiap gaun di rak khusus dengan pencahayaan sempurna.

"Silakan duduk." Vivienne menunjuk sofa beludru abu-abu di tengah ruangan. "Saya sudah menyiapkan beberapa pilihan berdasarkan instruksi Tuan Alex dan... riset kecil saya tentang Anda."

Clara duduk—sofa itu lembut seperti awan—sementara Vivienne menepuk tangan dua kali. Dua asisten muda muncul dengan nampan berisi teh dan macaron warna-warni.

"Tuan Alex bilang Anda butuh transformasi total." Vivienne duduk di seberangnya, melepas kacamatanya, menatap Clara dengan mata tajam yang menilai. "Tapi saya tidak setuju dengan kata itu. Anda tidak butuh transformasi—Anda hanya butuh... refinement. Pemolesan."

Ia bangkit, berjalan melingkari Clara seperti pematung yang mengamati bahan mentah. "Tulang pipi bagus. Postur tubuh bagus meskipun bahu sedikit turun—tanda stres berkepanjangan. Kulit pucat—kurang tidur. Rambut sehat tapi potongan tidak teratur—Anda potong sendiri?"

Clara tersentak. "Bagaimana—"

"Ujung rambut tidak rata sempurna. Dan tidak ada wanita yang pergi ke salon profesional yang akan membiarkan ujung rambutnya seperti itu." Vivienne tersenyum simpati. "Tidak apa. Kita akan perbaiki semuanya."

Dua jam berikutnya adalah pusaran aktivitas yang membuat kepala Clara pusing.

Pertama, rambut. Vivienne membawanya ke lantai dua—salon pribadi dengan kursi kulit dan cermin besar dikelilingi lampu. Seorang hairstylist berambut ungu dan anting besar langsung bekerja—memotong, meratakan, memberikan treatment dengan produk yang baunya mewah.

"Kita tidak akan ubah banyak," kata hairstylist itu—namanya Jean-Pierre. "Hanya perbaiki bentuk. Rambut Anda panjang indah—sayang kalau dipotong pendek. Tapi kita tambah layer sedikit untuk volume dan gerakan."

Setelah rambut, wajah. Vivienne sendiri yang menangani—membersihkan dengan produk yang terasa dingin dan menyegarkan, lalu makeup dengan sentuhan yang sangat tipis.

"Tuan Alex bilang dia tidak suka makeup menor," kata Vivienne sambil mengaplikasikan foundation yang terasa seperti tidak ada apa-apa di kulit. "Natural elegance—itu yang dia minta. Wajah Anda cantik alami, kita hanya tonjolkan yang sudah ada."

Terakhir, pakaian. Kembali ke lantai satu, Vivienne sudah menyiapkan deretan pilihan—dress, blazer, celana, rok, semuanya dalam warna-warna netral: abu-abu, navy, cream, hitam.

"Untuk konferensi pers Kamis, Anda akan pakai ini." Vivienne mengangkat dress selutut warna navy dengan potongan sederhana tapi elegan—lengan tiga perempat, kerah tidak terlalu rendah, pas di tubuh tanpa terlalu ketat. "Profesional tapi feminin. Kuat tapi tidak agresif. Sempurna untuk debut publik."

Clara menyentuh kain itu—sutra lembut yang terasa mahal di jari. "Berapa harga—"

"Jangan tanya harga." Vivienne tersenyum. "Tuan Alex sudah atur semuanya. Tugasmu hanya pakai dan terlihat percaya diri."

Dua jam kemudian, Clara berdiri di depan cermin besar—cermin tinggi tiga meter yang menampilkan refleksi seluruh tubuhnya.

Wanita di cermin itu... asing tapi familiar.

Rambut cokelatnya berkilau sehat, jatuh sempurna di bahu dengan layer yang memberi dimensi. Wajahnya terlihat lebih segar—lingkaran hitam tersamarkan, pipi sedikit merona natural, bibir warna nude pink yang membuat wajah terlihat hidup tanpa menor. Dan pakaian—dress navy yang membalutnya dengan sempurna, membuat posturnya terlihat lebih tinggi dan percaya diri.

"Anda cantik," kata Vivienne, berdiri di sampingnya. "Tapi yang lebih penting—Anda terlihat seperti wanita yang layak berdiri di samping Alex Anggara."

Clara tidak tahu harus merasa tersinggung atau berterima kasih.

Vivienne seperti membaca pikirannya. "Itu bukan sindiran, chérie. Tuan Alex adalah pria dengan standar sangat tinggi—dalam bisnis dan penampilan. Jika dia memilih Anda, berarti dia melihat sesuatu yang bernilai. Tugas saya hanya memastikan dunia juga melihatnya."

Sore itu, Clara kembali ke apartemennya dengan lima tas besar berisi pakaian, sepatu, dan aksesoris—semuanya dipilih dengan hati-hati oleh Vivienne untuk "wardrobe dasar tunangan Alex Anggara."

Ia meletakkan semua tas itu di kamar, lalu duduk di tepi ranjang, menatap ponselnya.

Belum ada pesan dari Alex. Tidak ada instruksi lebih lanjut. Hanya keheningan.

Tapi ada tiga panggilan tak terjawab dari Paman Robert dan satu pesan dari Tuan Hendra:

"Saya tunggu kabar baik dari pertunangan kita, sayang. Jangan buat saya menunggu terlalu lama."

Clara menghapus pesan itu tanpa membalas.

Ponselnya berdering—bukan Paman Robert atau Tuan Hendra. Nomor tidak dikenal.

Ia mengangkat dengan hati-hati. "Halo?"

"Nona Clara." Suara wanita formal—bukan Vivienne. "Saya Sari, asisten pribadi Tuan Alex. Tuan Alex meminta saya menginformasikan bahwa besok, Rabu pukul tujuh malam, Anda dan Tuan Alex akan makan malam bersama dengan kakeknya, Tuan Adam Anggara. Ini akan menjadi pertemuan pertama sebelum konferensi pers."

Jantung Clara berhenti sejenak. Kakek Adam—patriark keluarga Anggara yang terkenal keras dan tidak kenal kompromi.

"Di mana?"

"Restoran Le Jardin, private dining room lantai tiga. Dresscode: formal. Mobil akan menjemput Anda pukul 18:30 di apartemen Anda."

"Baik."

"Satu hal lagi, Nona Clara." Suara Sari turun sedikit, seperti berbagi rahasia. "Tuan Adam... dia tidak mudah terkesan. Anda harus benar-benar siap."

Sambungan terputus sebelum Clara sempat bertanya apa maksudnya.

Ia menatap layar ponsel yang gelap, lalu menatap tas-tas belanjaan di sudut kamar.

Rabu malam.

Besok malam.

Pertemuan dengan patriark keluarga yang akan memutuskan apakah Clara cukup layak untuk cucu kesayangannya—atau hanya wanita oportunis yang harus disingkirkan.

Clara bangkit, membuka lemari, memilih gaun yang Vivienne bilang "cocok untuk makan malam formal dengan keluarga." Gaun burgundy selutut dengan lengan panjang—elegan, konservatif, menghormati.

Ia gantungkan gaun itu di luar lemari—pengingat visual untuk besok.

Lalu ia duduk di meja kecil di sudut kamar, membuka laptop, dan mulai riset tentang Adam Anggara.

Jika ia harus menghadapi singa tua di sarangnya, ia harus tahu persis bagaimana singa itu berpikir.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 101: Operasi Penyelamatan Aset

    Pesan ancaman anonim yang berisi bahwa Clara akan ditangkap begitu mendarat di Eropa seketika melumpuhkan Alex. Kontrol-nya runtuh karena ia tidak berada di lokasi. Alex meraih teleponnya. Ia memanggil Ben, yang sedang dalam penerbangan bersama Clara. "Ben, hentikan pesawatnya," desis Alex, nadanya tajam dan penuh bahaya. "Tuan, kita sudah di atas laut. Tidak mungkin kembali," balas Ben, suaranya tertekan melalui sambungan satelit. "Dengar, Ben," perintah Alex, suaranya kembali ke mode Jangkar yang kejam. "Clara akan ditangkap segera setelah mendarat. Ini jebakan hukum, bukan fisik. Kau harus membatalkan pendaratan di bandara yang sudah dijadwalkan. Alihkan rute ke bandara militer kecil di negara tetangga yang kurang ketat hukum ekstradisinya. Sekarang!" Ben, meskipun terkejut dengan perubahan rencana mendadak itu, segera memproses perintah tersebut. Alex menutup telepon. Dia berdiri di Ruang Kerja, tangannya gemetar. Dia telah membiarkan posesif-nya ditantang, dan sekarang, as

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 100: Dilema Sang Jangkar

    Kamar kerja di penthouse terasa mencekam. Ancaman musuh (Bab 99) sangat jelas: jika Alex membawa Clara ke Eropa untuk merebut kendali Ariadne Global (aset Warisan), mereka akan menghancurkan Yayasan Anggara-Clara (YAC)—aset moral Alex yang baru.Alex dihadapkan pada dilema brutal: Logika Dominasi (harus mengamankan Ariadne Global) versus Kelemahan Kemanusiaan (harus melindungi anak-anak Yayasan).Alex membaca kembali pesan ancaman itu. Wajahnya dingin, tanpa emosi, tetapi Clara tahu, ia sedang berjuang keras melawan dirinya sendiri."Mereka menyerang kelemahan-ku yang baru," desis Alex, suaranya rendah. "Mereka tahu aku tidak akan membiarkan anak-anak itu terluka. Mereka tahu kontrol-ku atas emosi itu rapuh."Clara melangkah maju. Dia tahu, Alex harus memilih aset moral. Itu adalah langkah yang akan membuktikan cinta-nya lebih dari segalanya."Kita harus membagi kekuatan, Alex," ujar Clara, lugas. "Kau harus tetap di sini. Kau harus melindungi fondasi yang kita bangun di sini. Yayasan

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 99: Berdarah Dingin

    Pengakuan Gerry bahwa ia dipaksa dan bahwa ancaman berasal dari lingkaran gelap Ayah Clara mengubah dinamika di penthouse. Alex kini tidak lagi meragukan Clara; ia hanya fokus pada penghancuran musuh.Alex melepaskan ciuman posesifnya dari Clara. Matanya dingin, kembali ke mode Jangkar yang kejam, tetapi kini posesif itu diarahkan pada perlindungan Clara."Gerry," desis Alex, menatap butler itu. "Siapa yang mengancam keluargamu? Detail. Sekarang."Gerry, yang baru saja mengakui pengkhianatannya, menunduk. "Mereka tidak memberi tahu nama, Tuan. Mereka hanya memberiku kode kontak dan perintah. Aku harus memastikan file video itu terbuka, dan memastikan Nyonya Clara tetap menjadi target yang rentan."Alex menghela napas. Dia tahu Gerry adalah pion. Alex mengambil keputusan cepat: dia tidak akan membuang Gerry. Gerry adalah aset yang dipaksa, dan dia adalah satu-satunya jembatan mereka ke musuh."Gerry, mulai sekarang," ujar Alex, nadanya final. "Kau akan bekerja untukku. Kau akan terus

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 98: Tuntutan Pengkhianat

    Ruang Kerja Pribadi Alex dipenuhi ketegangan yang mematikan. Alex berdiri mematung di depan layar laptop, di mana pesan anonim itu masih terpampang jelas: Pilihanmu: Clara sebagai aset bisnis atau Clara sebagai istri.Alex tidak peduli pada Warisan kotor itu; dia peduli pada tuntutan kepemilikan atas Clara.Alex meraih laptop itu dan membantingnya ke meja, suaranya teredam, tetapi amarahnya nyata."Mereka berani," desis Alex, suaranya sangat rendah dan penuh bahaya. "Mereka berani menuntut kepemilikan atas dirimu, Clara. Mereka melihatmu sebagai aset yang harus dipisahkan dariku."Clara tahu, ini adalah krisis terbesar mereka. Musuh tidak lagi menyerang kontrol Alex, tetapi posesif-nya."Siapa pun yang mengirim pesan itu, dia tahu kita telah melihat videonya," ujar Clara, lugas. "Dia tahu Warisan Anggara adalah aib, dan dia menggunakan aib itu untuk memaksamu melepaskanku."Alex berbalik, berjalan ke Clara, dan ia menarik Clara ke dalam pelukan yang kuat. Pelukan itu bukan lagi hukuma

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 97: Kode Kejujuran dan Ledakan Ketakutan

    Udara di Kamar Tidur Utama terasa tebal dan berbahaya. Liontin perak itu (Bab 96) berada di dada Alex, menuntut kebenaran dari kombinasi yang dibisikkan Clara: tanggal rahasia di mana Alex pertama kali meminta Clara tinggal karena kebutuhan emosional yang tak terkontrol.Alex menatap Clara, matanya dipenuhi posesif yang bertarung melawan rasa sakit karena diingatkan pada momen kelemahan terbesarnya."Kau melanggar protokol kerahasiaan," desis Alex, suaranya parau. "Tanggal itu... kau tidak seharusnya tahu. Itu adalah kelemahan yang ku sembunyikan bahkan darimu.""Ayahku adalah seorang jenius, Alex," balas Clara, lugas. "Dia tahu, kode teraman bukanlah angka acak, melainkan kejujuran yang paling menyakitkan. Jika kau salah mengingat tanggal itu, dia tahu kau tidak pernah benar-benar mempercayai hatimu."Alex memejamkan mata. Dia menarik napas panjang, mencoba memanggil kembali logika dan kontrol-nya. Tanggal itu adalah sebelum kontrak mereka. Momen di mana ia nyaris mengakui kebutuhan-

  • Menikahi Pewaris Dingin   BAB 96: Tanda Tangan Sang Buronan di Penthouse

    Mata Alex menusuk Clara di dalam kegelapan kamar tidur . Ia baru saja kembali dari ruang server yang mati, dan kini, Clara mengakui memiliki pengetahuan tentang teknologi yang digunakan ayahnya—teknologi yang baru saja menembus sistem keamanan Anggara. "Kau tahu cara kerjanya," desis Alex, suaranya sangat rendah dan penuh bahaya. "Kau berbohong. Kau tidak hanya menyembunyikan ayahmu; kau menyembunyikan fakta bahwa kau adalah **putri buronan yang memiliki akses ke teknologi peretasan kelas atas." Clara meletakkan liontin itu kembali di nakas. Dia menghadapi Alex, menolak untuk menjadi korban. "Aku tidak berbohong," balas Clara, lugas. "Aku menyembunyikan kebenaran. Ayahku adalah seorang jenius teknologi yang dipaksa menjadi buronan. Dan ya, aku tahu cara dia bekerja. Pola serangan di server itu adalah tanda tangan nya. Hanya orang yang pernah bekerja dengannya yang bisa mematikan sistem keamanan Anggara tanpa terdeteksi." Alex berjalan mendekat, kini bukan lagi posesif, melainkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status