Home / Romansa / Menikahi Pewaris Dingin / Bab 3: Malam Uji Coba

Share

Bab 3: Malam Uji Coba

Author: SolaceReina
last update Last Updated: 2025-09-11 14:52:55

Pukul 19:00, sebuah Rolls-Royce hitam mewah berhenti di depan pintu apartemen Clara yang sederhana. Clara sudah menunggunya. Ia mengenakan gaun panjang berwarna merah marun yang dulunya dibeli ayahnya untuk pesta ulang tahunnya, gaun yang membalut tubuhnya dengan anggun dan memancarkan aura kepercayaan diri. Rambutnya disanggul rapi, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, dan di jarinya, ia sengaja mengenakan cincin pertunangan almarhum ayahnya—sebagai penangkal.

Alex keluar dari mobil. Ia mengenakan tuksedo klasik yang membuatnya tampak seperti patung pahatan. Dingin, sempurna, dan berbahaya. Untuk pertama kalinya, Alex menatap Clara dengan pandangan yang sedikit lebih lama dari biasanya.

“Kau terlihat… profesional,” komentarnya, nadanya datar. Tidak ada pujian, hanya observasi.

“Saya datang untuk bekerja, Tuan Alex,” balas Clara, menjaga jarak yang disengaja.

Alex hanya mengangguk kecil, mengisyaratkan Clara masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, keheningan di mobil terasa begitu tebal. Clara mencoba memecah kebekuan.

“Saya telah menyiapkan skenario latar belakang singkat,” ujar Clara. “Kita harus menyamakan cerita kita. Kita bertemu setahun lalu di pameran seni di luar negeri. Pertunangan kita diam-diam karena Anda ingin menjaga privasi.”

Alex menoleh, matanya tanpa emosi. “Tidak perlu. Saya tidak perlu menghafal sandiwara yang kekanak-kanakan. Cukup ikuti isyarat saya. Dan yang terpenting, jangan sentuh saya kecuali jika benar-benar diperlukan.”

Perintah itu menampar Clara, mengingatkannya bahwa ia hanya alat. “Saya tidak tertarik menyentuh Anda, Tuan Alex. Saya hanya tertarik menyelamatkan perusahaan saya.”

***

**Gala *Founders' Circle*** diadakan di aula *ballroom* paling eksklusif di kota. Begitu mereka melangkah masuk, lampu sorot langsung mengarah ke mereka. Berpasangan dengan Alex sama saja menjadi pusat perhatian di galaksi bisnis. Alex mengaitkan tangan Clara di lengannya—sebuah sentuhan formal yang kaku, tetapi membuat napas Clara tertahan. Sentuhan itu terasa dingin, seperti menggenggam besi.

“Senyum,” bisik Alex, suaranya nyaris tak terdengar. “Kau tidak sedang menghadiri pemakaman.”

Clara memaksakan senyum yang ia harap terlihat tulus. Mereka langsung disambut oleh sekelompok pebisnis tua. Tak lama, **Kakek Alex**, Tuan Besar Adam, datang. Pria tua itu memiliki aura yang sama dominannya dengan Alex, tetapi dengan kehangatan palsu yang jauh lebih menakutkan.

“Alex! Siapa gadis cantik ini?” tanya Tuan Adam, matanya tajam menilai Clara.

“Kakek,” sapa Alex. Ia mencondongkan tubuh sedikit dan mencium kening Clara—sebuah tindakan spontan yang mengejutkan Clara, tetapi berhasil membuat Tuan Adam tersenyum. “Kenalkan, ini Clara. Kami sudah bertunangan.”

Clara secara naluriah menanggapi ciuman singkat itu dengan senyum yang sedikit memerah. “Senang bertemu dengan Anda, Tuan Adam. Alex banyak bercerita tentang Anda.” *Kebohongan yang sempurna*, pikir Clara.

Tuan Adam memegang tangan Clara dengan penuh kasih. “Akhirnya! Alex tidak pernah tertarik pada siapa pun. Kau pasti wanita yang luar biasa. Kapan kalian akan menikah?”

Saat Alex akan menjawab dengan jadwal bisnis yang kaku, Clara menyela dengan kelembutan yang mengejutkan. “Kami belum menentukan tanggal pasti, Tuan Adam. Kami ingin menikmati masa pertunangan ini sebentar. Kami sangat bahagia.”

Clara berhasil mengubah nada bicara dari bisnis menjadi romantis, sebuah kemahiran yang membuat Alex meliriknya dengan alis terangkat.

Namun, ketegangan sesungguhnya datang. Di sudut ruangan, Clara melihatnya: **Paman Robert** dan di sampingnya, **Tuan Hendra**, wajah mereka terlihat pucat karena marah.

Paman Robert langsung menghampiri mereka, tawanya yang hambar terdengar keras. “Clara? Apa ini? *Playboy* terkenal Alex dari A&A Group? Kau pasti sedang bercanda.”

Tuan Hendra menatap Clara dengan tatapan beracun. “Dia bilang dia sudah bertunangan. Tapi kita semua tahu gadis ini hanya pembohong, Alex. Perusahaannya bangkrut, dia putus asa.”

Momen itu adalah puncak ujian. Clara tahu ia tidak bisa membiarkan Alex merasa dipermalukan. Ia tersenyum tipis ke arah Paman Robert, lalu menoleh ke Alex. Tanpa ragu, Clara menarik lengan Alex dan melakukan sesuatu yang *sangat* tidak terduga: ia berjinjit dan **mencium bibir Alex**. Ciuman singkat yang tegas, cukup untuk mengirimkan pesan ke seluruh ruangan.

Alex membeku. Kehangatan tak terduga dari bibir Clara, dikombinasikan dengan sentuhan tangannya yang posesif di pinggangnya, mengirimkan gelombang kejut yang ia sendiri tidak duga.

Ketika Clara melepaskan diri, ia menatap Paman Robert. “Paman, aku tidak peduli dengan yang kau dan Tuan Hendra pikirkan. Yang penting, Alex peduli.”

Alex, yang sejenak kehilangan ketenangan, segera memulihkannya. Ia melingkarkan lengannya di bahu Clara dengan isyarat yang jelas menunjukkan kepemilikan. “Clara benar,” suaranya dingin, tetapi ada sedikit nada dominan di dalamnya. “Calon istri saya tidak perlu meminta persetujuan siapa pun, apalagi dari orang yang mencoba menjualnya.”

Paman Robert terdiam, sementara Tuan Hendra mendidih dalam kemarahan. Kerumunan pebisnis mulai berbisik, membenarkan pertunangan itu.

***

Tepat sebelum tengah malam, mereka sudah berada di Rolls-Royce, meninggalkan gala. Keheningan itu kembali, kali ini jauh lebih tegang karena ciuman yang baru saja terjadi.

“Kau melanggar protokol,” kata Alex tanpa menoleh. “Kau menciumku di depan umum.”

Clara bersandar ke kursinya, kelelahan namun puas. “Saya menyelamatkan Anda dari penghinaan di depan kakek Anda, Tuan Alex. Saya membuat akting kita sempurna, dan saya membungkam Paman Robert. Itu adalah manuver bisnis yang diperlukan.”

Alex menarik napas. Ia tidak bisa menyangkalnya. Clara telah melampaui ekspektasinya. Ia telah menunjukkan keberanian dan inisiatif.

“Baiklah,” katanya, akhirnya. Ia menoleh ke Clara, tatapannya jauh lebih tajam dari sebelumnya. “Kau berhasil melewati ujian. Kau membuat semua orang percaya. Aku akan melanjutkan. Kita akan membuat kontrak.”

Rasa lega membanjiri Clara, tetapi Alex belum selesai.

“Namun,” lanjut Alex, nadanya kini mengambil kendali penuh. “Kau harus tahu, Nona Clara, aku tidak suka kejutan. Kau yang memintanya, jadi aku akan memberikannya. Kita akan menyusun dokumen paling ketat yang pernah kau lihat. Semua aturan dan kendali ada di tanganku. Kau hanya perlu menandatangani.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 5 : Ko-Eksistensi yang Penuh Ketegangan

    Clara berdiri di ambang kamar barunya. Kamar di lantai dua apartemen Alex itu terasa besar, mewah, dan dingin—sebuah definisi dari kemandirian Alex. Koper hitam Alex yang ia lihat di lantai bawah sudah lenyap, menunjukkan pria itu sudah menempati wilayahnya, jauh dari jangkauan Clara.Alex benar-benar serius. Di pintu kamar Clara, tertempel stiker perak kusam: Zona Pribadi. Dilarang Masuk Tanpa Izin. Sebuah garis tebal, klinis, ditarik: Clara hanyalah penyewa, bukan pasangan.Pagi pertama kehidupan "pasangan" kontrak itu dimulai dengan benturan dominasi. Alex turun tepat pukul 06:30 untuk ritual kopinya. Saat Clara turun pukul 07:00, dapur sudah steril secara klinis. Tidak ada remah, tidak ada tetesan air. Alex telah membersihkan jejaknya, meninggalkan Clara tanpa kesempatan untuk berinteraksi secara alami.Clara, yang lapar, membuka kulkas. Kosong, kecuali air mineral mahal. Ia menoleh ke arah Alex yang duduk di meja, fokus pada laporan keuangan. "Tidak ada bahan makanan untuk pen

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 5: Ko-Eksistensi yang Penuh Ketegangan

    Clara berdiri di kamar barunya di lantai dua apartemen Alex. Kamar itu besar, mewah, dan dingin. Sama seperti pemiliknya, kamar itu seolah tidak mengizinkan sentuhan personal. Koper hitam Alex yang ia lihat di lantai bawah sudah tidak ada, pertanda bahwa pria itu juga sudah menempati wilayahnya. Alex tidak main-main. Di pintu kamar Clara, tertempel stiker kecil bertuliskan: Zona Pribadi. Dilarang Masuk Tanpa Izin. Pagi pertama kehidupan "pasangan" itu dimulai dengan benturan. Alex, seorang penganut rutinitas kaku, turun ke dapur tepat pukul 06:30 untuk membuat kopi di mesin *espresso* canggihnya. Clara, yang tidak terbiasa bangun sepagi itu, baru turun pukul 07:00. Dapur sudah dalam kondisi steril. Tidak ada remah, tidak ada tetesan air. Clara, yang merasa lapar, membuka kulkas. Isinya hanya beberapa botol air mineral dan sekotak susu. “Tidak ada bahan makanan, Tuan Alex?” tanyanya, sengaja menggunakan nada sarkastik. Alex, duduk di meja makan sambil membaca laporan keuangan, bah

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 4: Kontrak dan Batasan Keintiman

    Pukul 09:59 pagi, Clara tiba kembali di kantor Alex. Ruangan itu terasa dingin dan tanpa emosi seperti terakhir kali. Namun, kini ada dua kursi tambahan di depan meja Alex, ditempati oleh pengacara Alex yang berwajah serius dan seorang pengacara Clara yang ia minta datang. Suasana terasa tegang, seperti di ruang pengadilan.Alex tidak membuang waktu. “Kita sudah sepakat untuk membuat kontrak. Pengacara saya telah menyusun draf berdasarkan pembicaraan kita.” Ia mendorong dokumen tebal itu ke hadapan Clara.Clara mengambil dokumen itu. Matanya menyapu ratusan halaman, setiap kata dicetak tebal dan jelas. Ini bukan lagi sekadar kesepakatan lisan; ini adalah jebakan yang dibuat dengan sangat hati-hati.Pengacara Alex mulai menjelaskan poin-poinnya dengan suara monoton, seolah sedang membacakan daftar belanjaan. “Pasal pertama, **Perjanjian Rahasia Absolut**. Nona Clara setuju untuk tidak membocorkan informasi apa pun tentang orientasi seksual Tuan Alex, atau detail dari perjanjian ini, ke

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 3: Malam Uji Coba

    Pukul 19:00, sebuah Rolls-Royce hitam mewah berhenti di depan pintu apartemen Clara yang sederhana. Clara sudah menunggunya. Ia mengenakan gaun panjang berwarna merah marun yang dulunya dibeli ayahnya untuk pesta ulang tahunnya, gaun yang membalut tubuhnya dengan anggun dan memancarkan aura kepercayaan diri. Rambutnya disanggul rapi, memperlihatkan garis lehernya yang jenjang, dan di jarinya, ia sengaja mengenakan cincin pertunangan almarhum ayahnya—sebagai penangkal. Alex keluar dari mobil. Ia mengenakan tuksedo klasik yang membuatnya tampak seperti patung pahatan. Dingin, sempurna, dan berbahaya. Untuk pertama kalinya, Alex menatap Clara dengan pandangan yang sedikit lebih lama dari biasanya. “Kau terlihat… profesional,” komentarnya, nadanya datar. Tidak ada pujian, hanya observasi. “Saya datang untuk bekerja, Tuan Alex,” balas Clara, menjaga jarak yang disengaja. Alex hanya mengangguk kecil, mengisyaratkan Clara masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, keheningan di mobil

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 2:Negosiasi di Bawah Sorotan

    Lima hari berlalu sejak pertemuan Clara dengan Alex di lelang amal. Lima hari yang terasa seperti setahun penuh di mana ponsel Clara terasa dingin dan sunyi. Paman Robert mengirim pesan singkat berisi ejekan, dan Pria Keriput itu, Tuan Hendra, bahkan mengirim bunga mawar layu—sebuah ancaman terselubung. Clara mulai merasa taruhannya mungkin terlalu gila. Tepat pada hari keenam, panggilan itu datang. Singkat, dingin, dan otoritatif. “Nona Clara. Besok. Jam sepuluh pagi. Kantor saya. Jangan terlambat.” *** Tepat pukul 09:55, Clara berdiri di lobi utama A&A Group. Gedung pencakar langit itu berdiri sombong di tengah kota, sebuah monumen bagi kekuasaan dan kekayaan yang tak tertandingi. Berbeda dengan kantor Arta Group yang kini terasa usang dan penuh debu di sudut, A&A Group memancarkan kemewahan yang klinis. Setelah melewati tiga lapis pemeriksaan keamanan, Clara akhirnya diantar ke lantai eksekutif. Ruangan Alex, yang hanya dibatasi kaca setebal kristal, adalah representasi

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 1: Pernikahan demi Hutang

    Clara menatap pantulan dirinya di cermin, merasa seperti karakter dalam film horor yang siap menghadapi monster di akhir cerita. Gaun malam berwarna navy itu membalut tubuhnya dengan sempurna, tapi di baliknya, ada kegelisahan yang nyaris meledak.“Sudah siap, Clara?” suara Paman Robert terdengar dari balik pintu. Nada suaranya ramah, tapi Clara tahu, di balik keramahan itu ada niat busuk.“Siap,” jawab Clara singkat.Hari ini, ia seharusnya pergi ke pesta ulang tahun salah satu teman lamanya, tapi Paman Robert mengubah rencana itu. Ia membawa Clara ke sebuah restoran mewah, di mana seorang pria tua dengan wajah keriput dan senyum serakah menunggu mereka. Namanya Tuan Hendra, seorang pengusaha tambang yang terkenal dengan kekayaan dan skandalnya.Clara sadar, ia tidak akan bisa kabur dari ini. Sejak ayahnya meninggal tiga tahun lalu, perusahaan Arta Group yang diwarisinya perlahan-lahan runtuh di bawah kendali Paman Robert. Pria itu mengelola keuangan dengan buruk, menggunakan ase

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status