Steve membuka matanya, ia meregangkan tubuhnya yang masih tersisa rasa lelah karena aktivitasnya semalam, melihat sekeliling kamarnya yang berantakan dan pakaian yang berceceran di lantai.
"Heh, gadis itu sudah pergi rupanya, bahkan aku belum melihat jelas wajahnya!" batin Steve. Matanya seketika tertuju pada sebuah tanda merah di kasurnya.
Sejenak Steve pun terdiam dalam pikiran yang bergejolak, "Hemmm, apa yang sebenarnya terjadi semalam? kenapa aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri, bahkan aku tidak bisa mengingat jelas semua yang terjadi."
Steve mengusap mukanya dan beranjak dari tempat tidurnya hendak ke kamar mandi.
"Uucch Shit! Apa ini?" pekiknya melihat benda yang membuat telapak kakinya terasa sakit. Sebuah liontin berbentuk hati yang terselip foto di dalamnya.
Mungkin itu adalah liontin gadis semalam yang tidak sengaja terjatuh saat dia tengah memberi kenikmatan pada Steve.
"Siapa foto wanita tua ini, apa mungkin semalam orang yang melayaniku...?" Steve mengernyitkan dahinya berusaha mengingat kejadian semalam, tubuhnya pun bergidik sesaat membayangkan jika benar orang yang semalam memuaskannya adalah wanita ya ada di dalam foto tersebut.
"Tidak, tidak, tidak! semalam aku mendengar suara desahannya dengan jelas, dan aku bisa mengingat suara itu dengan pasti, dia seorang gadis muda dan aku yakin tentang hal itu, dan foto ini..., mungkin kakak atau ibunya," gumam Steve meyakinkan dirinya, menghilangkan kengerian di pikirannya. Ia meletakan pecahan liontin itu di meja lalu berjalan ke kamar mandi.
Steve berdiri di bawah guyuran air hangat dari shower di kamar mandi, ia meletakkan tangannya yang mengepal di tembok untuk menopang tubuhnya.
"Brengsek...! beraninya kalian mempermainkanku, aku pastikan kalian akan menerima hukuman yang setimpal," gumamnya dengan sorot mata penuh amarah yang seakan siap memangsa siapapun.
Setelah menyegarkan tubuhnya, Steve kembali mengenakan pakaiannya, namun ia tidak bisa menemukan kemeja putih yang ia kenakan semalam. "Sial! apa gadis itu ingin aku keluar dari hotel ini dengan cara telanjang? Kenapa tidak semuanya dia bawa saja sekalian?" gumam nya kembali. Ia menggapai ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Datang ke hotel dan bawa pakaian untukku," ucapnya.
Steve mengernyitkan dahinya, matanya tertuju pada ranjang tempat ia menghabiskan malam, "Bercak darah, gadis semalam...? mungkinkah dia masih seorang perawan?"
Tiba-tiba ia sedikit merasa bersalah tentang apa yang telah ia lakukan, dia memang dingin dan arogan tapi pada seorang wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik dia masih bisa mempertimbangkan setiap tindakannya.
Han, seorang tangan kanan Steve kini tengah menuju kamar VVIP yang hanya di khususkan untuk sang pemilik hotel mewah tersebut. Willson's Hotel salah satu hotel kelas atas dan paling mewah di kota tersebut.
Dengan setelan jas yang membalut tubuh tingginya membuat ia terlihat tampan dan gagah, namun sifat kejamnya dengan musuh lebih mengerikan dari bosnya, wajah dingin dan tatapan mata elangnya yang tajam membuat setiap orang yang ingin mendekatinya harus berpikir seribu kali.
"Tuan ini pakaian yang anda minta," ucap Han. Ia melihat kondisi kamar yang berantakan dan ranjang yang terdapat noda merah. "Hal buruk telah terjadi semalam," tebaknya dalam hati.
"Tuan apa semuanya baik-baik saja?"
"Hmmmm."
Jawaban Steve yang seakan semua baik-baik saja tak bisa mengelabui firasat Han, dengan keadaan kamar dan raut wajah Steve yang bisa ia lihat, Bahkan noda merah di kasur adalah bukti sesuatu terjadi di atas sana.
"Han cari tau siapa gadis yang semalam bersamaku, temukan dia dan bawa padaku."
"Maksud anda...?"
Steve menoleh menatap Han, "Jangan berlagak bodoh Han!" hardiknya. Ia tau asisten kepercayaannya bisa menebak apa yang sudah terjadi. Han melihat raut wajah Steve yang dipenuhi amarah, "Temukan dia dan bawa kepadaku, setelah itu pergi dan habisi siapapun yang menjebakku semalam," imbuhnya.
"Baik tuan."
"Pergilah."
Steve menyalakan korek api dan mulai menghisap rokoknya, tatapannya mengarah keluar jendela kamar, namun demikian matanya menyiratkan sebuah amarah. Ia mencoba mengingat setiap kejadian malam di mana dia mulai tak bisa mengendalikan diri. "Casandra...." ucapnya sambil mengepalkan tangannya.
FlashbackSteve seorang CEO dingin dan arogan itu datang dengan gayanya yang cool, wajah yang tampan dan tubuh yang kekar dengan memakai setelan jas hitam yang membuat aura kewibawaannya terpancar jelas hingga setiap wanita yang melihatnya akan tergila-gila.Di sampingnya, Han, sang asisten yang setia menemaninya pun tak kalah menarik, namun di balik pesonanya dia adalah tangan kanan yang tidak diragukan lagi kesetiaannya, kedisiplinan dan kekejamannya pun sudah dikenal di seluruh pelosok negeri."Oh Steve, siapa yang tidak tertarik dengan pria tampan yang sudah termasuk pria muda terkaya di Asia itu, bukankah itu pria sempurna idaman setiap wanita?" tanya seorang wanita pada temannya yang melihat Steve. melintas di depannya.
"Selamat datang Steve, sungguh sebuah kehormatan untukku, kamu bersedia hadir di acara paman yang kecil ini," ucap pria paruh baya menghampiri Steve. Steve menatap datar pria tersebut. "Jika aku tak mengingat paman adalah sahabat papah, mungkin aku tidak akan ada waktu dan tidak bisa menyempatkan untuk datang ke sini," "Paman mengerti hal itu Steve, kamu adalah anak muda yang sukses dan sibuk, mana mungkin akan sempat datang ke acara biasa seperti ini, pasti banyak hal yang lebih penting dari ini bukan?" jawab Hendarto. Steve pun hanya menyunggingkan senyumnya menanggapi ucapannya. "Heh! kalo saja bukan karena investasinya yang cukup besar, aku pun tidak akan sudi berbicara dengan anak ingusan yang sombong ini!" gerutu Hendarto dalam hati.
"Tunggu beberapa saat lagi, kamu akan jadi milikku selamanya Steve," ucap Casandra dalam hatinya. "Shit! kenapa kepalaku terasa pusing," batin Steve memegang pelipis kepalanya. "Tuan Steve apa anda baik-baik saja?" tanya seorang pengusaha padanya. "Anda terlihat pucat, mungkin anda kelelahan dan butuh istirahat," yang lainya menimpali. Steve memijat pelipis kepalanya tanpa merespon ucapan mereka. "Steve apa perlu aku mengantarmu ke kamar untuk beristirahat?" tawar Cassandra. "Benar Cassandra antarlah dia untuk beristirahat," imbuh Hendarto. "Tidak perlu! aku tau jalan menuju kam
Malam saat Casandra mencoba mengejar Steve. Cassandra menekan tombol lift berikutnya untuk menyusul Steve, namun saat pintu akan tertutup, tiba-tiba seorang pria menahan pintu liftnya. "Kenapa tidak menungguku Cassandra?" ucap pria tersebut sambil memencet nomor lantai yang berbeda dengan Cassandra. Bukan main kehadiran pria itu membuat Casandra sangat kaget, "L--leo? bagaimana kamu bisa ada di sini?" ucap Cassandra dengan bibirnya yang gemetar. Pria itu menyeringai, "Karena kamu juga ada di sini sayang," ucap Leo. Ia memegang dagu Cassandra hendak mencium bibirnya, namun Casandra langsung memalingkan wajahnya menghindari ciuman leo. Leo pun mengelus lengan mulu
Cassandra turun dari ranjang menghampiri meja tersebut, ia mengambil pisau dan menatap Leo yang tertidur pulas, entah apa yang ada dalam pikirannya namun dengan langkah perlahan ia mendekati ranjang dan tanpa aba-aba Casandra langsung naik di atas tubuh Leo. "Cassandra apa yang akan kamu lakukan?" ucap Leo kaget. Pria itu merasa terkejut saat mendapati Casandra sudah berada tepat di atas tubuhnya menggenggam sebuah pisau dengan raut wajah yang penuh amarah. "Mati kau bajingan! kamu merusak semua rencanaku," teriak Cassandra sambil menancapkan pisau di dada Leo. "Ahhk! Cassandra hentikan." "Aku membencimu, pria brengsek." Sumpah serapah keluar dari mulut Cassandra tanpa menghentikan
Steve duduk di ruang kerjanya sambil memikirkan banyak hal, sesekali jarinya mengetuk meja. Suara pintu ruangan terbuka, Steve langsung menatap ke arah siapa yang datang."Apa kamu sudah mendapatkan petunjuk?" tanyanya pada Han."Belum tuan.""Kenapa kali ini kamu sangat bodoh Han?"Han diam tanpa menjawab pertanyaan Steve, namun dalam hatinya ia menggerutu, "Tuan bagaimana saya bisa menemukan gadis itu sedangkan anda sendiri tidak bisa mengingat wajahnya sedikitpun.""Apa kamu yakin sudah memeriksa cctv setiap sisi dan ruangan hotel?""Saya yakin tuan, dan foto itu satu-satunya petunjuk kita."
"Jadi gadis ini berhutang pada kalian?" tanya Steve masih menatap Zira, "berapa hutangnya?""Dua puluh juta," jawab salah seorang dari mereka.Mata Zira langsung terbelalak. "Tunggu! kenapa kalian menambah jumlah hutangku?""Itu karena ditambah bunganya, ayahmu meminjam sepuluh juta, tapi dalam jangka dua bulan ini dia tidak membayarnya,""Kalian benar-benar memerasku.""Diam!" bentak Steve. "Kalian bawa gadis ini dan enyahlah dari hadapanku," imbuhnya.Steve mendorong Zira ke arah dua pria tersebut, lalu kedua pria tersebut menarik tangan Zira. "Ikut kami dan jangan mencoba untuk kabur, atau kami
"Tuan aku janji akan mengembalikan secepatnya, tapi aku mohon beri aku waktu," rengek Zira.Steve mengambil ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang, setelah panggilan selesai tak lama kemudian Han datang menghampiri mereka.Steve menatap Zira tajam. "Aku beri kamu waktu dua hari, jika kamu tidak bisa mengembalikan dalam jangka waktu yang aku berikan maka bersiaplah kamu untuk memuaskanku," gertaknya."Ba-baik tuan saya setuju," jawab Zira."Han antar dia pulang dan pastikan itu adalah rumahnya, aku tidak mau sampai gadis ini kabur dan membohongiku.""Baik tuan. Nona mari ikut saya."Zira melan