Share

Part2

Steve membuka matanya, ia meregangkan tubuhnya yang masih tersisa rasa lelah karena aktivitasnya semalam, melihat sekeliling kamarnya yang berantakan dan pakaian yang berceceran di lantai.

"Heh, gadis itu sudah pergi rupanya, bahkan aku belum melihat jelas wajahnya!" batin Steve. Matanya seketika tertuju pada sebuah tanda merah di kasurnya.

Sejenak Steve pun terdiam dalam pikiran yang bergejolak, "Hemmm, apa yang sebenarnya terjadi semalam? kenapa aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri, bahkan aku tidak bisa mengingat jelas semua yang terjadi."

Steve mengusap mukanya dan beranjak dari tempat tidurnya hendak ke kamar mandi.

"Uucch Shit! Apa ini?" pekiknya melihat benda yang membuat telapak kakinya terasa sakit. Sebuah liontin berbentuk hati yang terselip foto di dalamnya.

Mungkin itu adalah liontin gadis semalam yang tidak sengaja terjatuh saat dia tengah memberi kenikmatan pada Steve.

"Siapa foto wanita tua ini, apa mungkin semalam orang yang melayaniku...?" Steve mengernyitkan dahinya berusaha mengingat kejadian semalam, tubuhnya pun bergidik sesaat membayangkan jika benar orang yang semalam memuaskannya  adalah wanita ya ada di dalam foto tersebut.

"Tidak, tidak, tidak! semalam aku mendengar suara desahannya dengan jelas, dan aku bisa mengingat suara itu dengan pasti, dia seorang gadis muda dan aku yakin tentang hal itu, dan foto ini..., mungkin kakak atau ibunya," gumam Steve meyakinkan dirinya, menghilangkan kengerian di pikirannya. Ia meletakan pecahan liontin itu di meja lalu berjalan ke kamar mandi.

Steve berdiri di bawah guyuran air hangat dari shower di kamar mandi, ia meletakkan tangannya yang mengepal di tembok untuk menopang tubuhnya.

"Brengsek...! beraninya kalian mempermainkanku, aku pastikan kalian akan menerima hukuman yang setimpal," gumamnya dengan sorot mata penuh amarah yang seakan siap memangsa siapapun.

Setelah menyegarkan tubuhnya, Steve kembali mengenakan pakaiannya, namun ia tidak bisa menemukan kemeja putih yang ia kenakan semalam. "Sial! apa gadis itu ingin aku keluar dari hotel ini dengan cara telanjang? Kenapa tidak semuanya dia bawa saja sekalian?" gumam nya kembali. Ia menggapai ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Datang ke hotel dan bawa pakaian untukku," ucapnya.

Steve mengernyitkan dahinya, matanya tertuju pada ranjang tempat ia menghabiskan malam, "Bercak darah, gadis semalam...? mungkinkah dia masih seorang perawan?"

Tiba-tiba ia sedikit merasa bersalah tentang apa yang telah ia lakukan, dia memang dingin dan arogan tapi pada seorang wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik dia masih bisa mempertimbangkan setiap tindakannya.

Han, seorang tangan kanan Steve kini tengah menuju kamar VVIP yang hanya di khususkan untuk sang pemilik hotel mewah tersebut. Willson's Hotel salah satu hotel kelas atas dan paling mewah di kota tersebut.

Dengan setelan jas yang membalut tubuh tingginya membuat ia terlihat tampan dan gagah, namun sifat kejamnya dengan musuh lebih mengerikan dari bosnya, wajah dingin dan tatapan mata elangnya yang tajam membuat setiap orang yang ingin mendekatinya harus berpikir seribu kali. 

"Tuan ini pakaian yang anda minta," ucap Han. Ia melihat kondisi kamar yang berantakan dan ranjang yang terdapat noda merah. "Hal buruk telah terjadi semalam," tebaknya dalam hati.

"Tuan apa semuanya baik-baik saja?"

"Hmmmm."

Jawaban Steve yang seakan semua baik-baik saja tak bisa mengelabui firasat Han, dengan keadaan kamar dan raut wajah Steve yang bisa ia lihat, Bahkan noda merah di kasur adalah bukti sesuatu terjadi di atas sana.

"Han cari tau siapa gadis yang semalam bersamaku, temukan dia dan bawa padaku."

"Maksud anda...?"

Steve menoleh menatap Han, "Jangan berlagak bodoh Han!" hardiknya. Ia tau asisten kepercayaannya bisa menebak apa yang sudah terjadi. Han melihat raut wajah Steve yang dipenuhi amarah, "Temukan dia dan bawa kepadaku, setelah itu pergi dan habisi siapapun yang menjebakku semalam," imbuhnya.

"Baik tuan."

"Pergilah."

Steve menyalakan korek api dan mulai menghisap rokoknya, tatapannya mengarah keluar jendela kamar, namun demikian matanya menyiratkan sebuah amarah. Ia mencoba mengingat setiap kejadian malam di mana dia mulai tak bisa mengendalikan diri. "Casandra...." ucapnya sambil mengepalkan tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status