***
Satu jam setengah berlalu dengan cepat. Barra mencapai meja Lola dan menemukan gadis kecilnya tidak berada di tempat semula. Salah satu pelayan dengan sigap menunjukkan dimana putri kecil dan istrinya berada.
Hah, apa? Istri? Sejak kapan aku memiliki Istri? Barra protes dalam hati. Wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa khawatir mengenai keberadaan putrinya.
Apa mantan istrinya sudah kembali dan akan merebut Lola darinya? Tapi, Aimee tidak mungkin mengenal wajah Lola. Sejak kepergiannya, Barra tidak pernah berniat mencari Aimee atau menghubunginya.
Barra akhirnya menangkap sosok putrinya yang sedang dipangku seorang wanita. Ia hanya bisa menangkap sosok feminin dari balik punggungnya. Keduanya sedang tertawa-tawa seolah kawan lama yang sedang bertukar cerita.
Bagaimana Lola bisa seakrab itu dengan orang asing? Lola tidak mengenal tante lain, selain adik Barra. Siapa dia? Perempuan itu pasti memiliki niat buruk terhadap Lola!
“Lola!!!!” Barra menggelegar dan berdiri dengan berkacak pinggang di depan punggung Celine.
“Ayah.” Lola mendongak ke atas dan melihat kilatan marah Barra.
“Sudah berapa kali Ayah bilang, jangan berbincang dengan orang asing!” Barra lalu melanjutkan, “Sini, ayo pulang!”
Celine memperhatikan perubahan pada wajah Lola yang mendadak ketakutan. Binar keceriaan yang tadi mereka rasakan berdua mendadak lenyap. Bagaimana seorang ayah tega memperlakukan putri mungilnya dengan dingin?
Dasar lelaki tidak punya perasaan! Celine mengutuk dalam hati dan ia masih belum berbalik untuk berhadapan dengan Ayah Lola. Mendadak tangan kekar seseorang menghardik Lola yang terlihat ketakutan. Celine tidak bisa tinggal diam.
Celine menghalau tangan lelaki itu dan menarik balik tangan mungil Lola. Gadis kecil itu kini berlindung di balik ceruk lehernya. Celine berdiri sambil membawa Lola dalam gendongannya. Celine sudah siap bertarung dengan lelaki yang dipanggil Ayah oleh Tuan Putri Kecil ini.
“Kamu!”
“Celine.” Barra mengucap nama perempuan milik mendiang sahabatnya. Celine adalah istri kesayangan Alaric Kusuma, sahabat karib Barra sejak remaja.
Mata mereka saling beradu. Barra bisa melihat kilatan marah yang dihujam Celine padanya, namun sedetik kemudian pandangan itu melunak.
Sedetik kemudian keduanya membuka suara berbarengan.
“Barra.”
“Celine”
Ini kedua kalinya Barra menyebut namanya dalam tiga puluh detik terakhir. Lola semakin mendekatkan diri pada ceruk leher dan dada Celine, berusaha bersembunyi pada rambut panjangnya yang digerai.
“Lola, kemari. Kembali pada Ayah.” Barra memerintah Lola dan suaranya sudah jauh lebih pelan dibanding sebelumnya.
Celine dapat merasakan sumber kegundahan Lola sepanjang tadi mereka menghabiskan waktu bersama. Gadis kecil itu belum melepaskan pelukannya pada leher Celine.
“Lola!” Barra tidak sabar dan hendak menarik putrinya dari Celine.
Celine mengambil inisiatif menghalau tarikan Barra dan justru semakin mendekap Lola dalam pelukannya.
“Barra, Lola hanya anak kecil. Sudah cukup.”
“Tapi, ia nakal sekali!” Barra membalas tatapan Celine tidak kalah tajam. “Aku sudah katakan, jangan beranjak sejengkal dari tempatnya duduk dan jangan berbicara dengan orang asing. Bagaimana anak ini bahkan melakukan tindakan nakalnya sekaligus?”
“Barra, itu salahku. Bukan salah Lola.” Celine mengganti nada suaranya dengan lembut. Ia tahu Barra bukanlah lelaki pemarah seperti yang sedang dihadapinya saat ini.
Celine meraih jari Barra dan mengamitnya, “Please, Barra.”
Barra memandang sepasang mata Celine yang begitu dikenalnya. Sama seperti dulu, ia akan luluh dengan suara merdu semanis madu itu. Barra akan mengabulkan semua permintaan Celine, bahkan jika gadis itu meminta bulan padanya.
Sebuah ajakan makan siang tidak akan merugikan siapa pun, 'kan? Begitu pikir Barra dalam hati.***
IG: TabiCarra10
***Setelah pertemuan pertama mereka yang dramatis di sudut cafe, Celine berhasil membujuk Barra untuk menikmati makan siang bersama. Sejak pemakaman Alaric, Celine pergi dari tanah air dan hampir memutus semua kontak komunikasi dengan semua orang, termasuk Barra.“Jadi, sekarang kau meneruskan bisnis keluarga Hutama di bidang pertambangan?” Keduanya sudah duduk berhadapan. Lola sedang menikmati suapan terakhir makanan kesukaannya dan tidak terlalu mengikuti perbincangan dua orang dewasa di hadapannya.“Salah satu tebakanmu tentang aku betul tapi rasanya kurang tepat, Celine. Aku memang melanjutkan bisnis ayah di bawah perusahaan Hutama, tapi aku membuat anak perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang pembaharuan lingkungan. Sebutlah untuk menebus rasa bersalah keluargaku pada tanah dan bumi ak
***“Ayah.” Lola berkata pelan sambil menyandarkan punggungnya di car seat bangku penumpang.“Uhm.” Barra menjawabnya dengan ogah-ogahan. Isi kepalanya masih sibuk bersama bayangan Celine tadi di cafe.“Ayah, terima kasih sudah mengajak Lola jalan-jalan hari ini. Bertemu Queen.”“Queen?” Barra kini terlihat antusias dengan hal yang baru disampaikan Lola.“Iya, Queen Celine. Ayah tahu tidak, Tante itu Putri juga loh.”“Oh ya?” Barra bertanya balik pada putri semata wayangnya.&ldq
***Brakk! Dengan tergesa Barra mendorong pintu apartemen dengan Hannah tidak sabar. Sedangkan, perempuan muda berusia setengah dari Barra itu sudah menggeliat tidak sabar di gendongannya. Sepasang tangan Hannah mengalung pada leher Barra yang kekar. Ia sibuk memberi penanda pada ceruk leher Barra.“Apa kau yakin teman sekamarmu sedang tidak ada di rumah?”Perempuan muda itu menjawab dengan erangan karena terlalu sibuk.Barra tidak menahan diri lagi. Ia segera menghimpit punggung Hannah ke dinding terdekat. Dengan cekatan, ia sudah membuka resleting dress bodycon Hannah dan meloloskannya melewati kepala. Hanya tersisa
***Gaun merahnya tertiup pelan disambut langit sore. Kalau bukan bertugas menjadi salah satu pengiring pengantin wanita, ia tidak akan mungkin mau mengenakan gaun berani seperti ini. Jelas sudah tipe gaun yang cukup mengekspos lekuk tubuhnya, bukan bagian dari kepribadiannya. Tapi, karena Ethel adalah sepupunya, ia tidak bisa menolak permintaannya.Celine sempat bertukar kabar dengan beberapa kawan sekolahnya dulu. Bagaimanapun juga, bagi lingkungan terbatas seperti mereka ruang lingkup pertemanan biasanya juga akan sama. Mungkin kasus berbeda untuknya yang selama lima tahun terakhir memilih pergi dan mengasingkan diri.Tidak disangka ia harus memasang tampang ramah sepanjang hari, ketika hampir semua kawannya menanyakan kondisin
***Klik! Sejak kapan Maa bersikap panik menghadapi Lola yang sedang demam? Diberi ibuprofen dan membiarkan anak itu istirahat adalah obat mujarab.“Apa kita perlu melanjutkan kegiatan kita tadi di atas sofa nyaman itu, Sayang?”Terdengar suara perempuan bersama Barra.“Uhm.” Barra menjawab dengan decakan nikmat. Bibirnya sibuk mengecupi leher polos perempuan yang kini melekat pada dada lelaki itu.Rasa ingin tahu Celine membuatnya mendongakkan kepala sedikit. Mungkin inilah definisi mengintip sesungguhnya. Sepasang matanya kembali dikejutkan dengan Barra yang sedang melumat bibir gadis muda di hadapannya.Aduhhh, bagaimana ini kala
***Situasi lalu lintas tidak terlalu ramai pada Minggu petang seperti ini. Mobil Barra membelah jalanan utama dengan kecepatan cahaya. Entah apa yang membuatnya mendadak khawatir seperti ini.Drtt! Ponselnya kembali bergetar. Nama ayahnya tertera di nada panggil. Barra meraih headset dan menekan tombol jawab.“Ayah.”“Barra, kami sedang menuju IGD. Lola kini menggigil dan panasnya sudah lebih dari 40 derajat, kami khawatir. Rumah sakit Saint Vincent.”“Baik, aku menyusul kesana nanti. Ada yang harus aku lakukan dulu.”“Jangan lama-lama ya.” Ayah Barra berkata dengan cepat.
*** Celine tertidur di samping Lola sambil memegangi tangan kecil itu. Sisi wajah kanannya ia rebahkan di ranjang dengan posisi duduk yang tidak nyaman karena ketiduran dengan tidak sengaja. Matanya mengerjap dan melihat Lola yang terlelap. Tadi subuh anak kecil itu sempat bangun dan meminta air minum padanya. Celine melihat secercah riang dari tubuh mungil yang sedang meringis menahan sakit itu. “Queen Celine,” begitu Lola memanggilnya, “Perut Lola sakit lagi.” Celine menghubungi perawat dan mereka memberi penahan sakit ringan yang aman untuk anak kecil. Meski tidak bisa melenyapkan rasa sakit di perut Lola, setidaknya gadis itu dapat kembali beristirahat agar tidak kekurangan cairan. Ia memandang jam tangan kecil denga
*** Celine seolah menikmati waktunya mengurus Lola. Sama seperti saat ini, ia dengan telaten menyuapi bubur cair yang sudah disiapkan perawat untuk menu makan malam. Meski sepanjang hari tadi ia hanya baru sempat mengunyah bagel daging asap yang dibawakan Barra. Namun, setidaknya hatinya cukup lega melihat kondisi Lola yang jauh lebih baik. Keluhan perutnya sudah tidak ada dan suhu tubuh Lola juga sudah kembali normal. Celine bahkan sempat berbincang dengan dokter yang bertugas melakukan tindakan operasi pada Lola. Beberapa hari kedepan, Lola masih harus menginap di rumah sakit. Melihat ibu Barra yang mulai pucat karena penyakit yang dideritanya, Celine meminta mereka agar pulang untuk beristirahat dan mempercayakan Lola padanya hingga Barra kembali dari urusan pekerjaannya.