Share

05. Janji Untuk Gadis Kecil

***

Setelah pertemuan pertama mereka yang dramatis di sudut cafe, Celine berhasil membujuk Barra untuk menikmati makan siang bersama. Sejak pemakaman Alaric, Celine pergi dari tanah air dan hampir memutus semua kontak komunikasi dengan semua orang, termasuk Barra.

“Jadi, sekarang kau meneruskan bisnis keluarga Hutama di bidang pertambangan?” Keduanya sudah duduk berhadapan. Lola sedang menikmati suapan terakhir makanan kesukaannya dan tidak terlalu mengikuti perbincangan dua orang dewasa di hadapannya.

“Salah satu tebakanmu tentang aku betul tapi rasanya kurang tepat, Celine. Aku memang melanjutkan bisnis ayah di bawah perusahaan Hutama, tapi aku membuat anak perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang pembaharuan lingkungan. Sebutlah untuk menebus rasa bersalah keluargaku pada tanah dan bumi akibat aktivitas bisnis pertambangan kami.” Barra  menjelaskan dengan singkat dan menoleh pada putrinya, “Lola, jangan berantakan kalau makan!”

“Wah, kau sama sekali tidak berubah, Barra. Sikap kepedulianmu terhadap lingkungan memang tinggi.” Celine merespon penjelasan Barra dengan kekaguman. Sedangkan, jarinya bergerak refleks mengusap sisa cecapan saus Spaghetti Carbonara pada sudut bibir Lola. 

Barra mengalih pandangan ke sudut lain ruangan, seolah menolak perhatian kecil yang ditunjukkan Celine pada putrinya. Tidak ada yang aneh dari potret mereka bertiga. Keluarga kecil dengan satu anak yang sedang menikmati makan siang bersama. 

“Lalu, kapan aku bertemu Ibu Lola? Apa kalian sedang menunggunya di pusat perbelanjaan ini?” Suara Celine terdengar antusias.

Barra nampak enggan menjelaskan bagaimana situasi rumah tangga yang sedang dihadapinya saat ini. Ibu Lola, Aimee Tanjung adalah seorang model internasional yang tidak sengaja dihamilinya. Mereka akhirnya menikah, meski Aimee sebetulnya terlihat tidak terlalu antusias dengan ide pernikahan mereka. 

Dengan menikahi Aimee dan anak yang sedang dalam kandungannya, Barra merasa dapat mengobati luka hati dan penyesalan selama ini menggerogoti dirinya. Selama enam bulan setelah Alaric meninggal dan Celine yang keguguran pergi entah kemana, Barra mengurung diri dalam rumah dan menyalahkan diri sendiri. 

Barra mengabdikan diri mencari kepingan Celine untuk meminta maaf, tapi kepergian istri mendiang sahabatnya itu bagai hilang ditelan bumi. Bahkan, keluarga Wiradi mengusir kehadiran Barra dan menuduhnya sebagai pembunuh Alaric dan cucu mereka. 

Di tengah keterpurukannya, Barra bertemu dengan Aimee yang dianggapnya sebagai penyembuh luka. Manis tak dapat diraih, untung tak dapat ditolak. Aimee memutuskan kembali ke catwalk dan meninggalkan Barra dengan bayi yang baru berusia enam bulan.

“Lola, sudah selesai makannya?” Suara Barra terdengar jengah dan tidak nyaman.

“Sudah, Ayah.” Lola meletakkan garpu yang sudah digunakannya dengan rapi dan menyeruput air mineralnya.

“Kalau begitu, bisa cuci tangan sendiri agar tangannya tidak lengket?” Barra menunjuk wastafel restoran yang sudah dilengkapi pijakan untuk anak balita.

Lola mengangguk semangat. “Baik, Ayah.”

“Tante Celine temani ya.” 

“Uhmm no, no, Tante. Lola sudah besar.” Lola dengan manis menolak tawaran Celine dan segera berjingkat manis menuju wastafel.

“Lola, anak yang mandiri dan menggemaskan.” Celine memuji Lola kembali.

“Lola tidak pernah mengenal ibunya.” Barra membuka suara.

Celine mengernyitkan alisnya dan merespon dengan pertanyaan yang diajukannya pada diri sendiri. Apa Ibu Lola juga sudah meninggal?

“Ia pergi meninggalkan kami berdua ketika Lola berusia enam bulan. Kami tidak pernah membahasnya. Lola sudah cukup mendapat cinta dariku dan Opa-Oma nya.” Barra berkata dingin.

“Maaf, Barra.” Celine menangkup punggung tangan Barra dan berusaha memberi dukungan secara emosional. Namun, tindakannya segera ditepis lelaki itu.

“Tante Celine, lihat!” Lola sudah memperlihatkan kesepuluh jarinya. “Bersih dan wangi loh.”

“Wah hebat sekali, Lola! Coba Tante bantu keringkan ya.” Celine tidak ambil pusing dengan tepisan kasar Barra terhadapnya. Ia meraih tisu kering di dekatnya dan mengusap satu per satu jari mungil Lola sambil sama-sama berhitung.

Barra menikmati kebersamaan singkat mereka tapi ia sadar potret didepannya hanyalah mimpi. Ia berdehem dan menutupi kecanggungan yang dirasakannya dengan menghabiskan kopi hitam miliknya.

Makan siang mereka berakhir dan Barra tidak bisa menolak ketika Celine memaksanya bertukar nomor kembali. Celine dan Lola berpelukan agak lama padahal mereka baru menghabiskan waktu tidak lebih dari tiga jam. Celine bahkan berjanji pada gadis kecilnya akan mengunjungi Lola jika Barra mengizinkan. Dasar perempuan aneh, buat apa repot-repot berteman dengan anak berusia lima tahun! Celine seperti tidak punya teman lain saja. Barra berkata dalam hati.***

Add this book to your library! Love and Vote!

IG: TabiCarra10

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status