Share

Chapter 02 | Masih Misteri

Mansion Erlando

"Daddy ...!" pekik Austin.

"Halo, Boy. Kenapa mukamu begitu?" tanya Gavriel saat melihat raut putranya sembab.

"Kata orang-orang Mommy akan pulang, tapi kenapa aku tidak melihatnya?"

Glek!

Gavriel tersentak dan tak ayal kesusahan menelan salivanya.

"Sayang, eum ... nanti kita bicarakan ini lagi, ya. Lebih baik sekarang kamu bermain dengan Adolf. Ngomong-ngomong, ke mana dia?"

"Adolf sedang ada di kamarnya. Dia bilang rindu dengan Mommy, Dad. Baiklah, kalau begitu aku akan ke kamar saja."

Gavriel mengangguk dan lantas menurunkan tubuh mungil itu dari gendongannya. Tanpa ia sadari, sedari tadi Azriya turut memperhatikan semua interaksi tersebut. Ada perasaan tidak nyaman di hatinya, terlebih saat mengingat mendiang Kartika.

Tiba-tiba bayangan beberapa jam lalu terputar kembali di dalam benak Azriya, sebuah pesan terakhir dari mendiang sahabatnya tersebut.

"Ada yang tidak menginginkan keberadaan anak-anakku di rumah itu, Azriya. Tolong kamu lindungi Austin dan Adolf, dan kamu cari tahu siapa orangnya. Karena ... karena aku curiga dia juga yang sudah berniat membunuhku," ucap Kartika di detik terakhir hidupnya.

'Siapa kira-kira?' batin Azriya.

Gavriel sudah menuju ruang tengah, sehingga Azriya pun turut mengekor ke sana. Ternyata di ruangan yang sangat luas mirip seperti ballroom itu sudah ada banyak orang yang duduk di sebuah kursi melingkar dengan meja besar di tengahnya.

"Jadi kamu?! Kamu Dokter yang tidak becus dan sudah menyebabkan menantuku meninggal?!" teriak seorang wanita paruh baya.

Azriya hanya menatap heran. Sungguh! Ia bahkan tidak mengenal wanita itu.

"Mom, sudahlah. Percuma saja kita memarahinya. Kartika tidak akan kembali meskipun Mommy marah-marah."

"Jadi kamu membelanya, Gavriel?! Atau memang ada hubungan spesial diantara kalian?"

"Hubungan apa, sih, Mom? Sudahlah ... aku lelah. Aku mau ke kamar dulu."

"Gavriel ...!"

Sosok yang baru diketahui Azriya sebagai Mertuanya itu terus saja berteriak walaupun Gavriel tidak menghiraukan. Hingga akhirnya mata keriputnya mengalihkan pandangan kepada Azriya. Perlahan, wanita paruh baya itu berjalan mendekati Azriya yang masih berdiri mematung.

"Puas kamu sudah membunuh menantuku?" ucapnya dengan suara lirih.

Sedangkan wanita cantik itu hanya diam dan tidak bergeming. Sementara wanita paruh baya tersebut mulai mendekatkan bibirnya pada daun telinga menantu barunya itu.

"Selanjutnya giliranmu!"

Deg!

Jantungnya seakan melompat keluar bersamaan dengan perginya sang Mommy Mertua. Apakah mungkin pelukannya wanita itu? Tapi, apa alasannya? Kepalanya mendadak pening dan ia lantas menuju kamar Gavriel. Dirinya berpikir, mungkin bisa menemukan teka-teki di kamar mendiang sahabatnya.

'Huh ... dia benar-benar mengerikan dan penuh keanehan. Kasihan sekali sahabatku punya mertua seperti itu,' batin Azriya.

Ceklek!

Deg!

Bola mata hitamnya langsung beradu pandang dengan Gavriel. Azriya langsung merasakan suasana yang mencekam di sekitarnya lantaran tatapan Gavriel yang langsung menghunus tajam ke dalam manik indahnya.

"Mau apa kau ke sini?"

"A-Aku ...?"

"Apa kau pikir setelah kejadian tadi kau berhak menjadi istriku?! Bahkan aku jijik melihat wajah polos mu itu!"

Azriya tidak menjawab. Wanita cantik itu hanya menatap sosok laki-laki di depannya ini dengan pandangan datar.

"Masih tidak paham?! Kau tidak paham dengan bahasaku, hah?!"

"Kau bicara bahasa manusia 'kan? Tentu saja aku paham," jawab Azriya dengan suara tenang.

Azriya mengambil kursi dan mendudukkan dirinya di sana.

"Pelankan nada bicaramu, Gav ...! Ingatlah bahwa aku menikah denganmu karena wasiat dari mendiang istrimu! Di sini bukan hanya kau yang tidak sudi menikahi ku, tapi aku juga tidak sudi menikah denganmu!"

Gavriel masih tidak bergeming.

"Andaikan kau tahu apa yang dikatakan Kartika di akhir hayatnya, kau malah akan berterima kasih kepadaku, Gav! Huh ... sayang sekali, Kartika harus mendapat suami bodoh sepertimu!"

"Kau—"

Azriya bangkit dan langsung keluar dari kamar. Niatnya berembuk tentang apa yang disampaikan Kartika ternyata tidak mendapat sambutan baik dari Gavriel.

"Dasar laki-laki bodoh! Istrinya tersiksa di rumah ini malah dia tidak tahu apa-apa," gumamnya.

Azriya terus menyusuri sudut rumah ini. Bangunan mewah bergaya klasik tersebut penuh dengan lampu kristal dan bunga hias, juga ada banyak lukisan yang terpajang di dindingnya.

"Kamu jangan dekat-dekat dengan Aunty Riya, Austin. Mereka bilang, Aunty Riya yang sudah membunuh Mommy," ucap seorang anak laki-laki dari balik kamar.

Azriya sontak mengehentikan langkah kakinya. Wanita cantik itu dengan hati-hati mulai menempelkan telinganya pada pintu kayu jati di sampingnya.

"Tapi, Adolf. Aunty Riya 'kan temannya Mommy, terus dia juga sering main sama kita dan Mommy dulu," jawab anak laki-laki yang Azriya kenal sebagai suara Austin.

"Ya sudah terserah, pokoknya aku sudah peringatkan, ya. Aunty Riya itu akan menguasai Daddy dan rumah ini, lalu dia akan membunuh kita seperti dia membunuh Mommy."

"Hah?! Nggak mungkin, Adolf!"

"Terserah kamu saja, Austin. Sudah, aku mau tidur dulu. Kamu kalau masih mau dekat sama Aunty Riya juga terserah, tapi aku nggak mau bantuin kalau ada apa-apa."

Deg!

'Apa ini? Siapa yang menghasut otak polos anak berusia lima tahun?' batin Azriya.

Wanita cantik itu gegas beranjak menuju kamar tamu yang terletak di lantai bawah. Di sepanjang jalan, ia terus memikirkan siapa yang sudah menyebabkan semua kekacauan ini. Dari kematian Kartika yang begitu mendadak, sikap Gavriel yang tidak tahu-menahu, dan Adolf yang berubah.

"Argh! Bisa-bisanya Kartika meninggalkanku dengan semua teka-teki ini. Seharusnya dia meninggalkan petunjuk kalau memang ingin aku bantu!" gerutunya.

Hingga tidak terasa Azriya sudah sampai di lantai bawah yang sudah sangat gelap. Semua lampu utama sudah mati, hanya ada beberapa lampu kecil yang diletakkan di beberapa sudut.

Saat hendak membuka pintu kamar tamu, Azriya tidak sengaja menatap pada siluet seseorang yang berjalan cepat menuju pintu dan langsung keluar rumah. Azriya sontak saja terkejut. Siapa yang keluar rumah malam-malam? Pikirnya.

Ia hendak mengikuti siluet tersebut, tetapi getaran ponsel pada saku celananya langsung mengehentikan langkahnya.

"Aduh! Siapa, sih?" gerutunya lagi.

Azriya mengambil benda pipih itu dan membawanya ke depan muka, ternyata Kakaknya yang sedang menelpon. Gegas saja Ibu jarinya menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponsel tersebut ke daun telinga.

"Halo, Kak. Ada apa?"

"Kakak menemukan ada infeksi virus di tubuh Kartika."

Deg!

"Ja-Jadi? Bukan hanya karena keracunan makanan?"

"Riya, apa kamu nggak merasa aneh? Apa mungkin kalau hanya keracunan makanan bisa meninggal secepat itu?"

Azriya semakin membelalakkan mata. Kenapa saat itu ia tidak menyadari hal ini? Sekarang, jasad sahabatnya sudah dimakamkan, dan tidak bisa dilakukan penyidikan lebih dalam lagi.

"Kak, kalau ada perkembangan lagi tolong hubungi aku. Aku akan segera cari tahu kebenarannya."

"Yeah."

TUT!

Sambungan telepon tersebut sudah terputus, selanjutnya Azriya memilih masuk ke dalam kamar tamu tersebut. Pikirannya kacau menelaah kejadian yang menurutnya sangat memusingkan ini.

"Apa aku perlu ceritakan semuanya kepada Gavriel? Tapi dia saja menolak kehadiranku. Padahal niatku hanya membantu," gumamnya.

Banyak sekali mister di rumah ini. Belum sempat wanita cantik itu menjalankan wasiat mendiang sahabatnya, juga tentang siapa yang menghasut Adolf. Sekarang harus dihadapkan dengan fakta baru tentang kematian Kartika.

'Siapa yang sudah membencimu di rumah ini, Ka?' batinnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anggra
semoga azriya ini prempuan tangguh yg GK mnye² ma laki2 bodoh kek Gavriel
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status