Mansion Erlando
"Daddy ...!" pekik Austin."Halo, Boy. Kenapa mukamu begitu?" tanya Gavriel saat melihat raut putranya sembab."Kata orang-orang Mommy akan pulang, tapi kenapa aku tidak melihatnya?"Glek!Gavriel tersentak dan tak ayal kesusahan menelan salivanya."Sayang, eum ... nanti kita bicarakan ini lagi, ya. Lebih baik sekarang kamu bermain dengan Adolf. Ngomong-ngomong, ke mana dia?""Adolf sedang ada di kamarnya. Dia bilang rindu dengan Mommy, Dad. Baiklah, kalau begitu aku akan ke kamar saja."Gavriel mengangguk dan lantas menurunkan tubuh mungil itu dari gendongannya. Tanpa ia sadari, sedari tadi Azriya turut memperhatikan semua interaksi tersebut. Ada perasaan tidak nyaman di hatinya, terlebih saat mengingat mendiang Kartika.Tiba-tiba bayangan beberapa jam lalu terputar kembali di dalam benak Azriya, sebuah pesan terakhir dari mendiang sahabatnya tersebut."Ada yang tidak menginginkan keberadaan anak-anakku di rumah itu, Azriya. Tolong kamu lindungi Austin dan Adolf, dan kamu cari tahu siapa orangnya. Karena ... karena aku curiga dia juga yang sudah berniat membunuhku," ucap Kartika di detik terakhir hidupnya.'Siapa kira-kira?' batin Azriya.Gavriel sudah menuju ruang tengah, sehingga Azriya pun turut mengekor ke sana. Ternyata di ruangan yang sangat luas mirip seperti ballroom itu sudah ada banyak orang yang duduk di sebuah kursi melingkar dengan meja besar di tengahnya."Jadi kamu?! Kamu Dokter yang tidak becus dan sudah menyebabkan menantuku meninggal?!" teriak seorang wanita paruh baya.Azriya hanya menatap heran. Sungguh! Ia bahkan tidak mengenal wanita itu."Mom, sudahlah. Percuma saja kita memarahinya. Kartika tidak akan kembali meskipun Mommy marah-marah.""Jadi kamu membelanya, Gavriel?! Atau memang ada hubungan spesial diantara kalian?""Hubungan apa, sih, Mom? Sudahlah ... aku lelah. Aku mau ke kamar dulu.""Gavriel ...!"Sosok yang baru diketahui Azriya sebagai Mertuanya itu terus saja berteriak walaupun Gavriel tidak menghiraukan. Hingga akhirnya mata keriputnya mengalihkan pandangan kepada Azriya. Perlahan, wanita paruh baya itu berjalan mendekati Azriya yang masih berdiri mematung."Puas kamu sudah membunuh menantuku?" ucapnya dengan suara lirih.Sedangkan wanita cantik itu hanya diam dan tidak bergeming. Sementara wanita paruh baya tersebut mulai mendekatkan bibirnya pada daun telinga menantu barunya itu."Selanjutnya giliranmu!"Deg!Jantungnya seakan melompat keluar bersamaan dengan perginya sang Mommy Mertua. Apakah mungkin pelukannya wanita itu? Tapi, apa alasannya? Kepalanya mendadak pening dan ia lantas menuju kamar Gavriel. Dirinya berpikir, mungkin bisa menemukan teka-teki di kamar mendiang sahabatnya.'Huh ... dia benar-benar mengerikan dan penuh keanehan. Kasihan sekali sahabatku punya mertua seperti itu,' batin Azriya.•Ceklek!Deg!Bola mata hitamnya langsung beradu pandang dengan Gavriel. Azriya langsung merasakan suasana yang mencekam di sekitarnya lantaran tatapan Gavriel yang langsung menghunus tajam ke dalam manik indahnya."Mau apa kau ke sini?""A-Aku ...?""Apa kau pikir setelah kejadian tadi kau berhak menjadi istriku?! Bahkan aku jijik melihat wajah polos mu itu!"Azriya tidak menjawab. Wanita cantik itu hanya menatap sosok laki-laki di depannya ini dengan pandangan datar."Masih tidak paham?! Kau tidak paham dengan bahasaku, hah?!""Kau bicara bahasa manusia 'kan? Tentu saja aku paham," jawab Azriya dengan suara tenang.Azriya mengambil kursi dan mendudukkan dirinya di sana."Pelankan nada bicaramu, Gav ...! Ingatlah bahwa aku menikah denganmu karena wasiat dari mendiang istrimu! Di sini bukan hanya kau yang tidak sudi menikahi ku, tapi aku juga tidak sudi menikah denganmu!"Gavriel masih tidak bergeming."Andaikan kau tahu apa yang dikatakan Kartika di akhir hayatnya, kau malah akan berterima kasih kepadaku, Gav! Huh ... sayang sekali, Kartika harus mendapat suami bodoh sepertimu!""Kau—"Azriya bangkit dan langsung keluar dari kamar. Niatnya berembuk tentang apa yang disampaikan Kartika ternyata tidak mendapat sambutan baik dari Gavriel."Dasar laki-laki bodoh! Istrinya tersiksa di rumah ini malah dia tidak tahu apa-apa," gumamnya.Azriya terus menyusuri sudut rumah ini. Bangunan mewah bergaya klasik tersebut penuh dengan lampu kristal dan bunga hias, juga ada banyak lukisan yang terpajang di dindingnya."Kamu jangan dekat-dekat dengan Aunty Riya, Austin. Mereka bilang, Aunty Riya yang sudah membunuh Mommy," ucap seorang anak laki-laki dari balik kamar.Azriya sontak mengehentikan langkah kakinya. Wanita cantik itu dengan hati-hati mulai menempelkan telinganya pada pintu kayu jati di sampingnya."Tapi, Adolf. Aunty Riya 'kan temannya Mommy, terus dia juga sering main sama kita dan Mommy dulu," jawab anak laki-laki yang Azriya kenal sebagai suara Austin."Ya sudah terserah, pokoknya aku sudah peringatkan, ya. Aunty Riya itu akan menguasai Daddy dan rumah ini, lalu dia akan membunuh kita seperti dia membunuh Mommy.""Hah?! Nggak mungkin, Adolf!""Terserah kamu saja, Austin. Sudah, aku mau tidur dulu. Kamu kalau masih mau dekat sama Aunty Riya juga terserah, tapi aku nggak mau bantuin kalau ada apa-apa."Deg!'Apa ini? Siapa yang menghasut otak polos anak berusia lima tahun?' batin Azriya.Wanita cantik itu gegas beranjak menuju kamar tamu yang terletak di lantai bawah. Di sepanjang jalan, ia terus memikirkan siapa yang sudah menyebabkan semua kekacauan ini. Dari kematian Kartika yang begitu mendadak, sikap Gavriel yang tidak tahu-menahu, dan Adolf yang berubah."Argh! Bisa-bisanya Kartika meninggalkanku dengan semua teka-teki ini. Seharusnya dia meninggalkan petunjuk kalau memang ingin aku bantu!" gerutunya.Hingga tidak terasa Azriya sudah sampai di lantai bawah yang sudah sangat gelap. Semua lampu utama sudah mati, hanya ada beberapa lampu kecil yang diletakkan di beberapa sudut.Saat hendak membuka pintu kamar tamu, Azriya tidak sengaja menatap pada siluet seseorang yang berjalan cepat menuju pintu dan langsung keluar rumah. Azriya sontak saja terkejut. Siapa yang keluar rumah malam-malam? Pikirnya.Ia hendak mengikuti siluet tersebut, tetapi getaran ponsel pada saku celananya langsung mengehentikan langkahnya."Aduh! Siapa, sih?" gerutunya lagi.Azriya mengambil benda pipih itu dan membawanya ke depan muka, ternyata Kakaknya yang sedang menelpon. Gegas saja Ibu jarinya menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponsel tersebut ke daun telinga."Halo, Kak. Ada apa?""Kakak menemukan ada infeksi virus di tubuh Kartika."Deg!"Ja-Jadi? Bukan hanya karena keracunan makanan?""Riya, apa kamu nggak merasa aneh? Apa mungkin kalau hanya keracunan makanan bisa meninggal secepat itu?"Azriya semakin membelalakkan mata. Kenapa saat itu ia tidak menyadari hal ini? Sekarang, jasad sahabatnya sudah dimakamkan, dan tidak bisa dilakukan penyidikan lebih dalam lagi."Kak, kalau ada perkembangan lagi tolong hubungi aku. Aku akan segera cari tahu kebenarannya.""Yeah."TUT!Sambungan telepon tersebut sudah terputus, selanjutnya Azriya memilih masuk ke dalam kamar tamu tersebut. Pikirannya kacau menelaah kejadian yang menurutnya sangat memusingkan ini."Apa aku perlu ceritakan semuanya kepada Gavriel? Tapi dia saja menolak kehadiranku. Padahal niatku hanya membantu," gumamnya.Banyak sekali mister di rumah ini. Belum sempat wanita cantik itu menjalankan wasiat mendiang sahabatnya, juga tentang siapa yang menghasut Adolf. Sekarang harus dihadapkan dengan fakta baru tentang kematian Kartika.'Siapa yang sudah membencimu di rumah ini, Ka?' batinnya.Pagi hari.Azriya sudah siap dengan setelan baju kerjanya, ia memang belum bekerja penuh waktu, dan akan datang saat Kakaknya membutuhkan bantuan. Kebetulan pagi ini wanita cantik itu sendiri yang berniat datang untuk melihat jenis infeksi yang ditemukan oleh Kakaknya.Saat ini semua anggota keluarga tengah berkumpul di meja makan. Semuanya diam penuh keheningan, bahkan Austin dan Adolf pun turut mengunci rapat mulutnya."Sebagai pengantin baru kalian perlu didoakan, dan ini sudah adatnya. Terlepas bagaimana terjadinya pernikahan kalian, tapi kau sudah membawa wanita masuk ke dalam rumah ini, Gavriel. Apalagi statusnya adalah istrimu.""Aku rasa ini tidak perlu, Mom. Aku menikahinya juga karena paksaan dari Kartika, jadi aku tidak menganggapnya sebagai istri," sahut Gavriel."Mommy juga tidak menganggapnya sebagai menantu, tapi ini adalah adat yang harus ditaati!"Azriya hanya menyimak perdebatan itu, bahkan sampai sekarang ia masih belum mengetahui siapa nama Ibu Mertuanya tersebut.
Azriya baru saja pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Beruntung masih ada penjaga yang membukakan pagar untuknya. Kemudian ia lantas masuk ke dalam mansion mewah tersebut. Saat hendak menuju kamar, lagi-lagi dirinya melihat sosok yang berjalan cepat ke arah pintu dan langsung keluar begitu saja.Azriya langsung bersemedi di balik vas bunga besar yang berada pojok tangga. Untungnya semua lampu utama sudah padam."Siapa, sih?" gumamnya. Sepersekian detik kemudian nampak seorang maid berjalan sendirian di kegelapan mansion itu, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Azriya untuk menanyakan sesuatu kepada maid tersebut."Nona ... maaf, saya kaget. Saya pikir siapa," ucap maid tersebut saat Azriya tiba-tiba muncul di depannya."Maaf, ya," jawabnya dengan cengiran polos."Tidak apa-apa, Nona. Oh, iya, pasti Nona baru saja pulang 'kan? Mau saya siapkan makanan?""Nggak usah. Aku cuma mau tanya, kamu tadi lihat nggak ada orang keluar?"Maid tersebut diam beberapa saat, m
Azriya menidurkan Austin setelah anak laki-laki itu merengek lantaran mengantuk. Keduanya usai bermain cukup lama, mungkin Austin kelelahan. Wanita cantik itu masih mengipas tubuh mungil dalam dekapannya tersebut, hingga ia tidak menyadari di belakangnya berdiri sosok laki-laki yang menatap datar ke arahnya."Austin sudah tidur?" tanyanya yang membuat Azriya tersentak kaget.Ia lantas menoleh, dan mendapati Gavriel berdiri menjulang di samping tempat tidur."Gav," ucapnya dan lantas menegakkan tubuh."Ada yang mau aku bicarakan."Azriya kembali menoleh kepada Austin yang sudah terlelap dalam mimpinya."Jangan di sini, Austin baru saja tidur. Kita bicara di tempat lain saja.""Baiklah, kalau begitu ayo ke kamarku."Azriya mengikuti langkah Gavriel menuju kamarnya, setelah tiba di kamar berukuran sangat luas tersebut, Gavriel langsung mengunci pintu dan menyalakan alat kedap suara."Apa yang kamu lakukan sama Adolf?!" tanyanya tanpa basa-basi."Apa, Gaf?""Kamu pengaruhi Adolf sama Aust
Malam ini semua isi mansion berhamburan keluar, semua penjaga bahkan sampai turun ke jalanan untuk mencari Austin. Tidak terkecuali Azriya yang turut kalut lantaran perasaannya yang merasa sangat bersalah. Wanita cantik itu tengah berdiri mematung dan termenung seakan tidak tahu harus melakukan apa, tangannya menggenggam erat jemari lentiknya guna menahan kegelisahan, bahkan bibirnya juga tiada henti berdoa.Tanpa di sadari olehnya, dari arah ruang tengah Lauren tengah berjalan cepat ke arahnya. Wanita paruh baya itu langsung menarik lengan Azriya hingga menyebabkan wanita itu hampir terjungkal. Belum berakhir keterkejutan Azriya, Lauren melayangkan tangannya, dan menampar kuat pada pipi wnaita yang baru saja menjadi menantunya tersebut.Plakkk!"Akh!" pekik Azriya saat merasakan pipinya memanas."Dasar wanita tidak tahu diri!"Plakkk!Lagi, sebuah tamparan kembali Lauren layangkan pada pipi kanan Azriya, sedangkan wanita cantik itu hanya bisa menahan rasa panasnya tanpa berniat memba
Azriya berdiri mematung di tengah pintu kamar Austin. Di atas ranjang itu, bocah laki-laki tersebut tengah terbaring dengan seorang gadis kecil di sampingnya. Sedangkan Gavriel masih mengelus punggung mungil putranya, tatapan matanya masih menyorotkan kekhawatiran."Bagaimana kamu bisa bertemu dengan Austin, Van? Padahal kami sudah menyusuri jalanan ini, tapi kami sama sekali nggak menemukan apa-apa.""Saat aku pulang dari jemput Aurell les piano, sekitar jam tujuh malam itu, Mom. Aku lewat kedai es krim yang deketnya Apotek Lestari, kamu tahu 'kan, Gav?" tanya Silvana seraya mengalihkan pandangan kepada GavrielLelaki itu sontak mengangguk dengan pandangan yang menyorot lurus ke dalam manik mata Silvana."Nah, Aurell minta es krim. Waktu kami keluar mobil, aku nggak sengaja lihat ada anak kecil duduk sendirian, meringkuk gitu, di trotoar jalan. Aku langsung ke sana gandeng tangannya Aurell, Mom. Dan ternyata itu Austin.""Ya Tuhan!" pekik Lauren."Austin sendirian, Kak? Lalu, kenapa
Setelah memastikan anak-anak berangkat sekolah, Azriya lantas berbalik badan dan hendak masuk kembali ke dalam rumah. Namun, tiba-tiba tubuhnya terlonjak ke belakang saat Gavriel berada tepat di depannya."Kenapa?" tanyanya seraya semakin mendekatkan wajah kepada Azriya."Ka-Kamu ngapain berdiri di belakangku?! Aku 'kan jadi kaget!"Azriya mundur ke belakang. Jujur saja, berhadapan dengan jarak sedekat ini membuat wanita cantik itu gugup."Memangnya kenapa? Ada masalah?" tanyanya dengan raut datar.Azriya menggeleng, wanita cantik itu lantas berlalu pergi meninggalkan Gavriel yang masih mempertahankan tatapan tajamnya. Hingga kemudian lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu kembali membuka suara."Nanti malam acara peresmian pernikahan kita, sebaiknya hari ini kamu jangan ke rumah sakit. Atau kalau bisa, kamu berhenti beberapa waktu dulu biar fokus menjaga Austin dan Adolf."Deg!Berhenti? Apa maksudnya? Menjadi Dokter adalah cita-cita Azriya sedari dulu. Meskipun saat ini Azriya be
Gavriel masih berdiri di tengah pintu dengan pandangan datar. Namun, siapa yang tahu bahwa jantungnya sedari tadi terus berdesir, ia bahkan sudah menatap tubuh polos Azriya hampir satu menit lamanya. Pria itu bukannya tidak normal, ataupun tidak tertarik dengan Azriya. Bohong kalau matanya tidak jatuh cinta saat menatap tubuh indah tersebut, tetapi lagi-lagi bayangan Kartika lebih dulu hadir dalam benaknya.Yeah! Gavriel masih mencintai mendiang istrinya, begitu dalam, sehingga tidak mampu mengkhianatinya meskipun jalan ini adalah jalan yang dipilihkan oleh Kartika sendiri. Gavriel masih ingin mengingat Kartika di setiap detak jantungnya. Gavriel masih ingin menyuarakan nama Kartika di setiap hela napasnya. Gavriel masih ingin bersama dengan bayangan Kartika di setiap langkahnya menyusuri sisa akhir hayatnya.'Kenapa takdirku harus se-pedih ini, Ka. Aku harus berpisah denganmu saat belum sempat melakukan itu semua. Aku harus bagaimana? Kenapa kamu tega denganku dan memintaku untuk me
"Apa maksudnya, Mom?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan, pasalnya ia bingung. Apalagi Azriya yang hanya menangis memegangi pipinya, sedangkan Mommy-nya masih melayangkan tatapan tajam."Mommy sudah lihat video CCTV, Gav! Dia yang sudah mengambilkan salad buah untuk Austin. Dia juga yang berlagak menjadi malaikat penyelamat untuk cucuku! Padahal dia berniat membunuh putramu, Gav. Dia ingin membunuh Austin seperti dia membunuh Kartika!" pekik Lauren dengan suara tertahan.Azriya menggelengkan kepala."Aku memang mengambilkan salad buah, tapi itu Austin yang minta. Aku juga nggak kasih susu, aku nggak tahu kenapa di piringnya tadi ada susu," ucapnya dengan air mata yang terus mengalir deras."Alasan!" sentak Lauren.Wanita paruh baya itu maju satu langkah dan mendekat kepada Azriya. Niatnya ingin menggertak, tetapi Azriya sama sekali tidak gentar."Kebenarannya memang seperti itu, Mom. Aku nggak ada niat mencelakai Austin, aku juga tahu dia alergi susu," ucapnya berusaha membela dir