Share

Menikahi Supir Pribadi
Menikahi Supir Pribadi
Penulis: Syatizha

Bab 1

“Aku hamil.”

Dua kata yang dilontarkan dari bibir tipis seorang gadis yang berdiri di depan meja kerja membuat Samuel mendongak. Namun, lelaki itu terkejut hanya beberapa detik, setelahnya menyandarkan punggung pada kursi kebesaran. Terlihat santai.

“Lalu?”

“Kau harus bertanggung jawab! Harus menikahiku!”

Sorot mata gadis berusia dua puluh tiga tahun menghunus tajam pada lelaki yang tersenyum mengejek.

“Lucu sekali! Kenapa harus aku yang bertanggung jawab?” Pertanyaan yang serupa ejekan terdengar menyakitkan bagi Helena.

“KARENA KAU AYAH DARI ANAK YANG AKU KANDUNG, SAMUEL!”

Kesabaran Helena Abimanyu sudah tak terbendung. Laki-laki itu seolah tak merasa bahwa dirinya-lah yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya.

“Kau pikir aku percaya kalau aku yang menghamilimu? Hei, kau ini wanita yang tiap malam datang ke Club. Coba kau ingat-ingat, siapa saja lelaki yang menikmati tubuhmu itu!”

Kedua mata Helena membeliak sempurna. Dia memang sering datang ke club’ malam. Tetapi, kalau pun bercinta dengan lelaki lain, ia selalu menggunakan pengaman.

Kedua tangan Helena mengepal kuat. Hatinya terasa remuk. Samuel jelas-jelas telah menghinanya. Merendahkan dia seperti seorang pelacur.

“Kurang ajar kau, Keparat! Aku memang sering ke Club’ malam. Tetapi, sejak memutuskan menjadi kekasihmu, aku tidak pernah tidur dengan lelaki lain!” elak Helena sengit. Napasnya memburu karena emosi yang tak terkendali.

“Terserah apa katamu. Yang jelas, aku tidak akan mau menikahimu! Sudahlah, lebih baik kau keluar dari ruanganku. Pekerjaanku sedang banyak!”

Samuel tidak peduli dengan pengakuan Helena.

Emosi dalam diri Helena sudah tak dapat dibendung. Kaki jenjangnya melangkah cepat, mendekati Samuel yang duduk santai di kursi kebesaran.

Helena, menyuruh Samuel berdiri.

“Apa lagi, Helena? Aku sedang sibuk. Sebaiknya malam ini kita tidak usah bercinta dulu.”

Mendengar perkataan Samuel, Helena tak dapat menahan diri lagi. Helena melayangkan tamparan keras pada pipi kiri Samuel.

“Kau laki-laki biadab, Samuel! Tidak mau bertanggung jawab atas kehamilanku, tapi masih saja berpikir bercinta denganku! Keparat!"

Lelaki itu akhirnya tersulut emosi. menatap nyalang gadis yang selalu berpakaian seksi.

PLAAAKKK!

“Aaarrgghh!”

Tubuh Helena mundur beberapa langkah. Pipinya terasa kebas akibat balasan tamparan Samuel Christian.

“Berani sekali kau menamparku! Kau mesti ingat, aku sudah punya istri! Sudah punya anak! Dari awal aku sudah katakan padamu, kalau kau hanya kekasih simpananku!”

Samuel mengingatkan Helena tentang awal hubungan mereka. Memang benar, sebelum mereka menjalin hubungan lebih serius, Samuel pernah bertanya pada Helena, “apa kau mau menjadi kekasih simpananku?”

Helena langsung menganggukkan kepala karena ia sudah terlanjur jatuh hati pada pengusaha berusia tiga puluh lima tahun itu.

Samuel Christian, sosok lelaki bertubuh tinggi tegap, berparas tampan, memiliki wibawa dan juga kaya raya. Meskipun kekayaan yang dimilikinya milik orang tua istrinya. Cinta Helena pada Samuel benar-benar telah membuatnya buta dan tuli.

Kedua mata Helena berembun. Hatinya sungguh hancur lebur. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Samuel benar, dirinya dulu rela menjadi kekasih simpanan karena sudah tergila-gila dengan pesona seorang Samuel. Mereka pun hidup satu apartemen meski tidak terikat hubungan suami istri. Kini, Helena sedang mengandung benih Samuel.

“Ta-tapi ... anak ini anakmu. Hanya denganmu, a-aku tidak memakai kontrasepsi ketika ... ketika bercinta.”

Helena berkata terbata-bata. Kesedihan tidak dapat disembunyikan dari raut wajah cantik itu. Helena masih berharap kalau Samuel bersedia menjadikan dirinya istri kedua.

Samuel mencebik, duduk kembali dengan tenang, membenarkan letak dasi.

“Aku tidak percaya dan aku tidak peduli! Kalau kau ingin menikah, carilah lelaki yang bersedia menikahimu! Tetapi, jangan aku! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menikahimu!”

Sorot mata Samuel menghujam. Tidak ada lagi cinta dari binar kedua matanya. Tutur katanya tak lagi terdengar lembut, serta tidak ada lagi lembutnya perlakuan dari lelaki yang kerap kali menemani malam Helena. Sungguh malang nasib putri bungsu Abimanyu Adiwilaga. Setelah ini, kehidupannya akan hancur. keluarga besar Helena pasti tidak akan mau menerima kondisinya yang tengah Helena alami. Hamil tanpa seorang suami.

Helena menyeka kasar air mata, menghela napas berat, lalu berkata, “Baiklah! Kalau kau tidak mau menikahiku, aku akan datang ke rumahmu. Meminta izin pada Angela agar kau boleh menikah denganku!” ancam Helena, menyunggingkan senyum sinis. Samuel mendongak, kedua matanya memerah.

Braakkkhh!

Samuel kembali emosi. Menggebrak meja kerja dengan keras. Lantas, lelaki itu mendekati Helena, menjambak rambutnya.

"Kalau kau berani mendatangi istriku, aku pastikan ... perusahaan Abimanyu Corporation akan hancur! Kau tahu, aku telah menanamkan saham yang sangat besar! Aku juga ... salah satu investor di perusahaan papamu. Kau jangan macam-macam, Helena!”

Kedua mata Helena terpejam, rambutnya dijambak kuat Samuel. Air mata kembali menetes. Tidak menyangka jika perusahaan Samuel bekerja sama dengan perusahaan Abimanyu Adiwilaga. Dia pikir, lelaki yang telah menjadikan kekasih simpanan itu tidak bekerja sama dengan perusahaan papanya.

Helena tak mampu berkata-kata lagi. Membiarkan Samuel menghempaskan rambutnya dengan kasar. Kini, jalan satu-satunya yang harus Helena tempuh menggugurkan kandungannya agar nama baik keluarga Abimanyu tetap terjaga. Dia tidak mau bernasib serupa dengan Kakaknya yang diusir dari rumah karena hamil di luar nikah.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Helena memutuskan keluar ruangan. Berjalan cepat menuju area parkir.

Supir pribadi Helena membukakan pintu mobil saat melihat kedatangan majikannya. Lalu, mempersilakan gadis itu masuk dan duduk dengan nyaman.

Jaka, nama supir yang memiliki postur tubuh tinggi tegap itu masuk ke dalam mobil, mengemudikan kendaraan, meninggalkan perusahaan nomor satu di kota ini.

Jaka melirik majikannya dari kaca spion depan. Dahinya mengerut, melihat Helena menangis tersedu-sedu.

Selama bekerja menjadi supir pribadi Helena, baru sekarang melihat Helena menangis.

Lelaki yang duduk di balik kemudi itu ingin bertanya, namun ia tak memiliki keberanian hanya sekadar bertanya tentang apa yang dialami Helena.

Helena berusaha menghentikkan tangisan. Ia mengeluarkan handphone, mencari alamat orang yang bisa menggugurkan kandungan. Jika Helena menggugurkan kandungannya melalui dokter, ia sanksi kalau dokter tersebut mau mengabulkan keinginannya.

“Jaka, apa di kampungmu ada dukun yang bisa menggugurkan kandungan?”

Dari pada repot-repot mencari di internet, lebih baik ia bertanya pada supir pribadinya. Supir yang bekerja sejak enam bulan lalu.

“Dukun? Memangnya kandungan siapa yang ingin digugurkan, Nona?”

Jaka tidak dapat menutupi rasa penasaran yang mendera hati.

“Aku! Aku ingin menggugurkan kandungan ini!” jawab Helena memukul perut yang belum terlihat membuncit.

“No-Nona hamil?” Jaka terkejut setengah mati mendengar jawaban Helena.

“Ya. Aku hamil. Sialnya, lelaki yang menghamiliku tidak mau bertanggung jawab. Jaka, aku harus menggugurkan anak ini! Aku tidak mau keluarga besarku menanggung malu atas kehamilanku! Aku juga tidak mau kalau Papa ... Papa akan mencoret namaku di daftar ahli waris.”

Jaka menarik napas panjang, mendengar rencana Helena. Dia memang tidak berhak melarang majikannya untuk melakukan apapun termasuk membunuh janin yang tidak berdosa.

“Maaf, Nona. Di kampung saya tidak ada dukun aborsi. Nona, sebaiknya pertimbangkan kembali keputusan Nona. Jangan sampai Nona menyesal. Setahu saya, menggugurkan kandungan sangat beresiko. Salah satu resikonya, nyawa Nona tidak bisa terselamatkan.”

“Kau jangan menakutiku! Aku tidak mau mati! Aku ingin menuntut balas pada Samuel! Dia telah menghamiliku! Dialah ayah dari anakku ini!”

"Kalau begitu, lahirkan anak itu pada waktunya. Kelak, Nona akan bersyukur karena anak itu terlahir selamat di dunia ini.”

Kening Helena mengkerut, kedua aslisnya bertaut. Baru kali ini ada supir yang berani memberi saran padanya.

“Eh, kalau aku tetap mempertahankan kehamilanku, lalu siapa laki-laki yang sudi menjadi ayahnya? Sudah jelas, si Samuel tidak mau bertanggung jawab! tidak mau menikahiku! Kalau sampai keluarga besarku tahu, apalagi ibu tiriku, pasti aku akan diusir dari rumah! Pasti Papa akan mencoret namaku dari daftar ahli waris! Tidak! Aku tidak mau bernasib sama dengan Kak Bella!"

Jaka tidak menanggapi. Dia pun bingung, harus dengan cara apa agar kehamilan Helena tetap dipertahankan. Sepersekian menit tidak ada yang bicara. Hingga dimenit ke lima belas, Helena memanggil, "Hmm ... Jaka?"

"Iya, Nona?"

"Bagaimana kalau ... kalau kau saja yang menikahiku?"

Ckiiittt ....

Jaka spontan menginjakkan rem saking terkejut mendengar pertanyaan Helena.

"Apa? A-apa saya ... saya tidak salah dengar?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status