Buru-buru dia menghapus air matanya. "Maaf, aku...aku hanya ingat pada keponakanku," ucap Kinan.
"Sepertinya kamu sangat menyayangi bayi itu." Ucap Axel.
"Tuan, Bibi permisi dulu," kata Kepala pelayan sambil berlalu pergi.
"Ya, lanjutkanlah pekerjaan bibi!" jawab Axel.
Kinan mulai bekerja. Dia mengerjakan aktivitasnya di bantu oleh Axel yang sengaja libur bekerja hanya untuk menemani serta memantau pekerjaannya seharian.
Seharian penuh mereka bekerja sama mengasuh bayi bak sepasang suami istri yang baru di karuniai buah hati. Di mulai dari memandikan, memberi makan, memberi susunya, menidurkannya. Mereka bermain bersama setelah bayi itu bangun kembali.
——— "Terimakasih," ucap Axel pada Kinan saat mereka duduk di kursi taman di malam hari yang hening."Terimakasih untuk apa?" tanya Kinan heran. Dia melirik ke arah Axel.
"Terimakasih untuk hari ini, kamu bekerja dengan baik untukku dan Reina." Ucapnya lagi sambil tersenyum manis.
"Tidak perlu berterimakasih Tuan, itu sudah menjadi tugasku." Jawab Kinan.
"Maksudku kamu terlihat begitu tulus saat menjaga Reina dan itu mengingatkanku pada..." ucapan Axel mendadak terhenti. Dia mengingat sosok mendiang Lea yang seketika melintas di benaknya.
"Pada siapa? Sebenarnya Reina itu putrimu 'kan?" tanya Kinan polos dan reflek begitu saja.
Axel melirik ke arah Kinan. Dia hanya diam tanpa ingin menjawab karena ada sesuatu hal yang tak ingin dia bagi dengan orang lain.
"Maaf jika pertanyaanku menyinggung anda, aku permisi du..."
Dengan cepat Axel menangkap tangan Kinan yang hendak berdiri. "Jangan pergi, temani aku disini!" perintahnya.
Mendengar perintah itu membuat Kinan menurut. Dia duduk kembali mengurungkan niatnya untuk pergi.
Dari kejauhan terlihat Sania yang begitu geram saat melihat sikap yang di tunjukkan Axel pada Kinan. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan sorot mata yang tajam.
"Kurang ajar! Beraninya pembantu sialan itu mencoba merebut Axel dariku. Dia benar-benar ular berbisa, aku harus menyingkirkannya!" ujar Sania lalu dia pergi karena merasa tak tahan melihat kedekatan mereka.
Axel dan Kinan yang duduk berdampingan tak berani mengucap sepatah katapun. Hanya ada keheningan diantara mereka berdua. Sesekali mereka saling berlirikkan, kemudian kembali memandang lurus ke depan.
"Pekerjaanmu sudah selesai sampai jam tujuh malam. Jadi, setelah jam tujuh malam Reina akan di asuh oleh Kepala pelayan. Jadi, kamu bisa beristirahat sekarang. Jangan lupa makan malam sebelum tidur." Ucap Axel yang memecah keheningan.
"Baik, Tuan." Jawab Kinan mengangguk.
Axel menoleh ke arah Kinan. Dia seakan melihat sosok kekasihnya yang kini hadir kembali dalam hidupnya. Memandang wajah Kinan dari samping membuatnya semakin terpesona akan kecantikan gadis itu. Rasanya mata itu enggan untuk berpaling ke lain arah.
Kinan sama sekali tak menyadari apa yang dilakukan oleh majikannya. Dia fokus pada lamunannya. Tapi setelah melirik ke arah Axel barulah dia sadar tengah di tatap oleh Axel begitu dalam. Hal itu membuatnya tidak nyaman.
"Tuan Axel!" panggil Kinan untuk menyadarkan majikannya.
"Ya?" seketika Axel tersadar. "Ada apa?" tanyanya.
"Maaf, aku ingin pergi beristirahat, aku masuk duluan." Kata Kinan yang sudah merasa tidak nyaman.
"Baiklah, selamat beristirahat." Ucap Axel di sertai dengan senyuman manisnya.
"Terimakasih." Ucap Kinan, dia membalas senyuman Axel. Kemudian pergi menuju kamarnya.
Baru saja hendak membuka pintu, tiba-tiba saja tangannya di tarik kuat oleh seseorang. Ternyata itu Sania. Dia yang sedari tadi bersembunyi di tembok sengaja menarik tangan Kinan.
"Hei pembantu sialan! Siapa suruh kau masuk ke dalam kamar adikku? Kau ini hanya seorang pengasuh, dan sama sekali tidak pantas tidur di tempat mewah seperti ini, kau harus tahu batasanmu. Jadi, pergi ke kamar pelayan dan tidur disana!" ujar Sania dengan tatapan tajamnya. Dia menekan tangan Kinan sampai gadis itu kesakitan.
"Aw! Sakit Nyonya!" ucap Kinan. "Maaf aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa membantah peraturan yang sudah di tetapkan oleh Tuan Axel. Aku baru saja bekerja dan sangat membutuhkan pekerjaan ini." Jawab Kinan.
Plak!
Lagi-lagi Sania melayangkan sebuah tamparan pada pipi Kinan yang memerah.
"Aku juga nyonya di rumah ini dan kau juga harus patuh pada peraturanku! Asal kau tahu, sebentar lagi aku akan menikah dengan Axel. Dan seharusnya kau menjaga jarak dengannya, bukan malah terus mendekatinya. Kau harus tahu batasanmu!" Sania mendorong Kinan yang tak sengaja di tangkap oleh Axel yang tiba-tiba saja datang.
Seketika ekspresinya sangat terkejut. Sedangkan Axel menampilkan ekspresi berbeda. Dia terlihat sangat marah dan juga kesal dengan sikap buruk mantan kakak iparnya itu.
"Kenapa kau mendorong tubuh Kinan seperti itu Sania? Kenapa kau bersikap keterlaluan padanya? Apa yang sebenarnya kau inginkan?!" tanya Axel penuh dengan emosi.
"Eu...maaf Axel kamu salah paham. Aku tidak mendorongnya, aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Aku..."
"Jelas-jelas aku lihat tadi kau memarahinya lalu mendorongnya. Apa masalahmu dengannya? Apa dia melakukan kesalahan padamu? Tidak bukan?" potong Axel.
"Tentu saja dia membuat kesalahan padaku dan juga mendiang Lea! Apa kau tidak waras Axel, kau sudah dipengaruhi oleh wanita ini, bahkan kita tidak mengenalnya. Dia manusia asing dan tidak seharusnya dia berada disini. Dia hanya akan memanfaatkanmu saja!" jawab Sania.
"Aku tidak bisa menerima semua ini. Aku tidak ingin dia tidur di kamar bekas adikku. Dia itu tidak pantas berada disana, biarkan dia tidur di kamar pelayan!" katanya lagi.
"Kau tidak berhak mengaturku dan kau juga tidak berhak memerintah siapapun disini. Kau hanya menumpang hidup di rumahku. Jadi, jangan pernah atur hidupku, jangan pernah mencampuri urusanku, mengerti?!" jawab Axel begitu tegas.
Mendapat perlakuan barusan membuat Sania membuka mulutnya. Dia tak percaya dengan apa yang dikatakan mantan adik iparnya. Karena kesal dia memutuskan untuk pergi.
"Masuklah dan istirahat, abaikan ucapannya. Aku pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi." Ucap Axel pada Kinan yang hanya mengangguk.
——— Pagi hari Kinan sudah di sibukkan dengan menyiapkan sarapan untuk bayi Reina. Sebelumnya dia sudah memberi bayi itu susu agar dia tidak merasa kelaparan.Kinan mencari resep makanan MP-ASI untuk bayi di internet, lalu dengan cekatan mempersiapkan semuanya dengab baik. Dia memasak sendiri menu makanan sehat untuk bayi berusia enam bulan tersebut.
"Sepertinya kamu sudah terbiasa mengasuh bayi, apa sebelumnya sudah ada pengalaman mengasuh?" tanya salah seorang pelayan pada Kinan.
"Em...ya, aku pernah mengasuh bayi, aku juga sering melihat beberapa keluargaku mengasuh bayi, aku belajar dari mereka." Jawab Kinan sambil tersenyum dengan ramah.
"Hallo, putri cantik, sekarang kamu terlihat begitu bahagia, apa karena kamu mendapatkan pengasuh yang cantik? Atau...karena dia begitu telaten mengasuhmu, selamat ya Tuan Putri yang cantik," ucap pelayan tersebut.
"Hahaha, kamu ini bisa saja!" ucap Kinan tertawa setelah mendengar ucapan pelayan.
"Meri, tolong segera sajikan makanan di atas meja. Sebentar lagi mereka akan sarapan." Pinta Kepala Pelayan pada Meri.
"Baik, aku akan segera kesana. Kinan, aku akan bekerja kembali, selamat bekerja ya!" kata Meri sambil pergi.
"Ya, terimakasih." Ucap Kinan. Dia tersenyum merasa senang karena kali ini dia mendapat teman bekerja yang baik.
Bayi Reina yang kini berada di strolernya tetap duduk dengan anteng memainkan mainannya. Sedangkan Kinan sibuk menyiapkan makanan untuknya. Setelah selesai, dia menyuapi bayi itu lalu membawanya menikmati udara segar di luar.
"Hallo Tuan Putri yang cantik, apa kamu senang aku ajak pergi keluar menikmati udara yang sejuk?" Kinan berjongkok sambil mengobrol bersama bayi tersebut.
Dia asik mengajak bicara bayi Reina, tanpa dia sadari Axel memandang kagum dirinya dari kejauhan.
Axel tersenyum lalu berjalan menghampiri Kinan di halaman depan yang begitu luas.
"Biasanya Reina tidak pernah seanteng ini. Dia selalu saja rewel semenjak kepergian..." Tiba-tiba saja Axel menghentikan ucapannya. Dia teringat dengan sosok Lea.
"Syukurlah kalau Tuan Putri bisa anteng bersamaku, aku senang medengarnya." Ucap Kinan yang berusaha memecah keheningan karena dia mengerti dan tahu betul dengan keadaan Axel yang mungkin masih berduka.
"Bagaimana kalau kita ajak Reina ke tempat wisata agar dia merasa senang? Hari ini aku akan menyuruh asisten pribadiku agar mengundur jadwal meeting bersama klien." Kata Axel hampir saja merogoh ponsel canggihnya di dalam saku celana.
"Tuan Axel, menurutku sebaiknya anda pergi bekerja, eu...bukankah pekerjaan itu lebih penting apalagi ada meeting bersama klien anda. Maaf jika aku lancang," ucap Kinan dengan ragu.
Mendengar saran tersebut membuat Axel terdiam sejenak. Dia mempertimbangkan ucapan Kinan yang menurutnya ada benarnya juga. Apalagi meeting itu sangatlah penting untuk kemajuan perusahaan. Mengajak Reina berwisata bisa dilakukan setelah bekerja.
"Benar, ucapanmu ada benarnya juga Kinan. Aku pikir kita bisa mengajak Reina ke tempat bermain atau ke tempat wisata setelah pulang bekerja. Terimakasih atas sarannya Kinan." Ucap Axel sambil tersenyum manis.
Seperti biasa Sania memperhatikan mereka dari kejauhan. Dia terlihat begitu geram dan juga cemburu melihat kedekatan mereka.
"Axel benar-benar sudah dikuasai oleh wanita itu, bisa-bisanya dia menuruti perkataan babu sialan itu. Aku tidak bisa tinggal diam saja melihat semua ini!" kata Sania.
"Aku bisa saja membantumu melakukan rencana untuk menyingkirkan wanita itu agar kau bisa mendapatkan apa yang kau mau!" suara seorang lelaki terdengar begitu jelas mendekat ke arah Sania.
"Angga! Apa maksudmu? Apa kau..."
"Aku sudah tahu semua rencanamu, rahasiamu dan aku tahu kau sangat menginginkan Tuan Axel, lebih tepatnya lagi harta sang pewaris tunggal perusahaan "Lian Group". Jadi, bisakah kita bekerjasama agar aku bisa tutup mulut lalu mendapatkan sebagian yang aku mau?" tawar Angga pada Sania yang kini mengaga mendengarnya.
"Aku tidak bisa percaya begitu saja padamu Angga, kau adalah satu-satunya orang kepercayaan Axel. Jangan harap aku akan percaya dan ingat! Jangan macam-macam padaku!" balas Sania sambil pergi.
Angga tersenyum tipis melihat kepergian wanita itu. "Lihat saja nanti, kau akan menyesal dan akan berlutut meminta bantuanku!" katanya.
——— "Ayok kita tidur siang sekarang sayang..." ucap Kinan sambil menggendong bayi Reina, lalu menaruhnya di atas ranjang.Dia mengeloni bayi itu sambil memberinya dot susu serta bercerita layaknya mengobrol bersama putrinya sendiri.
Dari balik pintu yang terbuka Nenek Rianti melihat ke arah mereka. Dia yang tampak kesal pada Kinan mencoba memasuki kamar.
Buru-buru dia menghapus air matanya. "Maaf, aku...aku hanya ingat pada keponakanku," ucap Kinan. "Sepertinya kamu sangat menyayangi bayi itu." Ucap Axel. "Tuan, Bibi permisi dulu," kata Kepala pelayan sambil berlalu pergi. "Ya, lanjutkanlah pekerjaan bibi!" jawab Axel. Kinan mulai bekerja. Dia mengerjakan aktivitasnya di bantu oleh Axel yang sengaja libur bekerja hanya untuk menemani serta memantau pekerjaannya seharian. Seharian penuh mereka bekerja sama mengasuh bayi bak sepasang suami istri yang baru di karuniai buah hati. Di mulai dari memandikan, memberi makan, memberi susunya, menidurkannya. Mereka bermain bersama setelah bayi itu bangun kembali. ———"Terimakasih," ucap Axel pada Kinan saat mereka duduk di kursi taman di malam hari yang hening. "Terimakasih untuk apa?" tanya Kinan heran. Dia melirik ke arah Axel. "Terimakasih untuk hari ini, kamu bekerja dengan baik untukku dan Reina." Ucapnya lagi sambil tersenyum manis. "Tidak perlu berterimak
"Silahkan duduk, siapa namamu tadi?" tanya Axel. "Namaku Kinan," "Oh, ya, Kinan. Selamat datang di rumahku, mulai hari ini kamu bisa bekerja disini." Kata Axel memberikan sebuah senyuman manis pada gadis itu. Suara sepasang sepatu terdengar menandakan seseorang datang menghampiri mereka. Ternyata benar, Nenek Axel datang bersamaan seorang wanita muda di sampingnya. Mereka begitu terkejut saat melihat Kinan yang kini duduk bersebrangan bersama Axel di ruang tamu. "Nenek, bukankah itu..." ucap perempuan bertubuh ramping dengan blue dress selutut yang dikenakannya. Belum saja dia bicara, Axel sudah menoleh ke arah mereka. "Itu nenek dan juga teman kakakku." Kata Axel memberitahu. Kinan segera bangkit, sambil tersenyum, dengan sopan dia menyalami nenek dan juga perempuan itu. Tapi mereka seolah enggan bersentuhan dengan Kinan. Keduanya saling berlirikkan satu sama lain. "Segera pekerjakan dia, jangan banyak bicara lagi!" kata nenek, lalu dia kembali pergi di ikuti oleh perempuan
"Jika marah, kenapa harus melempar batu ke danau?" tanya Axel, sambil tersenyum, kini dia sudah berdiri di samping Kinan, yang membuat gadis cantik itu seketika terlonjak kaget. "Astaga!" ujarnya. "Maaf aku sudah membuatmu terkejut," ucap Axel pada Kinan yang tampak ketakutan. "Siapa anda? Kenapa anda tiba-tiba berada disini lagi? Apa yang sebenarnya anda inginkan? Oh, aku tahu, anda ingin memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan 'kan? Anda ini seorang penjahat wanita 'kan?!" tak hentinya sederet pertanyaan itu dia lontarkan seakan tak mengizinkan Axel untuk menjelaskan semuanya. "Bukan begitu Nona, a-aku hanya..." "Memang di dunia ini tidak ada satupun pria yang baik, semua pria itu sama! Pria hanya ingin memanfaatkan kepolosan wanita, kebaikan wanita dan pria hanya menyakiti wanita, semua pria itu penjahat!" ujar Kinan mengomel sambil terus mundur karena Axel berusaha mendekatinya ingin menjelaskan. "Tidak Nona, tidak seperti itu, anda salah. Pemikiran anda salah, tidak semua
"Ya ampun, baru saja keluar rumah satu kali aku sudah mendapatkan sikap tidak baik dari penduduk sini. Tapi, bagaimana aku akan mendapat pekerjaan kalau di rumah terus." Kata Kinan yang baru saja berlalu dari hadapan Axel. Dia berjalan cepat dengan tubuhnya yang bergetar ketakutan karena sikap Axel tadi. Dia merasa terancam, bahkan berpikir buruk tentang Axel yang dianggapnya tengah mengalami gangguan kejiwaan. Tak berapa lama gadis itu sampai di sebuah rumah. Dia segera masuk, lalu dengan cepat mengunci pintu rumahnya."Ada apa Kinan? Kenapa pintunya tiba-tiba di kunci?" tanya salah seorang wanita berrambut pendek yang tengah menikmati secangkir teh hangat di atas meja makan. "Tidak apa-apa, aku ke kamar dulu!" jawabnya sambil terburu-buru masuk ke dalam kamarnya.Kinan duduk di atas ranjang dengan tatapan kosong dalam lamunannya. Dia mengingat kejadian pahit dalam hidupnya beberapa minggu yang lalu. Mendapati pacarnya tengah bermesraan bersama kakaknya sendiri dalam sebuah ruang
Suara kicauan burung yang begitu merdu membuat Kinan yang kini tengah menikmati udara segar di pagi hari tersenyum manis. Matanya memandang ke arah beberapa burung yang beterbangan di atas pohon seolah tengah bernyanyi merdu untuknya. "Indah sekali suaramu, bahkan kalian bisa dengan bebas terbang kemanapun yang kalian suka tanpa rasa takut." Ucapnya dengan sendu. "Andai saja aku bisa seperti kalian...tak peduli dengan apa yang sudah terjadi, andai saja aku bisa bernyanyi dengan bebas, terbang kesana-kemari tanpa rasa takut dan melawan semua hal buruk yang selalu menghantui..." ucap Kinan lagi, tak terasa air matanya menetes. Sebuah bayangan buruk tiba-tiba saja melintas dalam benaknya. "Rasanya sangat nikmat sekali, bahkan aku tidak bisa merasakan apa yang baru saja aku rasakan denganmu ketika aku berhubungan bersama Kinan. Bagiku dia terlalu naif dan polos sekali, sedangkan kamu, sangat agresif dan tentunya lebih cantik." Ucap Januar yang baru saja menuntaskan hasratnya bersama d