Seorang pria bernama Axel tiba-tiba saja jatuh cinta pada seorang gadis yang baru saja dia temui. Gadis itu bernama Kinan. Pertemuan yang begitu singkat tengah menghipnotisnya. Gadis yang amat mirip dengan mendiang kekasihnya itu membuatnya sangat penasaran. Suatu ketika mereka bertemu kembali. Karena tak ingin gadis itu lepas darinya, Axel memberinya sebuah pekerjaan agar mereka bisa saling terhubung dan tetap bertemu setiap harinya. Tapi sayang, sebuah tragedi terjadi diantara mereka. Tragedi yang pahit dan begitu mengerikan. Fitnah dan sebuah kesalahan yang mungkin tidak bisa di maafkan membuat hubungan di antara keduanya merenggang. Axel dan Kinan sudah mulai jatuh cinta. Tapi, karena tragedi itu, keduanya seakan saling membenci. Seseorang selalu berusaha memisahkan keduanya. Bagaimana bisa, ketika keduanya saling membenci, justru Kinan malah mengandung?
View MoreSuara kicauan burung yang begitu merdu membuat Kinan yang kini tengah menikmati udara segar di pagi hari tersenyum manis. Matanya memandang ke arah beberapa burung yang beterbangan di atas pohon seolah tengah bernyanyi merdu untuknya.
"Indah sekali suaramu, bahkan kalian bisa dengan bebas terbang kemanapun yang kalian suka tanpa rasa takut." Ucapnya dengan sendu.
"Andai saja aku bisa seperti kalian...tak peduli dengan apa yang sudah terjadi, andai saja aku bisa bernyanyi dengan bebas, terbang kesana-kemari tanpa rasa takut dan melawan semua hal buruk yang selalu menghantui..." ucap Kinan lagi, tak terasa air matanya menetes.
Sebuah bayangan buruk tiba-tiba saja melintas dalam benaknya.
"Rasanya sangat nikmat sekali, bahkan aku tidak bisa merasakan apa yang baru saja aku rasakan denganmu ketika aku berhubungan bersama Kinan. Bagiku dia terlalu naif dan polos sekali, sedangkan kamu, sangat agresif dan tentunya lebih cantik." Ucap Januar yang baru saja menuntaskan hasratnya bersama dengan Celine— kakak Kinan.
"Tentu saja Januar, aku lebih baik segalanya dari pada Kinan, aku lebih cantik, lebih agresif dan tentunya aku bisa memuaskanmu." Jawab Celine sambil mengalungkan tangannya pada leher Januar.
"Benar sayang, tidak ada wanita manapun yang lebih baik darimu, terimakasih sayangku," ucap Januar sambil mengecup mesra kening Celine yang seakan terbang melayang mendengarnya.
Tanpa mereka sadari Kinan yang kini tengah bersembunyi di dalam lemari menangis tersedu mendengar semua ucapan mereka. Sebenarnya dia sudah tidak sanggup, ingin sekali segera melabrak keduanya lalu memperlihatkan rekaman yang sedari tadi sengaja dia pasang untuk dia jadikan sebagai bukti perselingkuhan keduanya.
Tapi, lagi-lagi dia mengalah. Kinan hanya diam, air matanya terus mengalir membasahi pipi. sambil membungkam mulut sebisa mungkin dia mencoba tetap diam menahan rasa sakit agar mereka tak mengetahui keberadaannya.
"Sayang, sepertinya bajuku sudah kotor terkena noda, aku akan mengambil baju ganti yang lain agar aku tetap terlihat cantik, oke," terdengar suara Celine mendekat ke arah lemari.
Betapa terkejutnya Celine saat membuka lemari pakaian mendapati adiknya sendiri yang kini tiba-tiba muncul di hadapannya dengan santai.
"Astaga! Kinan!" ujarnya dengan terburu-buru menarik badcover untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka begitupun dengan Januar.
" Apa hari ini kalian begitu menikmatinya sampai kalian tidak sadar ada seseorang di dalam lemari?" tanya Kinan santai.
Januar tak kalah kagetnya. Dia segera mendekat, lalu mencoba membujuk Kinan.
"Kinan, sayang, apa yang kamu dengar itu semua tidak seperti yang sebenarnya terjadi, kita berada disini hanya..."
"Hanya untuk menikmati malam bersama disini dan melupakan si naif Kinan yang begitu bodoh dengan semua ini! Keterlaluan! Kalian benar-benar keterlaluan! Teganya kalian menghianatiku!" ujar Kinan dengan air mata yang berderai membasahi pipinya.
"Bukan begitu, kamu salah faham Kinan, kita berada disini hanya untuk melakukan bisinis saja, kita tidak melakukan apapun," sangkal Januar lagi.
"Tidak melakukan apapun? Kau pikir aku bodoh Januar? Apa kau pikir aku ini anak kecil yang tidak tahu apapun? Sebegitu bodohnyakah aku dimatamu sampai kau berpikir aku tidak tahu apapun tentang semua ini? Aku pikir kau benar-benar mencintaiku...aku pikir kau tidak akan pernah menghianatiku...Tapi ternyata..." Kinan berhenti berkata, dia tak kuasa melanjutkan ucapannya. Dia menghapus air matanya.
Sedangkan Januar menunduk lemah. Dia menyadari kesalahannya. Lalu melirik ke arah Celine yang kini mulai melangkah mendekati adiknya.
"Semua yang kau dengar tadi itu benar, kita memang mempunyai hubungan dari awal pertama kau mengenalkan Januar padaku. Dari pertama kau sibuk bekerja dan selalu tak punya waktu untuk Januar, bahkan saat kau menolak untuk di sentuh olehnya. Kita selalu melakukannya disini." Jelas Celine yang membuat Kinan menatap tak percaya keduanya.
Januar diam saja. Dia merasa sangat bersalah pada Kinan tapi tak mampu berkata lagi. Setelah mendengar semua itu Kinan segera pergi, dia berjalan cepat meninggalkan apartement sambil mengusap air mata yang tak hentinya mengalir.
"Kinan!" panggil Januar dengan hanya mengenakan handuk diikuti oleh Celine yang menarik tangannya.
Beberapa orang mendapatkan kesempatan merekam kejadian tersebut dengan handphone. Menyadari hal itu akan menjadi perbincangan hangat, keduanya kembali memasuki apartemen lalu menutup pintu dengan keras.
——— Beberapa bulan berikutnya dengan sengaja Celine memberikan sebuah kartu undangan pernikahan pada Kinan yang tengah duduk di kursi riasnya."Kami akan menikah!" ucap Celine sambil menaruh kartu itu di atas meja.
Kinan memandang ke arah Celine tanpa menjawab perkataan kakaknya. Dia mengepalkan tangannya dengan perasaannya yang teramat sakit.
"Aku harap kau tidak mengacaukan acara pernikahan kami," ucap Celine sambil pergi.
Kinan bangkit, tapi dia duduk kembali lalu menangis meratapi nasibnya. Beberapa kenangan indah yang dia ingat saat bersama Januar mulai bermunculan.
Kinan tak kuasa menanahan tangisannya. Dia melihat ke arah bingkai foto mereka berdua yang masih terpasang di atas meja. Lalu melemparnya begitu saja ke atas lantai.
"Ada apa ini?! Kinan, kenapa kamu marah-marah?" tanya Listia yang baru saja datang ke kamar putrinya.
Kinan menatap ibunya sambil menghapus air mata. Dia tahu betul apa yang akan dikatakan ibunya. Listia sudah pasti akan membela Celine dan apapun itu, dia tidak akan membiarkan Celine mengalah pada siapapun, terutama Kinan, adiknya sendiri.
"Aku sudah tahu bu, sebentar lagi mereka akan menikah, kenapa bu? Kenapa ibu tidak memberitahu aku tentang hubungan mereka? Kenapa ibu merestui mereka?" tanya Kinan, kini airmatanya kembali mengalir.
"Kinan...ibu pikir ini bukanlah kesalahan mereka, ibu pikir ini hanyalah sebuah takdir dari Tuhan. Lagipula yang harus menikah lebih dulu itu memang kakakmu, bukannya kamu, kamu masih terlalu muda untuk menikah," ucap Listia, dia berusaha berbicara lembut namun dengan arti yang berbeda.
"Tapi kenapa waktu lalu ibu merestui hubunganku dengan Januar, kenapa waktu lalu ibu mengizinkan kita untuk segera menikah, mempersiapkan semuanya dari jauh-jauh hari dan setelah semuanya selesai, setelah tanggal pernikahanku tinggal menghitung hari aku mendapatkan fakta yang berbeda, mengapa begini bu?" tanya Kinan penuh dengan rasa kecewa.
"Bukan begitu nak. Ibu tidak tahu harus berkata apalagi, ibu harap kamu mengerti dan menerima semua ini, biarlah mereka menikah." Kata Listia, dia memegang kedua pipi putrinya mencoba menenangkan Kinan yang melihat tak percaya ke arahnya.
Kinan bangkit, dia berjalan menuju lemari, mengambil koper lalu memasukkan semua pakaiannya. Dia mengambil berkas-berkas penting dalam lemari sambil terus menangis menutup kopernya lalu pergi meski berkali-kali Listia mencoba menahannya.
"Kinan, tolong jangan pergi!" cegahnya sambil menangis menahan tangan Kinan yang langsung melepas tangan ibunya.
Dia melirik ke arah Celine yang kini berdiri sambil melipat kedua tangannya. "Kalau mau pergi, tinggal pergi saja! Jangan lupa datang ke acara pernikahan kami ya!" ucapnya tanpa perasaan.
Kinan semakin yakin dengan pendiriannya. Dia melirik sejenak ke arah ibunya lalu pergi meninggalkan rumah tanpa sepatah kata lagi.
——— "Lea!" panggil salah seorang pria pada Kinan yang tengah berdiri di bawah pohon.Tanpa permisi pria itu langsung saja memeluk Kinan yang dia anggap kekasihnya.
"Lea! Akhirnya kita bertemu lagi, maafkan aku Lea, maafkan aku..." ucapnya diiringi dengan tangisan yang membuat perempuan cantik itu kebingungan.
Kinan yang tengah asik melempar batu ke danau mendadak menghentikan aktivitasnya. Lalu dengan kasar melepas tangan pria asing yang membuatnya sangat terkejut. Tubuhnya bergetar hebat kala memandang wajah pria di hadapannya.
"Maaf, anda salah orang Tuan!" ucap Kinan, tubuhnya berbalik menghadap ke arah pria tersebut.
Pria bernama Axel itu mengernyitkan dahinya. Dia mengucek mata, baru menyadari dan merasa tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Setelah benar-benar sadar, barulah dia meminta maaf.
"Saya permisi dulu," ucap Kinan sambil berlalu pergi.
Axel hanya diam. Tubuhnya terpaku memandang bayangan gadis cantik yang baru saja berlalu dari hadapannya. Masih teringat dalam benaknya sosok wanita yang selama ini dia inginkan. Bayang-bayang itu masih bermunculan.
Sosok yang dia anggap selalu ada dalam ingatannya, sosok yang selalu menghantui pikirannya.
"Lea...aku pikir kamu berenkarnasi dan hidup kembali, Lea...gadis itu sangat mirip dengan Lea..." ucap batinnya yang begitu menjerit merindukan sosok wanita pujaannya.
"Tuan Axel, Tuan Lian meminta anda untuk segera pulang, ada hal penting yang ingin di bicarakan." Kata seorang asisten bernama Angga pada Axel yang seketika tersadar dari lamunannya.
"Baik, aku akan segera pulang!" jawab Axel, dengan matanya yang tak pernah lepas memandang ke arah perginya Kinan tadi.
"Baik, Tuan, akan saya sampaikan pada Tuan Lian."
———Tak ingin menjawab. Kinan hanya duduk di atas ranjang sambil menatap kosong. Tasnya terjatuh begitu saja tanpa dia pedulikan. Meri duduk di sampingnya sambil menatap iba. "Pasti kamu baru saja mendapat hal yang buruk 'kan?" ucapnya sambil memegang tangan Kinan. Kinan melirik ke arahnya memaksa memberi sebuah senyuman agar sahabatnya itu tidak merasa sedih. "Aku baik-baik saja." Katanya. "Ganti pakaianmu! Kita ke rumah sakit sekarang!" ujar Axel yang tiba-tiba saja datang. Kinan dan Meri saling berlirikkan. Karena takut kena omel, Meri segera pergi. Sementara Axel tetap menunggu. "Tunggu apalagi? Cepat ganti pakaianmu!" bentak Axel lagi. "Bagaimana bisa aku mengganti pakaian kalau Tuan masih berada disini!" jawab Kinan tegas. Axel tersadar. Dia menutupi rasa malunya dengan berbalik badan. "Kalau begitu aku tunggu di luar!" katanya pergi sambil menutup pintu dengan keras. Kinan tersentak kaget. Dia segera berjalan menuju lemari, mengganti bajunya lalu sesegera mungkin menyusul A
"Bohong! Tadi dia sempat mengatakan sesuatu, apa itu? Apa dia sudah mengetahui tentang kehamilamu hah?!" "Tidak! Tuan Axel tidak mengatakan apapun." Jawab Kinan tegas membuat Sania melotot padanya. "Awas saja jika kau berbohong. Aku akan mengadukanmu pada Nenek Rianti. Kau akan tahu akibatnya!" Sania pergi setelah mengatakan hal itu. Sedangkan Kinan kembali ke dapur untuk mengerjakan aktivitas lain. "Ada apa? Kenapa wajahmu muram sekali?" tanya Meri yang kini sedang mencuci piring di wastafel. "Haruskah aku pergi darisini?" tanya Kinan tiba-tiba yang membuat Meri segera menghentikan pekerjaannya. Dia membasuh tangan lalu duduk di samping Kinan. "Apa maksudmu Kinan? Kau ingin pergi? Memangnya ada masalah apalagi?" tanya Meri lagi. "Ceritanya panjang Meri. Rasanya aku tidak sanggup lagi hidup di neraka ini." Jawab Kinan dengan suara parau menahan tangisnya. Meri mendekat, lalu memeluk sahabatnya. "Aku tahu dan aku sangat paham dengan keadaanmu. Tapi bayimu harus mendapat pengaku
"Aku harap kau bisa berbicara dengan kedua orangtuamu agar pernikahan ini di undur. Maaf aku harus segera pergi, ada pekerjaan yang sangat penting yang harus segera aku kerjakan." Kata Axel pergi terburu-buru meninggalkan Stella yang kini berdiri sendiri di depan gedung. "Axel..." panggil Siella yang sudah terlambat. Axel memasuki sebuah taxi yang baru saja lewat. Dia melihat ke arah handphone yang terdapat video CCTV di rumahnya. Axel ingin tahu apa saja yang dilakukan Adrian pada Kinan.Terlihat dalam rekaman itu Adrian yang memaksa Kinan untuk mengambil beberapa paper bag hasil belanjaannya tadi. Ternyata Adrian sengaja membeli beberapa kebutuhan Kinan. "Terimalah Kinan. Anggap saja ini sebagai rasa terimakasihku padamu karena kamu sudah menemaniku berbelanja dan memberi banyak saran yang baik untukku." Kata Adrian. "Tapi Adrian...aku tidak bisa menerima semuanya. Maaf, aku merasa tidak pantas menerimanya." Tolak Kinan."Kenapa tidak pantas? Kau melakukan kebaikan, dan ini sang
Setelah mendengar nama Axel membuat Kinan seketika kehilangan nafsu makannya. "Jadi...Tuan Axel yang membelinya?" tanyanya dengan suara yang memelan."Tentu saja Kinan, dia memesankan makanan ini untukmu." Jawab Meri dengan wajahnya yang masih sumringah. Wajah Kinan berubah menjadi murung. Dia mengingat kejadian di dapur. "Makanlah, jangan pikirkan soal tadi, yang terpenting keinginan si cabang bayi terpenuhi." Kata Meri mencoba menenangkan. Mendengar hal itu membuat Kinan tersenyum. Kemudian dia melahap sesuap demi sesuap makan yang sangat dia inginkan. Tanpa sadar, ada seseorang yang tersenyum memperhatikannya dari balik pintu yang terbuka. ————"Rencana kita yang kedua gagal! Aku malah mendapat malu dan hal itu malah membuat Axel memarahiku!" ucap Sania setengah berbisik sambil menelpon. Axel yang baru saja turun dari atas tangga merasa heran dengan tingkah mantan kakak iparnya itu. Dia melihat gelagat yang mencurigakan dari Sania yang dianggapnya be
Karena merasa senang akan mencicipi makanan itu, dengan terburu-buru Kinan duduk. Dia menaruh makanan itu di atas meja makan. Lalu bersiap menyantapnya. Tapi, baru saja hendak menyuapkan sendok itu ke mulutnya, tiba-tiba saja seseorang menepis sendok tersebut sampai isinya tumpah berhamburan. Kinan tercengang. Dia melirik ke arah pemilik tangan tersebut. "Tuan Axel..." lirihnya dengan air matanya yang menggenang. "Apa yang kau lakukan?! Itu makanan bekas!" bentak Axel, dia melempar piring di atas meja makan sampai pecah berhamburan. Prang! "Menjijikan! Bahkan kau ingin memakan makanan bekas dari wastafel dalam keadaan hamil seperti ini?! Apa kau sudah tidak waras?!" bentaknya lagi. Kinan menatap tajam ke arah majikannya. Air matanya mulai berjatuhan. Dia memungut beberapa pecahan piring dan makanan yang berhamburan di atas lantai. "Bersihkan dan jangan sampai kau memakannya dari lantai!" ujar Axel, hampir pergi, tapi urung ketika mendengar jawaban dari Kinan. "Aku mengidam maka
Mendengar ucapan dari Neneknya membuat Axel seketika tersadar. Apa yang neneknya lakukan tidak seberapa dengan perbuatan Kinan yang dia pikir sudah melenyapkan nyawa putrinya. Tapi dia tidak menyukai cara kasar seperti itu, meski dia sudah sangat membenci Kinan. Axel yang lama berdiri dalam keheningan sambil memandang ke arah Kinan akhirnya pergi. "Kinan, sepertinya Tuan Axel membelamu, mungkin saja dia percaya bahwa kamu bukanlah seorang pembunuh." Kata Meri. "Entahlah Meri, aku tidak tahu," balas Kinan. ———Sania dan Nenek Rianti kini sedang duduk di kursi taman sambil menikmati secangkir kopi hangat yang tersedia di atas meja. Tiba-tiba saja Siella datang bersamaan Tuan Safir dan Nyonya Tisa. Mereka melempar senyuman pada Nenek Rianti dari kejauhan. "Apa kabar Nenek?" ucap Nyonya Tisa. "Baik, aku sudah lebih baik dari sebelumnya." Ucap Nenek Rianti sambil mencium pipi kanan dan kiri calon besannya. "Semoga Nenek sehat selalu ya," ucap Siella melakuka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments