Share

Bab 90

Penulis: Liazta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-11 22:01:39

Suasana hati Eliza mendadak buruk karena mendengar jawaban dari Nathan. Jika pria itu sudah buat janji dengan seorang wanita, lalu mengapa harus mengajaknya. Tahu seperti ini, Eliza memilih untuk pulang ke rumah dan bermain bersama Noah sampai puas.

Eliza tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam dan terus mengikuti Nathan. Pria itu berhenti di depan lift dan kemudian masuk. Ia juga melakukan hal yang sama. Pintu lift terbuka, Nathan keluar dari lift begitu juga dengan Eliza.

Nathan tahu bahwa Eliza sangat kesal, namun ia tidak perduli. Bahkan Nathan seperti sedang sibuk dengan handphone di tangannya.

"Mas Nathan!" Panggil Eliza dengan kesal.

"Ada apa?" Nathan menoleh ke belakang dan melihat wajah Eliza yang sedang cemberut.

"Liza tunggu di kafe aja ya." Eliza berhenti di depan sebuah kade sambil menunjuk ke arah kafe tersebut.

Jika Nathan bertemu dengan seorang wanita, itu artinya mereka akan berkencan. Eliza tidak ingin menjadi pengganggu dan memilih untuk bersantai minum jus di kafe
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (21)
goodnovel comment avatar
Deri Annur
gak salah sihh,, tpi gk gitu juga kali elizaah
goodnovel comment avatar
Khalifah Azzahra
hahahhaahah
goodnovel comment avatar
Dwi Mutia
Natan lizah itu lektop
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 786

    Eliza menarik napas panjang di depan pintu kamar Violet. Tangannya terangkat. Klik. Pintu terbuka perlahan. Violet berdiri tepat di depan pintu, punggungnya kaku, senyumnya terlalu rapi untuk seseorang yang baru saja hampir kehilangan napas. “Iya, Mommy?” katanya. Eliza memandangnya tajam. Pandangan seorang ibu yang sudah kenyang dengan firasat. “Kenapa pintunya tidak di kunci?” tanya Eliza datar. Violet menelan ludah. “Aku… lupa.” Eliza mengangguk pelan, tapi matanya tidak berhenti bergerak. Menyapu kamar. Tempat tidur. Meja rias. Sofa kecil di sudut ruangan. Lalu… matanya berhenti sejenak. Gorden. Sedikit berayun. Sangat halus. Nyaris tak terlihat. Di balik gorden tebal itu, Samuel berdiri menahan napas. Tubuhnya menempel ke dinding, satu tangan menutup mulutnya sendiri, dadanya naik turun pelan—pelan sekali. Ia bahkan tidak berani berkedip. Kalau Eliza melangkah dua langkah saja ke kanan… Tamat. Mungkin dia bakal batal nikah dengan Violet. Eliza melangkah

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 785

    Violet mengangkat wajahnya. “Mas berlebihan.”“Mungkin,” Samuel tersenyum kecil.“Tapi aku jatuh cinta sama kamu. Dan cinta itu bikin aku nggak rasional.”Violet menggigit bibirnya, menahan senyum.“Aku juga kangen,” kata Violet yang akhirnya memilih jujur.“Tapi justru karena itu… kita harus kuat.”Samuel berdiri, melangkah satu langkah mendekat kemudian berhenti, menjaga batas.“Aku janji,” katanya lembut.“Aku nggak akan melewati batas. Aku cuma mau lihat kamu sebentar… biar rindu ini nggak meledak.”Violet mengangguk pelan.Beberapa detik mereka hanya saling memandang, dalam diam yang hangat. Udara di kamar itu terasa berbeda—lebih rapat, lebih penuh.“Dua minggu,” Violet berkata akhirnya.“Setelah itu… mas nggak perlu nyusup lagi.”Samuel tersenyum—senyum yang penuh harap. Namun alih-alih langsung menjawab, ia melangkah mendekat satu langkah. Pelan. Sangat pelan.“Dua minggu,” ulangnya lirih.“Aku tahan.”Tangannya terangkat, ragu sesaat, lalu menyentuh sisi wajah Violet. Ibu jar

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 784

    Rapat keluarga akhirnya selesai.Pintu ruang rapat terbuka pelan, satu per satu orang dewasa keluar dengan ekspresi yang… sulit ditebak. Ada yang terlihat lega, ada yang masih pusing, ada pula yang pasrah menerima kenyataan.Noah berjalan paling belakang.Wajahnya? Tenang. Santai. Seolah baru keluar dari rapat arisan, bukan rapat penentuan nasib hidup.Begitu ia melangkah ke ruang keluarga, semua mata langsung tertuju padanya.Aishwa yang sejak tadi duduk gelisah di sofa langsung berdiri. “Mas?” suaranya lirih, jantungnya berdegup kencang.“Gimana…?”Noah berhenti tepat di depannya.Ia menatap Aishwa beberapa detik—lama sekali—hingga gadis itu makin gugup.Lalu tiba-tiba…Noah menarik napas panjang, mengangkat kedua tangannya seperti atlet yang baru memenangkan lomba, dan berseru keras:“ALHAMDULILLAH—”Semua orang refleks kaget.“Aku RESMI naik status!”Aishwa membeku. “…Hah?”Noah meraih kedua tangan Aishwa, menggenggamnya erat, lalu berkata dengan wajah super serius tapi mata berbi

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 783

    Ia menatap Anisa dengan mata memerah.“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kamu bertahan sendirian dengan kondisi seperti ini.”Anisa masih sadar.Itu yang paling menakutkan bagi Leo.Karena kesadaran di suhu setinggi ini bukan tanda aman—melainkan tanda ketahanan ekstrem yang bisa runtuh kapan saja.“Aku mau ke mana-mana juga susah…” Anisa berkata lirih.Ia menatap sepasang kaki robotiknya—yang selama ini selalu ia banggakan.“Kaki robotik aku, sudah sering macet. Kadang membuat aku jatuh sendiri.”Leo terdiam.Ia membayangkan Anisa terjatuh, bangkit sendiri, tubuhnya panas, kepala berdenyut, lalu memutuskan untuk diam.Menunda pertolongan. Menunda rasa sakit. Menunda segalanya.Dan tubuhnya membayar mahal penundaan itu.“Aku akan menyuntikkan obat penurun panas,” katanya pelan.Namun di dalam pikirannya, Leo tahu:obat saja tidak cukup.Yang ia lawan bukan sekadar demam—melainkan kerusakan sistemik yang sedang mengintai.Anisa tidak protes sedikit pun ketika cairan obat itu masu

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 782

    Begitu pintu apartemen Anisa terbuka, pria itu langsung terdiam.Matanya menangkap sosok Anisa yang terduduk lemah di lantai, bersandar pada dinding dengan wajah pucat dan napas tersengal. Mantel tipis yang dikenakannya sama sekali tidak mampu melawan dinginnya udara Swiss.“Anisa…”Suara itu terdengar terkejut, bahkan sedikit panik.Pria itu segera membungkuk, sejajar dengan wajah Anisa.Namun Anisa justru tersenyum.Senyum kecil, sopan, seolah ia tidak sedang berada di ambang batas antara sadar dan pingsan.“Maaf ya…” katanya lirih.“Aku tidak bisa menyambut kedatanganmu dengan baik. Aku juga tidak tahu kamu akan datang.”Ia menoleh sekilas ke dalam apartemen.“Di dalam rumahku tidak ada apa-apa… tapi silakan masuk.”Dalam kondisi selemah itu, Anisa masih memikirkan etika sebagai tuan rumah.Bagi Anisa, ada seseorang yang datang menemuinya saja sudah seperti hadiah besar. Dalam hitungan detik, rasa sakit di tubuhnya seolah terlupakan, digantikan perasaan hangat di dadanya.Ternyata

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 781

    Zurichkota yang dingin, tenang, dan hari itu terasa begitu kejam.Di sebuah apartemen kecil, sunyi merayap tanpa suara.Anisa terbaring sendirian di atas ranjang. Tubuhnya panas seperti terbakar, keringat dingin membasahi pelipis dan lehernya. Sudah tiga hari demam itu tak kunjung turun. Obat penurun panas yang ia minum hanya memberi jeda sesaat—lalu panas itu kembali, lebih tinggi, lebih menyiksa.Matanya terbuka setengah.Napasnya berat.Ia memaksakan diri bangun.Perutnya melilit, bukan hanya karena lapar, tapi juga karena tubuhnya yang hampir tak punya tenaga. Namun Anisa tahu satu hal—jika ia tak makan, ia akan semakin lemah.Dengan gerakan pelan dan tertatih, ia menyeret tubuhnya keluar kamar.Rice cooker itu terbuka.Nasi di dalamnya telah menguning, kering, dan keras. Tanda jelas—nasi itu dimasak tiga hari lalu. Tidak ada lauk. Tidak ada sayur. Tidak ada siapa pun yang mengingatkan bahwa ia harus makan.Anisa mengambil piring dengan tangan gemetar.Ia duduk bersandar di dindi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status