"Sorry Jek, gua ke belakang dulu ya," katanya sambil berpura-pura menutup dadanya yang basah oleh asi dengan tissu.
Kojek mengganguk sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah teman semasa putih abu-abunya itu.
****
Di lain tempat, di sebuah minimalis seorang bayi masih dengan sedihnya menangis kencang, "oeekk...ooeekk..," bayi Melati menangis kencang hingga wajahnya memerah. Riswan dengan sigap bangun dari tidurnya begitu juga dengan Bik Momo.
"Ya Allah Nak, kenapa?" tanya Riswan kebingungan sambil mengangkat bayi Melati dari boxnya.
Bik Momo dengan sigap menghangatkan asi yang disimpan di freezer lalu memberikannya kepada Riswan. Tidak lama berselang, bayi Melati pun tertidur pulas di pangkuan ayahnya.
"Bik, tidur aja deh biar saya yang menjaga Melati," kata Riswan
"Bener Pak, ga papa?" tanya Bik Momo ragu.
"Iya saya ga papa, Melati juga sudah tidur," jawab Riswan sambil memperhatikan wajah Melati yang sangat mirip dengan ibunya.
Mata Riswan kembali berkaca-kaca. Lintasan kisah semasa almarhum istrinya masih ada, mengisi ruang kosong pikirannya.Ah, betapa ia merindukan Annisa, almarhum istrinya. Sambil meletakkan Melati berbaring terlungkup di dadanya. Riswan pun ikut memejamkan mata. Mencoba menikmati takdir yang sudah Allah gariskan padanya.
Sabtu pagi, Bik Momo asik memandikan bayi Melati di dalam bak mandi bayi bewarna merah muda. Sedangkan Riswan tengah menikmati nasi goreng dan secangkir teh hangat ditemani gadgetnya.
Tring...tring...
Suara panggilan dari ponsel Riswan berbunyi. Lelaki itu menyipitkan kedua matanya untuk melihat siapakah yang sudah meneleponnya pagi-pagi seperti ini.
Cello
["Hallo bro, wahh pa kabar nih? tumben kontak gue."]
["Sehat dong gue, makanya gue telpon lu."]
["Nanti malam ngopi yuk, di club Ferrari yang waktu itu."]
["Wah, sorry bro bayi gue ga bisa ditinggal."]
["Ah payah lo! sebentar doang, kita bukan ke area party kok, kita ngopi-ngopi aja di coffeshopnya. ]
["Gak bakalan dah, gue sodorin lu ke ciwi-ciwi seksi di sana. Hehehehe..."]
Riswan diam sejenak,
["Hhmm... sepertinya aku memang perlu refreshing sedikit ngumpul sama teman."]
["Oke deh tapi ga lama ya bro, bayi gua masih suka nangis tengah malam."]
["Iyaa gua janji dah jam 12 udah selesai."]"
Hari sabtu seperti ini, memang jadwal papa muda itu main dengan bayi Melati, karena waktu bangunnya lebih banyak di malam hari dari pada siang hari. Bayi Melati sering tidur di siang sampai sore hari, bahkan sampai magrib tiba.
****
"Yaahh...lumayan deh tiga kantong," gumam Viona sambil merapikan kancing kemejanya.
Asi yang sudah ia tampung, ia masukkan ke dalam plastik hitam. Lalu mengambil tas selempang berukuran sedang miliknya, memasukkan kantong tersebut ke dalamnya.
Seperti biasa, sebelum sampai di Ferrari, Viona menyempatkan mengantar asinya ke Bank asi. Viona sangat senang karena bisa sedikit memberi manfaat bagi orang lain. Membayangkan asinya diminum bayi orang lain saja dia sudah sangat senang.
Paling tidak, jika ia saat ini kotor, tetapi masih bisa melakukan hal baik untuk orang lain. Senyum sumringah Viona terbit begitu keluar dari bank asi. Kembali ia masuk ke dalam taksi untuk membawanya ke klub Ferrari.
"Vio!" panggil Kojek setengah berteriak dari depan pintu masuk. Karena masih sore, keadaan klub jadi masih sepi. Hanya satu dua orang saja yang menikmati minuman di dalamnya.
"Iya, ada apa?" sahut Vio tanpa menoleh. Ia masih asik mengelap gelas-gelas bir lalu menyimpannya kembali ke etalase.
"Selama Daren cuti ke kampung, lo aja yang gantiin dia di coffeshop ya?" pinta Kojek yang sudah duduk di depan Viona.
"Serius nih, beneran boleh?" tanya Viona kegirangan dengan wajah berbinar. Sudah lama sebenarnya ia ingin berada di balik kasir coffeshop. Akhirnya kesampaian.
"Kapan?" tanya Viona tak sabar. Bahkan tangannya menggoyangkan tubuh Kojek tak sabar.
"Ntar, lebaran haji. Iya sekarang dong Rosmala..."
"Hihihihi ..." Viona terkekeh.
"Iyaa, udah cepat sana coffeshop lagi rame," ujar Kojek sambil berlalu.
Viona masuk ke coffeshop langsung berdiri di bagian kasir. Dia sangat senang berada di sini karena suasananya beda dari club party. Di sini suasana lebih rileks. Ada suara gemericik air kolam ikan di samping mini bar, dengan alunan musik slow.
"Ahh ... benar-benar nyaman," gumam Viona sambil menikmati pemandangan para tamu yang sedang asik berbincang.
Riswan dan Cello masuk ke dalam coffeshop, lalu memesan beberapa minuman. Mereka banyak bertukar cerita. Terutama Riswan yang menceritakan kegundahan mengurus anak semata wayangnya semenjak istrinya meninggal.
"Saran gue sih kenapa ga lo kawin lagi aja bro," kata Cello.
"Ah payah lu, kayak ibu gue juga, nyuruh kawin mulu," Riswan bersungut kesal.
"Ya, dari pada lu pusing sendiri. Selain lu ibadah, anak lu juga ada yang ngurusin. Nah, lu sendiri kan enak, malam-malam ada yang dipeluk, " seloroh Cello sambil berkedip ke arah Riswan.
Mereka tertawa lepas sambil terus ngobrol. Tanpa menyadari bahwa dari arah kasir, Viona kini tengah memperhatikan Cello dan juga Riswan.
"Lelaki baik-baik mah keliatan dari senyumnya juga, bagai melihat surga. Nah, kalau lelaki bre****k senyumnya aja bagaikan pintu neraka yang baru saja terbuka. Hihihihi..." Viona terus saja bergumam sambil menahan tawa.
Tanpa terasa air susu Viona kembali merembes pada kemeja ketat yang ia kenakan dan di saat bersamaan pula, Riswan hendak menanyakan bill minuman mereka.
Mata Riswan dan Viona bertemu. Viona tersenyum ramah.
"Meja berapa, Om?" tanya Viona masih memperlihatkan senyum manisnya pada Riswan, sedangkan lelaki itu kini sudah menunduk malu.
"Eh...anu..., itu meja sebelas," jawab Riswan sedikit gugup. Apalagi pemandangan dada basah di sana membuat kepala Riswan sedikit berkunang-kunang. Lelaki itu seperti pernah melihat Viona sebelumnya, tapi di mana?
"Seratus ribu rupiah pas," kata Viona memberitahu jumlah tagihan yang harus dibayar Riswan.
Saat mengambil uang seratus ribuan dari dalam dompetnya. Mata Riswan kembali menatap dada Vio yang basah, baik kanan dan kirinya, Riswan pura-pura membuang pandangan lalu menunduk kembali sambil menelan salivanya. Wajahnya pun kini merah tak berani melihat.
Sadar akan mata lelaki di depannya uang salah tingkah karena kemeja coklatnya yang basah di bagian dada, spontan Viona nyengir kuda ke arah Riswan.
"Hayo ... matanya lihat apa, Om? "Viona menggoda Riswan.
"Saya sedang menyusui, Om. Makanya basah dadanya," terang Vioa sambil nyengir kuda. Sedangkan Riswan sudah salah tingkah sendiri.
"Ohh, iyaa Mbak. Maaf saya lancang," ucap Riswan sambil memberikam senyum tipisnya.
"Its oke, terima kasih sudah mampir di coffe shop kami, ditunggu kedatangan selanjutnya," ucap Viona ramah sambil meyerahkan struk pembayaran kepada Riswan.
"Ahh..., iya sama-sama," sahut Riswan sambil berlalu, tetapi baru tiga langkah dia berbalik ke arah Viona lagi.
"Kita pernah ketemu di Bank asi'kan?" selidik Riswan sambil memperhatikan wanita di depannya ini.
"Mmmhh saya tak yakin, mungkin Om salah orang," jawab Viona yang ikut memperhatikan Riswan dengan tegas.
"Ohh gitu yaa, maaf deh kalau gitu, terima kasih," ucap Riswan sambil keluar dari coffe shop. Kakinya melangkah menuju parkiran, di mana Cello sudah menunggu di dalam mobilnya.
Dalam perjalanan pulang, Riswan menceritakan perihal Viona yang tadi dia temui kepada Cello. Dia sangat yakin Viona wanita yang sama dengan yang ia temui saat di bank asi.
"Sebentar kita cari info, gue kenal baik sama Kojek yang punya Ferrari. Gue telpon dia sekarang," ucap Cello antusias
["Hallo bro, Cello nih."]
["Mau tanya kasir lu yang namanya Viona bisa dibooking ngobrol ga?" ]
["Kalau ngobrol mah bisa bro, kalau buat nginep ga bisa sorry. Baru lahiran dia, tetapi bayinya meninggal. So...jadi dia tidak bisa melayani zomblo akut kayak lo hahahaha..."]
["Hahahaha...jujur bener lu, Jek. Ya udah gue tunggu kabar lo yaa, temen gue butuh temen ngobrol doang sih, sukur-sukur dilamar jadi istri."]
Cello pun memutus sambunga teleponnya setelah berbasa-basi sedikit dengan Kojek.
"Gimana?" tanya Riswan tak sabar.
"Dia rupanya baru lahiran, Bro, cuma bayinya meninggal itu sih kata Kojek," terang Cello.
"Oh ... pantesan asinya keluar terus, karena tidak ada bayinya ya," gumam Riswan dengan polosnya.
"Bisa jadi," sahut Cello.
"Trus maksud lo, lo mau jadi bayinya gitu? Hahahaha..."
Bbuuggh!
Riswan meninju lengan Cello yang sudah asal bicara.
"Aaau... sakit, Ris." Sebelah tangan Cello memegang kemudi, sebelahnya lagi mengusap pundaknya yang sakit.
"Belom apa-apa udah dapat rezeki nomplok nih," colek Cello, menggoda Riswan yang kini memutar bola mata malasnya.
"Siapa yang suruh pesen dia buat nemenin gua ngobrol?" tanya Riswan sedikit kesal.
"Lha, gue inisiatiflah," jawab Cello polos sambil nyengir.
"Kali aja dia mau jadi ibu susu buat bayi lu, ngobrol-ngobrollah dikit. Jadi dia kerja sama lo, tapi buat nyusui anak lo. Bukan nyusuin lo," ucap Cello kembali menggoda Riswan.
Sepanjang perjalanan pulang, Riswan banyak terdiam memikirkan perkataan Cello, hingga tidak terasa sampailah mereka di halaman depan rumah Riswan.
Oek..oeekk..
Suara bayi Melati menangis dengan kencang. Sampai terdengar ke depan. Bergegas Riswan turun dari mobil Cello sambil mengucapkan terimakasih.
"Bro!" teriak Cello, sebelum Riswan masuk ke dalam pagar rumahnya. Riswan berbalik memperhatikan Cello. "Ada apa?"
"Udah gue kirim nomor kontak Viona ya," ucap Cello sambil mengedipkan sebelah matanya pada Riswan.
****
Lama Riswan memandangi nomor ponsel Viona yang baru saja dikirimkan oleh Cello. Maju mundur jarinya untuk menekan nomor tersebut ."Tak ada salahnya mencoba, toh aku bukan menikahinya, hanya meminta bantuan dan aku pun memberikan imbalan. Mudah-mudahan wanita seperti Viona mau menolong. Ya... kalau tidak mau, berarti belum rezeki Melati," gumam Riswan dalam hati.Riswan memberanikan diri menghubungi kontak Viona. Tentu saja dengan perasaan gugup dan salah tingkah.["Hallo, pagi Mba?"]["Pagi juga, Om. Siapa ya?"]["Saya yang tadi malam di cafe."]["Pelanggan kemarin banyak Om. Yang mana ya? Maaf saya lupa. Hehehehe..."]["Mmhh..itu anu..saya yang bertanya apakah kita pernah bertemu di bank asi."]["Ohh.. Iya yaa saya ingat, ada apa ya om?"]["Mmhh anu... "]["Anunya
Hangat tangan mungil bayi Melati melingkar di telunjuk Viona, saat wanita lembut menggendongnya. Seketika itu juga bayi Melati tersenyum lucu melihat wajah Viona sehingga Viona tak kuasa menahan air mata lalu berbalik untuk menutupi lukanya.Lama Riswan memperhatikan Viona menggendong bayi Melati."Eehhmm, Viona," panggil Riswan. Viona menoleh pada Riswan."Ini Bik Momo pembantu rumah tangga saya, tapi sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri," jelas Riswan memperkenalkan Bik Momo.Viona tersenyum sambil menjabat tangan wanita paruh baya itu. Bik Momo pun membalas jabat tangan Viona sambil ikut tersenyum."Nama saya Rosmala, panggil saja Ros. oke, Bik." Viona memperkenalkan dirinya dengan nama asli sesuai pemberian orang tuanya."Lho, bukannya nama kamu Viona?" tanya Riswan bingung."Itu kalau di tempat kerja namanya Viona biar keren Om, ehh Mas Ris
"Mulai malam ini bayi Melati tidur denganku," bisik Ros memberi tahu Riswan sambil berlalu menuju ke kamarnya dengan bayi Melati belum lama terlelap.Riswan terdiam mendengar ucapan Ros. Ada raut tidak suka di sana. Menurutnya, Ros tidak bisa mengatur apa yang harus dirinya lakukan di rumahnya."Kan dia sudah tidur, jadi biarkan dia tidur bersamaku," ucap Riswan setengah memelas. Semenjak istrinya meninggal, Melatilah yang menemaninya tidur di kamar. Ia pasti akan susah tidur, jika Melati tidak berada di sampingnya."Kalau tengah malam dia bangun?" tanya Ros."Aku akan hangatkan asi yang di kulkas, seperti biasa," jelas Riswan dengan suara tegas dengan posisi masih berdiri berhadapan dengan Ros."Ssssttt... ahh kau ini, Mas. Suaramu tidak bisa pelan?" Ros menginterupsi Riswan kembali. Karena Melati mulai merengek mendengar suara Riswan."Sini ber
Satu minggu kemudian."Kamu pahamkan yang saya bilang tadi?" tanya Riswan kepada Ros yang sedang di dapur mencuci piring."Iya Pak, paham. Tenang saja, Bik Momo juga sudah saya beritahu," ujar Ros. Lalu mengikuti langkah Riswan dari belakang.Riswan mengambil kunci motor lalu menyalakan motornya. Ros masih setia berdiri di depan pintu rumah memperhatikan Riswan yang tengah sibuk memakai jaket motor beserta helm."Saya berangkat." ucap Riswan berpamitan pada Ros. Disambut anggukan oleh Ros sambil tersenyum. Setelah motor Riswan menghilang dari balik pagar. Barulah Ros menutup pagar itu kembali.Beep...bepp...Ros bergegas masuk mencari suara ponselnya yang berbunyi."Hallo Daren.""Hai apa kabar lu?""Gue sehat, lu apa kabar? cafe rame atau sepi?"
Sepanjang perjalanan pulang dari klinik, Riswan hanya diam saja tanpa suara begitu juga Ros. Hawa dingin dari pendingin mobil bagai menusuk kulit Ros yang saat ini sedang meriang. Ingin minta dinaikkan suhunya, tentu saja sungkan. Apalagi majikannya error seperti ini. Mobil rasa kuburan bagi Ros."Eehmm...Ros, maaf kalau perkataanku hari ini ada yang menyinggung. Aku hari ini benar-benar sedang lelah, banyak pekerjaan." ucap Riswan menjelaskan sambil memasukkan mobil ke dalam garasi."Santai aja, Pak. Majikan mah, bebas." ucap Ros lalu turun dari mobil tanpa menoleh pada Riswan.Baru saja langkahnya sampai di depan pintu, Ros mendengar Melati menangis. Dengan cepat Ros mencuci tangan lalu menggendong Melati yang sedang ditenangkan oleh neneknya."Aduuhh cayangnya bude mama kangen yaa, Melati haus? ayo kita nen lagi." ucap Ros mencium gemas tangan Melati sambil membawanya masuk ke dalam kamar.Padahal saat itu Ros merasakan seluruh badan
Pak, maaf Bik Momo harus pulang, anak Bik Momo yang kecil masuk rumah sakit." ujar Bik Momo pagi ini saat Riswan sedang sarapan."Waduh, sakit apa, Bik?" tanya Riswan khawatir."Demam berdarah, Pak." jawab bik momo"Oh gitu, oke Bik. Biar saya antar ke terminal berhubung searah dengan kantor saya. " ucap Riswan sambil menghabiskan sisa sarapannya.Ros mengantar Bik Momo dan Riswan ke depan dengan menggendong Melati."Ros, titip bapak dan Melati dulu ya, bibik ga lama kok, begitu Bagus sehat, bibik segera ke Jakarta lagi." ucap Bik Momo menatap wajah Ros."Siap Bik, Melati janji akan jadi anak baik, ya kan, Nak?" Ros berujar ke arah Melati"Paling yang bawel, itu tuh yang gede." ujar Ros sambil berbisik kepada Bik Momo."Huusstt ntar bapak denger lho." sahut Bik Momo sambil tersenyum.Riswan dan Bik Momo berpamitan pada Ros dan juga Melati. Hari ini Riswan membawa mobilnya ke kantor karena harus mengantar Bik
Riswan mencoba memejamkan matanya, namun gagal. Dia membuka ponselnya lalu melihat foto-foto almarhum istrinya Annisa. Riswan tersenyum tipis."Sayang aku merindukanmu." ucap Riswan pada foto istrinya dengan mata berkaca-kaca. Riswan mencium foto tersebut. Annisa wanita sholeha adalah teman Riswan semasa kuliah dan Riswan sangat mencintainya.Annisa mengalami pendarahan saat melahirkan bayi Melati secara cesar. Peristiwa itu membuat Riswan sangat terpukul dan hampir kehilangan semangat hidup. Namun dia harus kuat karena ada Melati yang harus dia jaga. Riswan merasa sangat bersyukur karena wajah Melati sangat mirip dengan Annisa."Semoga Allah memberimu surga istriku." gumam Riswan lagi sambil mencium foto istrinya lalu tertidur.Tok..tok.."Pak, shubuh." panggil Ros dari balik pintu membangunkan Riswan.Ini hari ketiga di rumah tanpa Bik Momo karena anaknya masih dirawat.Tak ada jawaban dari dalam. "Pak." panggil Ros lagi demgan suara
Hari sabtu pagi cuaca begitu cerah. Riswan bersiap membawa Melati berjalan-jalan di sekitaran komplek dengan stroller bayinya."Hati-hati ya sayang," ucap Ros mencium pipi Melati, lalu Ros memasukan Melati ke dalam stroller bayinya.Ting..ting..ting...Suara ponsel Ros berbunyi."Pak, saya ke dalam dulu, ponsel saya bunyi." Ros mengangguk pamit lalu masuk ke dalam."Siapa yang meneleponnya sepagi ini?" tanya Riswan dalam hati."Ahh ... untuk apa peduli juga," gumamnya lagi sambil berjalan keluar mendorong Melati.Satu setengah jam berlalu, Riswan pulang dengan membawa tiga bungkus nasi kuning dan beberapa gorengan."Ros," panggil Riswan.Ros keluar dari kamarnya sudah rapi dengan kaos dan celana bahan."Eh sudah pulang, Sayang. " Ros datang menghampiri Riswan sambil tersenyum mengangkat Melati dari stroller."Please Ros, saya ga suka dengar kata-kata seperti itu!" ucap Riswan tegas."Ya salam, kesamb