Megan terkejut ketika sekretaris Mikail membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk. Dan untuk kedua kalinya, ia terkejuta melihat Mikail bukanlah satu-satunya penghuni di dalam ruangan tersebut. Nicholas, pria menjengkelkan itu ternyata juga ada di sana. Dengan senyum semringah yang terlihat berlebihan menyambutnya. Nicholas bangkit berdiri, menghampiri Megan dengan kedua tangan yang membentang terbuka. "Well, umur panjang, Megan. Kami sedang membicarakanmu." Kening Megan berkerut mencerna kalimat Nicholas, yang membuatnya membiarkan Nicholas memeluk dan mendaratkan kecupan singkat di pipi kanan dan kirinya. Dan saat itulah Megan tersadar dan tubuhnya hendak memberikan respon penolakan. Akan tetapi ... Entah kenapa kali ini Megan mempertimbangkan untuk menerima sikap pria itu. Tapi dengan tegas tidak akan membalas sambutan terlalu intim -untuknya jika dilihat dari hubungannya dan Nicholas- yang diberikan sepupu mantan suaminya tersebut. Kemudian perhatian Megan kembali teralih, m
Megan menatap dengan iri melihat Nicholas yang menghujani wajah mungil Kiano dengan kecupan yang membuat bocah kecil itu terbahak karena geli. Merasa hidup begitu tak adil. Orang lain bahkan bisa bebas mencium putranya dan menjadi akrab. Tetapi dirinya, sebagai seorang ibu. Megan hanya diberi satu pilihan ketika dihadapkan oleh putranya. Dan ia harus berpuas diri hanya dengan melihat putranya. Sungguh, ia ingin memeluk putranya dan mencium pipi gembul Kiano. Mendengar suara tawanya yang terbahak dengan lepas karena dirinya. Dan lagi-lagi kecemburuan melingkupi dadanya, Nicholas mendapatkan semua yang diinginkannya dari Kiano.Untuk pertama kalinya, apa yang dimiliki oleh Nicholas membuatnya begitu iri dan cemburu. Pun dengan kebencian dan kemuakan yang ia miliki untuk Nicholas.Sejujurnya, Nicholas bukanlah pria yang jahat dan berengsek padanya. Pria itu selalu memperlakukannya dengan baik dan menghujaninya dengan perhatian. Satu-satunya hal yang ia benci dari Nicholas hanyalah pera
"Kesepakatan yang tak akan kau dapatkan dari siapa pun. Termasuk Mikail," Nicholas melanjutkan tawarannya dengan salah satu alis yang terangkat. Rayuan dan bujukan yang begitu kental menyelimuti kedua mata pria itu. "Tak ada kesepakatan yang lebih sempurna dari ini, Megan. Bahkan sebesar yang bisa kau harapkan dari Mikail."Tawaran Nicholas terdengar begitu menggiurkan. Dan Megan bersumpah, Nicholas mengatakan yang sesungguhnya. Persetujuan sudah berada di ujung lidahnya, akan tetapi jawaban itu segera melebur. Ia tak mungkin membuat kesepakatan dengan Nicholas. Pria itu jelas tidak lebih baik dari Mikail. Megan pun segera menampilkan ketidak peduliannya, yang tentu saja Nicholas melihatnya sebagai sesuatu yang sengaja dibuat-buat."Kau membutuhkanku, Megan. Itu yang tak ingin kau akui."Wajah Megan mengeras dengan jengkel dan membalas dengan telak. "Aku tahu apa yang kau inginkan, Nicholas."Seringai tersungging di kedua ujung bibir Nicholas, mengiyakan jawabah Megan dengan tanpa
Cahaya hangat matahari yang menerpa wajahnya, perlahan membangunkan Megan dari tidurnya yang terlalu lelap. Kelopak mata wanita itu bergerak membuka dengan perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan dengan cahaya silau yang menusuk kedua matanya.Wajahnya meringis ketika rasa pusing menusuk di kepalanya. Hanya sedikit, tetapi rasanya sudah sejak lama Megan tidak bangun dengan cara seperti ini. Tangannya bergerak mengurut pelipis, meredakan pusing tersebut. Sembari pandanganya berputar dan menyadari bahwa ia tengah terbangun di tempat yang asing.Tak hanya tempatnya yang asing, tetapi firasa buruk seketika menerjang dadanya ketika Megan merasakan ada yang janggal dengan ... tubuhnya? Kedua mata Megan yang sudah terbuka sempurna, kini lebih lebar. Membuat Megan melompat terduduk.Megan mencoba meraba ingatan terakhirnya sebelum kesadarannya perlahan melayang. Menggali dan menggali lebih dalam lagi hingga menemukan ingatan terakhirnya akan kegelisahannya tentang Kiano yang me
Butuh beberapa menit bagian Megan untuk benar-benar berhenti dari isalan tangisnya. Kembali tenang dalam pelukan Nicholas. Usapan lembut Nicholas di kepala Megan pun berhenti. Pria itu menunduk ketika tubuh Megan bergerak menjauh mengurai pelukannya. Dan wajah mungil wanita itu bergerak terdongak, menatap wajahnya dengan emosi yang begitu dalam. Tangannya menyapa basah di bawah kedua katanya sembari berkata dengan suara lirih yang serak. "Kumohon jangan katakan apa pun kepada siapa pun tentang semua ini."Nicholas tak mengatakan apa pun. Seorang Megan Ailee tak pernah mengatakan sebuah permohonan kepadanya. Keangkuhan wanita itu begitu sulit dan tak pernah mampu ia gapai. Membuat Nicholas merasakan satu langkah pencapaian dalam meraih hati Megan. Dengan hati yang tersenyum bangga, pria itu menganggukkan kepala sembari berkata dengan suara lembut yang penuh dengan ketulusan. "Aku akan menganggap semua ini tak pernah terjadi. Bagaimana?"Megan sendiri dibuat terkejut dengan penawaran N
Tak hanya wanita hamil yang Megan temui di ruangan Mikail saat itu, dan sekarang Mikail terlihat keluar hotel bersama dengan wanita lainnya lagi. Di saat kekasih Mikail sedang hamil besar. Pemandangan yang terpampang jelas di hadapannya saat ini, membuat Megan teringat akhir hubungan Mikail dan dirinya yang semakin meruncing dalam kerapuhan. Layaknya telur di ujung tanduk. Mungkinkah Mikail juga memiliki hubungan dengan wanita lain saat ia tengah hamil Kiano? Pertanyaan tersebut tak mampu Megan tahan dan menggantung di atas kepalanya begitu saja. Ya, wajah tampan Mikail memiliki banyak alasan bagi wanita mana pun untuk jatuh cinta dengan pria itu. Tubuh seksi yang harus Megan akui lebih seksi dari NIvholas. Hanya saya, Mikail tak suka memamekan keseksian pria itu seperti yang selalu dilakukan oleh Nicholas. Jika Nicholas sadar betul akan kesempurnaan ketampana pria itu, Mikail sama sekali tidak menyadari hal tersebut. Yang sering kali menjadi bahan pertengkaran dalam hubungannya d
Seluruh tubuh Megan membeku, dengan sudut matanya ia melirik ke arah Nicholas yang mencoba membagi konsentrasi antara dirinya dan jalanan di depan. "Siapa?Megan hanya menggeleng singkat dan menjawab dengan kebohongan, "Jelita." Yang disusul geraman dari seberang. Megan tak peduli meski ia bisa merasakan kemarahan Mikail. Ia bahkan bisa membayangkan seperti apa wajah pria itu. Gurat-gurat kemarahan yang menggaris dengan keras di seluruh permukaan wajah pria itu. Dengan kedua tangan yang mengepal dan menyusup desisan tajam pria itu, "Jelita kau bilang?"Megan menelan ludahnya dan bulu kuduknya merinding. Ketakutan mulai memanjat naik ke dadanya. Tetapi kemudian wanita itu sadar bahwa Mikail bukan lagi suaminya. Yang bisa mengatur-atur kehidupan nya. Apalagi peduli apakah ia tidur dengan Nicholas atau tidak. "Apa dia khawatir kau tidak pulang semalam?" tanya Nicholas lagi. "Hmm, tapi aku sudah dewasa, bukan. Aku bisa melakukan apa pun yang kusuka," jawab Megan kemudian."Aku sedang d
Hanya untuk beberapa saat, Megan sempat terjatuh dan tenggelam dalam lumatan menggairahkan tersebut. Tetapi wanita itu segera tersadar dengan cepat. Megan kehilangan napasnya dan mendorong tubuh Mikail yang semakin mendesak dan menghimpitnya. Hanya demi kesia-siaan. Tubuh Mikail lebih besar dan tinggi, kekuatan pria itu jelas mendominasinya dengan tanpa daya. Megan bisa merasakan kemarahan dalam setiap lumayan pria itu. Tak memberinya pilihan untuk menolak setiap sentuhan bibir pria itu yang menjelajahi bibir dan mulutnya. Kelihaian pria itu masih sama dan terasa begitu familiar. Megan kehilangan pijakan, dan genggaman di pinggang menahan tubuhnya meluruh ke lantai. Mikail hanya berniat memberi pelajaran, tetapi rasa manis yang ia sesap dari bibir Megan lebih membuatnya tak berdaya. Menjadi candu yang sudah tertanam dan merasuk ke dalam tulang sumsumnya. Mikail menyumpah dalam hati.Lumatannya semakin dalam dan panas, merenggut seluruh udara yang masuk ke dalam tenggorokan. Hingga w