Share

Bab 4. Imajinasi Fay

"Cade, aku…." Pricilla ingin mengulur waktu.

Sudah seminggu mereka tak bertemu. Cade bahkan tidak pernah menelponnya. Adakah lelaki ini mulai bosan padanya? Padahal mereka baru menjalin hubungan sebulan ini. Pricilla merasa cemas. Dia tidak rela jika harus putus dengan cepat. Impiannya adalah impian para gadis Axton, menjadi nyonya Goldwin.

Cade mengabaikan gadis itu. Dia melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Hingga kemudian karena pengabaiannya, dengan tak berdaya Pricilla pergi dari kantornya. Barulah setelah itu Cade melemparkan lembaran dokumen di tangannya ke atas meja.

Baginya, Pricilla hanyalah alat. Dia menjadikan gadis itu sebagai kekasihnya agar nyonya besar Goldwin kesal. Pricilla bukan tipe menantu yang diinginkan ibunya, Cade tahu.

Namun Cade mendadak pusing waktu sang ibu mendesaknya menikahi Pricilla.

'Pricilla atau gadis yang lainnya. Ibu tidak peduli.' Begitu ultimatum dari wanita keras kepala yang sudah melahirkan Cade.

***

"Jangan bicara sembarangan!" ujar Fay setelah berhenti dari batuknya. Mukanya sampai merah. Merah karena batuk. Merah karena ide konyol si kembar yang menjodohkannya dengan Cade Goldwin.

Cade adalah langit. Sedangkan Fay adalah bumi. Pada sisi yang mana mereka bisa dipertemukan? Namun masalahnya bukan itu. Fay benci siapa pun lelaki yang sudah membuat Audrey menderita. Meski itu seorang Goldwin sekalipun.

Di depannya, Mike dan Mika menyusut wajah mereka dengan ujung lengan baju kiri kanan bergantian. Wajah mereka basah gara-gara tersembur air. Keduanya menekuk bibir.

"Mommy kami bilang kau boleh menggantikan dia. Jadi kami pikir hanya kau yang pantas menjadi ibu kami." Mike bersikeras dengan idenya setelah selesai mengelap wajah.

"Dan daddy kalian akan mengamuk kalau mendengarnya. Aku harap dia tidak berpikir kalau aku telah memanfaatkan kalian untuk menjadi nyonya Goldwin." Sebuah firasat buruk sekilas memasuki pikiran Fay.

Bagaimana kalau dua bocah keras kepala ini nekat menjodohkannya? Cade Goldwin akan memiliki pandangan buruk terhadapnya. Tapi apa peduli Fay dengan pandangan lelaki bajingan itu? Dia berjanji akan pergi sejauh mungkin dari pandangan dua anak itu kalau ayah mereka memutuskan datang menjemput.

"Kami akan meyakinkan daddy kalau mommy yang terbaik."

Kata-kata Mika langsung membuat Fay mau muntah. Anak ini sedang memujinya? Padahal selama ini jelas-jelas Fay tidak menyembunyikan perasaan tidak sukanya.

Fay ingin mengatakan hal semacam, masih banyak gadis lain yang pantas menjadi mommy mereka kelak. Tapi kemudian dia merasa percuma saja berdebat dengan mereka. Tak akan ada habisnya.

"Baiklah. Pembicaraan tentang daddy selesai. Semoga yang kalian katakan benar. Jadi aku bisa kuliah dan bekerja dengan tenang tanpa perlu berpikir bahwa di rumahku sedang menunggu dua bocah untuk diberi makan." Fay berkata sambil diam-diam memperhatikan ekspresi kedua anak itu dan merasa heran karena justru menemukan keduanya sedang tersenyum-senyum menyebalkan.

Kenapa kata-katanya tidak sanggup menyinggung perasaan dua anak ini? Apa hati mereka terbuat dari batu?

"Mommy, kalau daddy menjemput kami, kau juga harus ikut tinggal bersama. Kami tidak akan membiarkan kau sendirian di sini. Kami tahu rasanya kesepian ditinggalkan." Mika berjalan ke arah Fay dan naik ke sofa lalu memeluknya.

Fay rasanya ingin menangis. Tidak tahu harus terharu atau justru marah mendengar ocehan bocah cantik ini.

Sejak dulu Fay juga tinggal sendiri. Sejak ayah, ibu dan adiknya kecelakaan lima tahun yang lalu. Kemudian tak seorang pun dari sanak kerabat yang mau mengulurkan tangan mereka memberi tempat bernaung. Justru Audrey seorang yang tidak Fay kenal yang menawarkan kehangatan seorang saudari. Lalu ketika Fay telah cukup kuat berdiri sendiri, dia pergi ke Axton untuk bekerja dan melanjutkan pendidikannya.

"Aku ingin mandi. Rasanya sangat gerah." Fay beralasan untuk menghindari pelukan Mika lebih lama. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu kamar.

Hari ini telah sebulan lebih Mike dan Mika tinggal bersama Fay. Kemarin keduanya mendesak pergi ke mall.

Jadi itu alasan mereka sangat ingin pergi, bertemu ayah mereka, pikir Fay masih sedikit tidak percaya. Bagaimana anak seusia itu bisa dengan pandainya menyimpan rahasia dan berselancar di internet untuk menyelidiki seorang Cade Goldwin?

Sebenarnya Fay tidak terlalu heran. Meski belum bersekolah, keduanya sudah pandai membaca. Pemahaman mereka juga sangat bagus, melebihi anak-anak seumurannya. Kadang sikap mereka bisa menjadi sangat misterius. Dan kepandaiannya yang di atas rata-rata membuat imajinasi Fay kemana-mana.

Dia baru merasa kalau kedua anak ini luar biasa. Walau belum ada bukti ke arah itu, tapi gerak-gerik mereka selama ini memang terlihat mencurigakan. Kemana kenakalan yang selama ini dilihatnya saat ibu mereka masih ada?

Lalu sebuah ide konyol melintas di kepala gadis itu. Dia sudah sampai di pintu kamar, tapi kemudian berbalik menghadapi keduanya.

"Apa kalian semacam agen rahasia?"

Sepasang anak kembar itu terdiam dan saling pandang, lalu terkikik bersamaan. Mereka tidak mengatakan apa-apa, tapi cukup sebagai jawaban bagi pertanyaan konyol Fay.

"Bukan?" Fay kecewa. Bukankah itu akan luar biasa kalau benar?

"Atau CEO jenius di balik sebuah perusahaan komputer?" Fay pernah membaca di sebuah novel tentang bocah yang sebenarnya sangat kaya karena kejeniusannya. Bukankah ayah mereka Cade Goldwin? Itu akan terdengar masuk akal.

Kali ini Mike dan Mika tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut masing-masing. Fay yang melihatnya dibuat cemberut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status