Share

3. Malam Pertama

Author: Noorie
last update Last Updated: 2023-05-10 22:36:55

Khatami pulang tidak lama setelah Sekar meninggalkan kontrakan. Sekarang hanya ada Lova dan Ardhan. Sejak Khatami pergi, Lova langsung panas dingin. Khatami berpesan agar Lova memakai pakaian yang sudah Khatami siapkan. Namun, alangkah terkejutnya Lova menemukan isi kotak yang ditinggalkan Khatami.

"Li-lingerie?" Wajah Lova langsung menghangat. Memakainya tanpa ada yang melihat saja bisa membuatnya malu setengah mati, apalagi di hadapan Ardhan nanti.

Lova menggigiti kuku jarinya yang sudah pendek. "Mbak Tami pasti bercanda." Lova ingin menghilang saja.

"Ekhem."

Lova terlonjak. Lingerie hitam terlepas dari genggaman. Dengan gerakan yang sangat kaku, Lova memutar tubuhnya. Dia menemukan Ardhan yang sedang berdiri di ambang pintu kamar. Lova menatapnya ngeri seolah Ardhan adalah pengeksekusi hukuman mati.

"Ma-mas Ardhan," ucap Lova lirih, nyaris tidak terdengar.

"Sudah siap?" tanya Ardhan.

Jantung Lova semakin berdebar tidak keruan. Dia ingin mengatakan tidak. Namun, Lova harus segera melakukan tugasnya agar bisa cepat hamil. Pernikahan Khatami menjadi taruhannya.

"A-aku ga-ganti baju dulu." Lova tergagap.

"Tidak perlu." Ardhan ingin semuanya cepat usai.

Lova membeliak saat Ardhan berjalan mendekat. Kaki Lova mendadak lemas. Mungkin tulang-tulangnya sudah berubah menjadi jeli. Matanya memanas. Dia benar-benar ingin menangis. Tubuhnya bahkan gemetar hebat.

"Saya bukan kanibal, apalagi hantu."

"Ma-maaf." Lova menunduk. Seumur hidup, dia tidak pernah segugup dan setakut ini. Apa setiap pengantin baru yang akan menghadapi malam pertama selalu seperti ini?

"Seharusnya kamu menolak permintaan Tami kalau tidak sanggup," ucap Ardhan, yang sudah ada di hadapan Lova. Jarak mereka sangat dekat. Lova bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu yang membuat nyalinya semakin ciut.

Lova menggeleng. Dia tidak menyesali keputusannya karena jika Lova berhasil melahirkan anak Ardhan, dia bisa menyelamatkan pernikahan Khatami.

"Permintaan Tami terlalu berlebihan, bukan? Apa yang membuat kamu menyetujuinya?"

"Balas ... budi," jawab Lova apa adanya.

"Dengan mengorbankan hidup kamu sendiri?"

Lova mengangguk.

Ardhan memandangi Lova. Perempuan ini memang terlihat lugu. "Apa ada alasan lain? Apa ada sesuatu yang kamu inginkan setelah kamu berhasil melakukan tugasmu?"

"Ti-tidak."

"Kamu yakin?"

"I-iya."

Ardhan menghela napas. "Sepertinya kamu ketakutan pada saya. Saya bukan bajingan yang akan menyentuh kamu saat kamu sendiri tidak menginginkan saya."

"Aku ... hanya gugup, Mas. Bukankah ini hal yang biasa terjadi kepada orang-orang yang akan melakukannya pertama kali?" Lova sebenarnya sangat malu mengatakannya.

"Baiklah. Saya harap kamu tidak menyesal."

Ardhan semakin mengikis jarak di antara mereka. Sayangnya, tubuh Lova tidak bisa berbohong. Dia refleks mundur saat Ardhan hendak meraih Lova ke dalam dekapan.

Lova membelalak. Dia sendiri terkejut karena reaksinya. "Ma-maaf."

Ardhan mendengkus. "Sudahlah. Saya akan menunggu kamu sampai kamu bisa mengatasi ketakutan kamu."

"Tapi, Mas. Jika aku tidak hamil dalam tiga bulan, pernikahan Mas dan Mbak Tami akan terancam."

Ardhan terkejut. Bisa-bisanya perempuan ini memikirkan nasib orang lain saat dirinya sendiri menjadi pihak yang paling dirugikan.

"Mas tenang saja. Aku ... bisa mengatasi ini," ucap Lova, lalu bergegas melangkah mendekati nakas.

Ardhan masih memperhatikannya karena penasaran apa yang akan Lova lakukan. Namun, perempuan itu hanya minum jus jeruk yang sejak tadi sudah ada di sana.

"Mas tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Mbak Tami. Hanya sedikit perempuan yang ikhlas suaminya menikah lagi, ditambah dengan kondisi Mbak Tami. Sebagai sesama perempuan, aku mengerti kecemasan Mbak Tami. Mbak Tami ingin Mas bahagia." Akhirnya Lova bisa berbicara lancar.

"Pernikahan sementara ini bukti jika Tami tidak benar-benar ikhlas saya menikah lagi."

"Sementara atau tidak, Mas akan tidur denganku. Pasti hal ini sangat sulit untuk Mbak Tami. Dan mungkin, saat ini Mbak Tami sedang menangis sendirian."

Sebenarnya Ardhan menolak ide Khatami. Namun, Khatami malah mengira Ardhan akan menerima perempuan rekomendasi mamanya dan meninggalkannya. Jika sudah seperti itu, Khatami akan menyalahkan dan mencaci maki diri sendiri.

Ardhan akhirnya setuju karena sudah lelah dicurigai akan berselingkuh. Ardhan juga ingin perselisihan di antara istri dan mamanya berakhir. Pertengkaran keduanya selalu berhasil membuat Ardhan pusing dan menempatkannya di posisi serba salah.

Ardhan mengernyit saat Lova tiba-tiba gelisah. Dia menggerakkan pakaiannya seperti orang kepanasan. "Kamu kenapa?" tanya Ardhan khawatir.

"Obatnya mulai bereaksi."

"Obat?"

Pria itu membelalak saat menyadari sesuatu. Jus jeruk yang diminum Lova. "Apa kamu mencampur sesuatu di dalam minuman tadi?"

"Bukan aku, tapi Mbak Tami."

"Ya ampun, Tami!" Ardhan mengusap wajahnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Khatami.

"Mas, tolong." Lova merintih sambil memeluk tubuh mungilnya.

Ardhan dilanda dilema. Dia masih berpegang teguh pada prinsipnya. Namun, Lova semakin meracau. Perempuan itu mulai melepaskan kerudung, menampakkan rambutnya yang dikepang sepunggung.

Tangan Lova kemudian bergerak menarik gamisnya ke atas. Namun, dia lupa membuka ritsleting depan sehingga gamisnya sulit lolos dari kepalanya.

Ardhan berdecak. Dia lantas membantu perempuan yang sedang kesusahan itu.

"Rasanya ... aneh," ucap Lova sambil menengadah menatap Ardhan dengan mata sayunya. Lova menggigit bibir, menahan sesuatu yang mendesak meminta dipuaskan.

Oke. Ardhan menyerah setelah mati-matian berperang dengan idealismenya. Dia akhirnya merebahkan tubuh Lova.

🍼🍼🍼

Ardhan melepaskan diri dari Lova, lantas memakaikan selimut menutupi tubuh mungil perempuan itu. Dia kemudian berbaring di samping Lova, merasakan kepuasan dari pergumulan barusan. Sementara Lova tidur menyamping, memungggungi Ardhan.

"Kamu menyesal?" tanya Ardhan sambil melirik Lova yang membelakanginya.

"Tidak," jawab Lova pelan.

Lova hanya merasa bersalah. Meskipun Khatami sendiri yang memintanya melakukan ini, tetapi Lova tahu sekarang perasaan Khatami sedang hancur. Saat ijab kabul tadi siang, Lova juga tahu Khatami menahan diri agar tidak menangis.

"Semoga aku hamil setelah ini." Agar dia tidak terlalu sering berurusan dengan Ardhan. Mungkin nanti untuk hamil anak kedua.

"Ya." Ardhan menjawab singkat. Sudah jelas Lova sangat tersiksa. Dia merasa menjadi pria berengsek karena menikmatinya.

Tanpa menyibak selimut, Lova turun dari tempat tidur. Niatnya ingin mengambil pakaian yang berceceran di lantai. Namun, pangkal pahanya terasa sangat sakit. "Aw!" Lova merintih.

Ardhan bergegas menghampiri. Dia menarik Lova kembali duduk, dan membantu Lova mengambilkan pakaiannya. "Kamu mau ke mana?"

"Aku mau ke kamar mandi. Mau wudu."

"Wudu?"

"Iya. Setelah berhubungan harus wudu dulu sebelum tidur."

"Oh. Mau saya gendong?"

"Tidak perlu, Mas. Aku bisa jalan sendiri."

"Yakin?" Ardhan mengernyit tidak percaya.

"Iya," jawab Lova. Dia segera memakai kembali pakaiannya. Ardhan sudah melihat tubuh polosnya. Lova menyingkirkan rasa malu, hanya sedikit risi.

Perempuan berusia 23 tahun itu bangkit berdiri. Dia mencoba melangkah dengan tertatih-tatih. Ardhan yang melihatnya jadi gemas sendiri. Tanpa persetujuan Lova, Ardhan mengangkatnya ke dalam gendongan.

"Mas!" Lova memekik.

"Kamu baru sampai ke kamar mandi lima belas menit kemudian," ucap Ardhan.

"Tapi aku berat."

"Iya. Doyan makan ya?"

"Aku makan sehari dua kali, tapi sering ngemil."

"Pantas berlemak."

Lova mengerut.

"Bercanda. Terlalu kurus juga tidak bagus. Laki-laki lebih suka perempuan yang sedikit berisi. Lebih kelihatan seksi."

Apa Ardhan secara tidak langsung ingin mengatakan jika Lova itu seksi? Lova segera menepis pikirannya yang mulai ke mana-mana. Jangan sampai Lova terbawa perasaan hanya karena hal sepele.

Ardhan menurunkan Lova dengan hati-hati.

"Terima kasih," ucap Lova.

"Jangan lupa buang air kecil."

"Bukannya nanti bisa mencegah kehamilan?"

"Buang air kecil tidak akan mencegah kehamilan, justru dianjurkan karena bisa mengeluarkan bakteri dan menghindari risiko terkena penyakit."

Lova terperangah mendengar kata penyakit.

Seolah tahu arti dari ekspresi Lova, Ardhan melanjutkan, "Jangan salah paham. Saya tidak memiliki penyakit kelamin."

Lova menghela napas lega. Setelah itu dia mengerjakan urusannya. Lova pikir Ardhan sudah kembali ke kamar. Namun, pria itu ternyata masih menunggunya.

Ardhan menggendong Lova lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-24

    "Mengapa Anda menusuk suami Anda sendiri sebanyak tiga kali?" tanya hakim ketua."Mungkin ada cara lain untuk menghentikan Kak Shaka yang ingin membunuh Kak Xavier. Namun, yang ada di pikiran saya hanya itu karena ada gunting berada di dekat kaki saya," jawab Almaira."Kenapa Anda harus menusuk sebanyak tiga kali?"Almaira menghela napas. "Saya emosi karena sebelumnya Kak Shaka memaksa saya meminum obat penggugur kandungan. Saya marah karena Kak Shaka mengancam akan membunuh keluarga saya satu per satu. Saya sangat kecewa karena ...."Almaira menjeda ucapannya. Dia malu mengatakan hal itu. Namun, Almaira tetap harus mengungkap semua yang terjadi hari itu. "Saya kecewa dan malu karena Kak Shaka melakukan hal menjijikan dan serendah itu. Dia ... menggauli saya di depan Kak Xavier.""Apa Anda tahu motif Saudara Arshaka Lesmana melakukan hal itu.""Kak Shaka cemburu. Dia berpikir saya dan Kak Xavier masih saling mencintai. Kak Shaka

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-23

    "Di mana Maira?" tanya Xavier."Untuk apa kamu mencari istri orang?"Keduanya sama-sama melemparkan tatapan permusuhan."Mama dan Papa memintaku memastikan keadaannya.""Aku ini suaminya. Mereka sudah tidak punya hak, apalagi sampai mengutus orang lain.""Terserah apa katamu. Tapi aku tidak akan pergi sebelum memastikan Almaira baik-baik saja.""Aku bisa memanggil warga untuk mengusirmu."Xavier berdecak. "Sial. Aku sudah tidak bisa bersabar." Pria itu meringsek masuk. "Maira! Mai!" panggilnya berteriak.Shaka tentu tidak diam saja. Dia membalik badan Xavier, lalu melayangkan tinju ke pipinya.Xavier terhuyung. Dia segera menegakkan tubuh dan membalas pukulan Shaka."Keluar dari rumahku!" bentak Shaka."Di mana Maira?"Suara benda jatuh terdengar dari atas. Xavier segera menaiki tangga. Namun, Shaka tidak membiarkannya begitu saja. Shaka menarik Xavier, lalu mengempaskannya ke

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-22

    "Gugurkan kandungan itu!" ucap Shaka tegas.Almaira membelalak. Dia refleks melindungi perutnya menggunakan kedua tangan. "Tidak.""Aku tidak menginginkannya!""Tapi aku menginginkannya. Dia anakku. Anak kita."Shaka mengetatkan rahang. Padahal dia sudah vasektomi. Vasektomi memang tidak 100% mencegah kehamilan. Tahu begini Shaka akan tetap memakai pengaman."Kamu harus menggugurkannya, Sayang." Shaka mendekati sang istri.Almaira langsung mundur beberapa langkah sambil terus melindungi perutnya. "Tidak! Aku bukan pembunuh. Aku tidak mau membunuh anakku sendiri.""Al, mengertilah."Almaira menggeleng. Air mata berkejaran jatuh ke pipinya. "Kak Shaka yang seharusnya mengerti.""Aku tidak ingin ada orang ketiga di antara kita.""Dia darah daging Kak Shaka!" Almaira menjerit."Aku tidak peduli, Sayang. Aku hanya mencintai kamu."Pria itu kembali melangkah mengikis jarak. Almaira

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-21

    "Aku tidak membawa keycard saat menyusul Kak Shaka. Aku tidak bisa masuk, lalu Kak Tamara memaksaku menunggu di sana." Almaira berusaha menjelaskan kepada suaminya yang tampak sangat marah. Matanya bahkan memerah."Sejak kapan kamu tahu Xavier tinggal di sini?" tanya Shaka sinis."Tadi. Mereka juga pindah baru dua hari yang lalu.""Kita pergi dari sini," ujar Shaka sambil melangkahkan kakinya ke kamar, lalu ke walk in closet. Pria itu segera mengemasi pakaian dirinya dan Almaira.Almaira menghela napas. Dia sudah menebak akan seperti ini jadinya. "Aku bantu," ucap perempuan itu.Almaira tidak protes Shaka akan membawanya pindah. Dia sudah membuat keputusan akan mengikuti suaminya ke manapun. Shaka adalah rumahnya. Shaka adalah tempat Almaira pulang."Tidak bilang Mama dan Papa dulu, Kak?"Shaka membalas Almaira dengan tatapan tajam, membuat perempuan itu menutup mulutnya.Mereka kembali pindah ke rumah Shaka. Se

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-20

    "Kak, geli!" Almaira berusaha menarik kakinya yang sedang dikelitiki oleh Shaka.Selama empat bulan tinggal di apartemen, Almaira dan Shaka tidak pernah sekali pun bertengkar. Mereka justru semakin romantis dari hari ke hari. Keduanya menjadi pasangan yang tidak bisa terpisahkan meski hanya sesaat.Siapa itu Xavier? Almaira bahkan melupakan eksistensinya. Hati dan pikiran perempuan itu selalu dipenuhi oleh Shaka. Almaira telah jatuh cinta kepada Shaka.Tempat terbaik bagi Almaira adalah di samping suaminya itu. Sekarang dia benar-benar malas keluar unit. Almaira sudah seperti tidak memiliki kehidupan di luar sana. Lovara saja dia bebankan kepada sang adik."Ini akibatnya karena kamu pura-pura tidur." Shaka tidak memedulikan jeritan Almaira. Dia terus menarikan jari-jarinya di telapak kaki sang istri.Setelah memperkerjakan otaknya untuk naskah, Shaka akan meminta jatah kepada Almaira. Almaira justru pura-pura terlelap. Bukan ingin menolak

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-19

    "Pesawatnya masuk ke goa ... aaaaa." Almaira mengarahkan sendok ke mulut Shaka setelah memutarnya di udara.Shaka justru melengos. "Kamu tidak perlu seperti ini.""Kenapa? Selama ini Kak Shaka selalu merawatku padahal aku baik-baik saja. Sekarang giliran." Almaira kembali mengarahkan sendok.Namun, Shaka menggeleng pelan dengan mulut terkunci rapat."Kak Shaka." Almaira merengek. "Aku marah, nih. Adik-adikku bilang kalau aku lebih galak dari Mama."Shaka mengernyit. Ekspresinya seperti sedang meledek Almaira."Oke. Aku marah." Almaira menyimpan piring di nakas. Dia lalu bersedekap.Shaka mencubit pipi istrinya. "Aku merasa gagal menjadi suami kamu kalau kamu sampai menyuapiku seperti ini.""Loh, kenapa?""Karena aku ingin meratukan kamu.""Kalau aku ratu, Kak Shaka rajanya, kan?"Shaka tersenyum samar. "Apa aku pantas disebut raja? Status kita jelas berbeda."Almaira menghela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status