Share

4. Penyesalan Ardhan

Author: Noorie
last update Last Updated: 2023-05-10 22:38:50

"Biar saya saja," ucap Ardhan yang merebut sapu dari tangan Lova.

"Ya sudah, aku yang mengepel."

"Tidak. Kamu istirahat saja. Kamu masih kesakitan kan?"

Lova menurut. Dia memperhatikan gerakan Ardhan yang sangat kaku. Pria itu terlalu bertenaga mengayunkan sapunya sehingga debu justru bertebaran ke mana-mana.

"Maaf, Mas. Aku malah merepotkan," ucap Lova tulus. Ardhan pasti tidak terbiasa dengan pekerjaan seperti ini, sekarang dia justru melakukannya untuk Lova.

"Bukannya saya yang merepotkan kamu?" Ardhan mengatakan itu sambil mengepel, tanpa memeras kainnya lebih dulu. Pria itu seketika terkesiap. OB di kantor saat mengepel sepertinya tidak sebanjir ini.

"Diperas dulu kainnya, Mas." Lova memeragakan bagaimana caranya memeras kain, kalau-kalau Ardhan tidak tahu.

"Oh." Ardhan segera mengikuti instruksi Lova. "Sebaiknya kamu pekerjakan asisten rumah tangga saja," katanya setelah mengerjakan tugasnya yang tidak bersih.

"Aku tidak sanggup membayarnya, Mas."

Ardhan mengernyit. "Sekarang kan kamu istri saya. Saya memiliki kewajiban menafkahi kamu."

Oh. Lova kira Ardhan tidak akan menganggapnya sebagai istri. "Terserah Mas saja, asal tidak memberatkan."

"Kamu memang terlalu penurut." Ardhan menggeleng pelan. "Pantas Tami sangat memercayai kamu."

"Seorang istri memang harus menurut kepada suaminya selama tidak melanggar perintah agama."

Ardhan tersenyum. "Nah, sekarang kamu mau sarapan apa?" tanya pria itu setelah menyimpan peralatan bersih-bersih ke tempatnya semula.

"Terserah Mas saja." Lova tidak berani merekomendasikan makanan apa pun karena khawatir Ardhan tidak akan menyukainya. Selera mereka pasti berbeda.

"Terserah lagi? Sebagian laki-laki itu membenci kata 'terserah'-nya perempuan."

"Aku benar-benar menyerahkan keputusannya kepada Mas Ardhan. Aku ikut saja."

"Ya. Baiklah." Ardhan menghela napas. "Tunggu saja di sana," ucap Ardhan sambil menunjuk kursi yang biasa Lova gunakan saat menjahit.

Lova memandangi punggung Ardhan sampai dirinya menghilang setelah melewati partisi. Apa Ardhan akan memasak? tanya Lova di dalam hatinya. Dia semakin tidak enak kepada Ardhan. Seharusnya tidak seperti ini.

Beberapa saat kemudian, dua porsi omelette terhidang di hadapan Lova. Aromanya menggugah selera.

"Makanlah. Atau, perlu saya suapi?"

Lova lekas menggeleng dan mengambil bagiannya. Seharusnya Ardhan tidak perlu sebaik ini. Lova lebih suka Ardhan hanya memanfaatkannya sebagai mesin pembuat anak.

"Bagaimana?" tanya Ardhan.

"Enak." Sebenarnya terasa hambar.

Ardhan tersenyum senang mendapat pujian.

"Mas sampai kapan ada di sini?"

Khatami pasti sedang menunggu kepulangan suaminya. Lova tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Khatami menyambut sang suami yang baru bermalam dengan perempuan lain.

"Kamu mau saya tinggal lebih lama, atau sedang mengusir saya secara halus?"

 "Mengusir secara halus," jawabnya jujur.

"Bagaimana saya bisa pergi begitu saja setelah apa yang saya lakukan kepada kamu?"

"Aku baik-baik saja, Mas. Lagi pula ...." Wajah Lova memanas. "Aku menerimanya tanpa paksaan," ucap Lova pelan.

"Obat itu adalah bukti jika kamu tidak menginginkannya. Jujur saja, Lova."

Lova menelan susah payah suapan terakhirnya. Dia meraih air minum. Tenggorokannya tiba-tiba serat.

"Tempat Mas Ardhan bukan di sini. Mas harus kembali kepada Mbak Tami."

Ardhan tahu itu. Dia hanya ingin bertanggung jawab. Namun, jika Lova tidak menginginkan kehadirannya, dia bisa apa? Mungkin Lova tidak nyaman. Mungkin, jauh di lubuk hatinya, perempuan itu membenci Ardhan.

"Baiklah, kalau itu keinginan kamu. Saya akan mengirim seseorang untuk membantu pekerjaan kamu."

Sebenarnya Lova tidak memerlukan hal itu. Lova masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah di sela kesibukannya. Kontrakan ini juga kecil. Hanya ada empat ruangan. Ruang tamu, kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.

Ruang tamu Lova gunakan sebagai tempat kerjanya. Lova tidak terlalu sering merapikannya karena selalu berantakan oleh potongan kain. Lova juga jarang menerima tamu kecuali pelanggan yang tidak lain masih tetangganya juga. Jadi hal itu bukan masalah.

Ardhan sedang bersiap pergi saat seseorang mengunjungi kontrakan Lova.

🍼🍼🍼

"Aku mau mengambil CV milik Albi, Lov," ucap seorang perempuan yang usianya hanya terpaut tiga tahun dengan Lova. Dia adalah Alya, kakak perempuan Albi.

Lova terperanjat. Pasalnya saat Lova memberi tahu Albi jika dia akan membatalkan ta'aruf mereka, Albi menyuruh Lova membuang saja CV miliknya.

Namun, Lova tidak banyak bertanya. Lova segera mengambil map merah itu. Lova bersyukur belum sempat membuangnya karena sibuk.

"Ini, Kak. Aku tidak mengembalikannya karena Albi meminta untuk membuangnya saja."

Alya mendengkus. "Dasar anak itu! Sayang kalau dibuang. Repot dua kali kalau bikin yang baru."

Lova tidak menanggapi karena sepertinya Alya berbicara kepada dirinya sendiri.

"Omong-omong, Lov. Betul kamu membatalkan ta'aruf dengan Albi demi menikah dengan pria kaya beristri?"

Lova spontan menahan napas. Beritanya ternyata menyebar sangat cepat. Lova tidak berniat merahasiakan pernikahannya, tetapi tidak juga memberi tahu semua tetangganya. Hanya yang terdekat saja agar tidak terjadi salah paham yang berujung penggerebekan.

Lova tidak menyangka Alya yang tinggal di paling ujung gang sudah mengetahui hal ini.

"Benar, Mbak."

Alya menghela napas panjang. "Kamu ini, Lov. Albi mau menjadikan kamu satu-satunya, kamu malah memilih menjadi yang kedua. Menikah siri pula."

Ucapan Alya seperti anak panah yang melesat tepat mengenai sasaran.

"Aku dan Albi mungkin memang tidak berjodoh, Mbak."

"Syukurlah. Albi tidak jadi menikahi perempuan matre kayak kamu."

Lova berusaha tetap sabar. Dia tahu dia akan mendapat berbagai respons dari tetangganya, termasuk komentar negatif.

"Urusan Kak Alya sudah selesai kan? Bukannya bermaksud mengusir, tapi aku masih ada kesibukan lain."

Alya memandang Lova dengan tatapan merendahkan. "Sibuk memuaskan suami orang?"

Lova menggumamkan istigfar. "Suamiku juga, Mbak."

Alya tersenyum mengejek. "Aku tidak menyangka ternyata Lova yang katanya perempuan salihah itu aslinya begini."

"Begini bagaimana?" Ardhan yang sudah tidak tahan dengan ocehan perempuan itu segera bergabung. Ardhan menarik Lova sehingga Lova berdiri di belakangnya.

Alya membelalak, lalu mengibaskan tangannya. "Sudahlah. Aku mau pergi saja," ucapnya, lalu buru-buru meninggalkan kediaman Lova.

Ardhan berdecak. "Orang nyinyir tidak ada habisnya." Pria itu kemudian berbalik menghadap Lova. "Dia siapa?"

"Kakaknya Albi."

Sebelah alis Ardhan terangkat. "Laki-laki yang ingin menikahi kamu?"

"Masih proses perkenalan. Albi belum sempat melamar."

"Kamu menyukai laki-laki itu?"

Albi pria yang baik. Dia sering membantu warga sekitar yang sedang kesusahan. Albi juga sopan kepada semua orang tanpa memandang usia dan kasta. Bagaimana mungkin Lova tidak menyukainya?

"Maaf kamu jadi terlibat masalah kami. Seandainya saya mencari tahu dulu soal kamu lebih dalam lagi, saya tidak akan mengambil keputusan ini," ucap Ardhan benar-benar merasa bersalah.

Ardhan setuju menikahi Lova memang karena ingin membuat Khatami berhenti curiga berlebihan kepadanya. Namun, tidak bisa dipungkiri, Ardhan juga menginginkan buah hati.

"Yang harus terjadi akan tetap terjadi, Mas. Mas tidak perlu meminta maaf."

Tidak. Ardhan akan selalu dihantui rasa bersalah.

Ardhan meraih tangan Lova ke dalam genggamannya. "Setelah tugas kamu selesai nanti, saya berjanji akan menjamin hidup kamu. Saya tidak akan membiarkan kamu kekurangan apa pun. Saya tahu ini terkesan sombong karena saya hanya melihatnya dari segi materi. Tapi, hanya ini yang bisa saya lakukan."

Lova tersenyum, lantas mengangguk. Di dalam hati dia menjawab, "Tapi aku berencana pergi sejauh-jauhnya dari hidup Mas Ardhan, Mbak Tami, dan anak-anakku nanti."

"Sayang!"

Ardhan dan Lova segera menoleh ke sumber suara, dan mereka menemukan Khatami di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-24

    "Mengapa Anda menusuk suami Anda sendiri sebanyak tiga kali?" tanya hakim ketua."Mungkin ada cara lain untuk menghentikan Kak Shaka yang ingin membunuh Kak Xavier. Namun, yang ada di pikiran saya hanya itu karena ada gunting berada di dekat kaki saya," jawab Almaira."Kenapa Anda harus menusuk sebanyak tiga kali?"Almaira menghela napas. "Saya emosi karena sebelumnya Kak Shaka memaksa saya meminum obat penggugur kandungan. Saya marah karena Kak Shaka mengancam akan membunuh keluarga saya satu per satu. Saya sangat kecewa karena ...."Almaira menjeda ucapannya. Dia malu mengatakan hal itu. Namun, Almaira tetap harus mengungkap semua yang terjadi hari itu. "Saya kecewa dan malu karena Kak Shaka melakukan hal menjijikan dan serendah itu. Dia ... menggauli saya di depan Kak Xavier.""Apa Anda tahu motif Saudara Arshaka Lesmana melakukan hal itu.""Kak Shaka cemburu. Dia berpikir saya dan Kak Xavier masih saling mencintai. Kak Shaka

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-23

    "Di mana Maira?" tanya Xavier."Untuk apa kamu mencari istri orang?"Keduanya sama-sama melemparkan tatapan permusuhan."Mama dan Papa memintaku memastikan keadaannya.""Aku ini suaminya. Mereka sudah tidak punya hak, apalagi sampai mengutus orang lain.""Terserah apa katamu. Tapi aku tidak akan pergi sebelum memastikan Almaira baik-baik saja.""Aku bisa memanggil warga untuk mengusirmu."Xavier berdecak. "Sial. Aku sudah tidak bisa bersabar." Pria itu meringsek masuk. "Maira! Mai!" panggilnya berteriak.Shaka tentu tidak diam saja. Dia membalik badan Xavier, lalu melayangkan tinju ke pipinya.Xavier terhuyung. Dia segera menegakkan tubuh dan membalas pukulan Shaka."Keluar dari rumahku!" bentak Shaka."Di mana Maira?"Suara benda jatuh terdengar dari atas. Xavier segera menaiki tangga. Namun, Shaka tidak membiarkannya begitu saja. Shaka menarik Xavier, lalu mengempaskannya ke

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-22

    "Gugurkan kandungan itu!" ucap Shaka tegas.Almaira membelalak. Dia refleks melindungi perutnya menggunakan kedua tangan. "Tidak.""Aku tidak menginginkannya!""Tapi aku menginginkannya. Dia anakku. Anak kita."Shaka mengetatkan rahang. Padahal dia sudah vasektomi. Vasektomi memang tidak 100% mencegah kehamilan. Tahu begini Shaka akan tetap memakai pengaman."Kamu harus menggugurkannya, Sayang." Shaka mendekati sang istri.Almaira langsung mundur beberapa langkah sambil terus melindungi perutnya. "Tidak! Aku bukan pembunuh. Aku tidak mau membunuh anakku sendiri.""Al, mengertilah."Almaira menggeleng. Air mata berkejaran jatuh ke pipinya. "Kak Shaka yang seharusnya mengerti.""Aku tidak ingin ada orang ketiga di antara kita.""Dia darah daging Kak Shaka!" Almaira menjerit."Aku tidak peduli, Sayang. Aku hanya mencintai kamu."Pria itu kembali melangkah mengikis jarak. Almaira

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-21

    "Aku tidak membawa keycard saat menyusul Kak Shaka. Aku tidak bisa masuk, lalu Kak Tamara memaksaku menunggu di sana." Almaira berusaha menjelaskan kepada suaminya yang tampak sangat marah. Matanya bahkan memerah."Sejak kapan kamu tahu Xavier tinggal di sini?" tanya Shaka sinis."Tadi. Mereka juga pindah baru dua hari yang lalu.""Kita pergi dari sini," ujar Shaka sambil melangkahkan kakinya ke kamar, lalu ke walk in closet. Pria itu segera mengemasi pakaian dirinya dan Almaira.Almaira menghela napas. Dia sudah menebak akan seperti ini jadinya. "Aku bantu," ucap perempuan itu.Almaira tidak protes Shaka akan membawanya pindah. Dia sudah membuat keputusan akan mengikuti suaminya ke manapun. Shaka adalah rumahnya. Shaka adalah tempat Almaira pulang."Tidak bilang Mama dan Papa dulu, Kak?"Shaka membalas Almaira dengan tatapan tajam, membuat perempuan itu menutup mulutnya.Mereka kembali pindah ke rumah Shaka. Se

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-20

    "Kak, geli!" Almaira berusaha menarik kakinya yang sedang dikelitiki oleh Shaka.Selama empat bulan tinggal di apartemen, Almaira dan Shaka tidak pernah sekali pun bertengkar. Mereka justru semakin romantis dari hari ke hari. Keduanya menjadi pasangan yang tidak bisa terpisahkan meski hanya sesaat.Siapa itu Xavier? Almaira bahkan melupakan eksistensinya. Hati dan pikiran perempuan itu selalu dipenuhi oleh Shaka. Almaira telah jatuh cinta kepada Shaka.Tempat terbaik bagi Almaira adalah di samping suaminya itu. Sekarang dia benar-benar malas keluar unit. Almaira sudah seperti tidak memiliki kehidupan di luar sana. Lovara saja dia bebankan kepada sang adik."Ini akibatnya karena kamu pura-pura tidur." Shaka tidak memedulikan jeritan Almaira. Dia terus menarikan jari-jarinya di telapak kaki sang istri.Setelah memperkerjakan otaknya untuk naskah, Shaka akan meminta jatah kepada Almaira. Almaira justru pura-pura terlelap. Bukan ingin menolak

  • Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat   S2-19

    "Pesawatnya masuk ke goa ... aaaaa." Almaira mengarahkan sendok ke mulut Shaka setelah memutarnya di udara.Shaka justru melengos. "Kamu tidak perlu seperti ini.""Kenapa? Selama ini Kak Shaka selalu merawatku padahal aku baik-baik saja. Sekarang giliran." Almaira kembali mengarahkan sendok.Namun, Shaka menggeleng pelan dengan mulut terkunci rapat."Kak Shaka." Almaira merengek. "Aku marah, nih. Adik-adikku bilang kalau aku lebih galak dari Mama."Shaka mengernyit. Ekspresinya seperti sedang meledek Almaira."Oke. Aku marah." Almaira menyimpan piring di nakas. Dia lalu bersedekap.Shaka mencubit pipi istrinya. "Aku merasa gagal menjadi suami kamu kalau kamu sampai menyuapiku seperti ini.""Loh, kenapa?""Karena aku ingin meratukan kamu.""Kalau aku ratu, Kak Shaka rajanya, kan?"Shaka tersenyum samar. "Apa aku pantas disebut raja? Status kita jelas berbeda."Almaira menghela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status