Seseorang maju membawa buket bunga mahal import, tapi itu -- bunga tulip kuning. Dengan senyum tipis, dia menyodorkannya.Buket itu memang tampak cantik. Ya, tulip kuning tersusun rapi di antara pita satin putih dan kertas pembungkus keemasan. Tapi Amber tahu, di balik kelopak cerianya, tulip kuning selalu bicara soal bahagia yang pura-pura. Seolah seluruh gedung ini ingin menertawakannya dengan cara sopan.Tulip kuning bisa digunakan untuk menyampaikan pesan -- [Aku senang kamu menikah ... meski aku tahu itu penuh kepalsuan.]"Selamat atas pernikahannya, Bu Amber. Se mo ga langgeng." Ada pemotongan pada kata 'semoga'. Apa mereka berharap sebaliknya?Amber nyaris tak bisa menolak. Dengan senyum kaku, dia mengambil bunga itu dan menoleh pada Reyvan yang sudah berdiri santai di sampingnya, jelas menikmati semua kehebohan ini.Amber mendekat dan berbisik, "Ini pasti rencanamu, kan? Sengaja mau buat aku malu. Sekalian aja pajang banner besar -- 'Selamat Datang Pengganti Pengganti yang Tak
"Ada Nona Grace di bawah, Tuan besar," ucap asisten Opa Kalingga.Opa duduk di kursi goyangnya dengan tatapan kosong. "Mau apa dia? Kamu awasi apa yang akan dia lakukan."--Di halaman belakang. "Tante, aku harus gimana sekarang?" Grace duduk di hadapan Tania, wajahnya merah dan lembab. Air matanya jatuh tanpa henti, bahunya bergetar menahan isak.Tania menatapnya prihatin. "Grace, duduklah dulu. Tarik napas. Kenapa kamu nangis begini? Ada apa? Ceritakan sama Tante."Grace menggigit bibirnya, lalu sesegukan. "Tante … a-aku ... aku udah nggak tahu harus bagaimana. Aku nggak mau hidup lagi."Tania tercengang. "Jangan ngomong sembarangan begitu!""Aku udah nurut, Tante. Nurut sama Papa. Selama satu tahun ini aku selesaikan semua kontrak di luar negeri, pulang karena disuruh berkarir di sini. Tapi sekarang? Sekarang malah disuruh nikah sama pria yang nggak aku suka. Orang itu jahat, Tante. Aku tahu dia suka main wanita." Grace tersedu-sedu.Tania mengelus punggung Grace perlahan, mencoba
"Cerai? Dari awal aku sudah bilang. Dalam pernikahan ini, kata ‘cerai’ cuma bisa keluar dari mulutku. Bukan kamu!" sentak Reyvan dengan memegang erat tangan Amber.Amber mencabut paksa tangannya, dia menatap tajam. "Aku membencimu, Rey. Kamu pria paling jahat yang pernah aku temui."Reyvan menahan napas, tapi tak membalas sepatah kata pun. Sedang Amber kembali membuang muka.'Kenapa semua jadi seperti ini? Kapan aku bisa lepas dari pria ini?' batin Amber.Reyvan hanya melirik sekilas. Dadanya bergemuruh hebat dan naik turun karena getaran emosi. Tangannya mengepal kuat di atas pahanya.Mobil kembali tenggelam dalam keheningan yang lebih dingin dari AC yang menyala.Tiba di rumah, Amber gegas turun dan langsung berjalan cepat tanpa berkata sepatah kata pun pada Reyvan.Reyvan yang jengkel langsung masuk ke ruang kerja. Dia membuka pintu ruang kerjanya dengan hentakan keras.Nafasnya naik turun. Dengan kasar, Reyvan menghempaskan tubuhnya ke sofa kulit hitam di pojok ruangan, menyandark
Amber tertawa kecil sambil mengunyah potongan daging wagyu di mulutnya."Kamu tahu, Vid." Suaranya sedikit sengau karena mulutnya masih penuh makanan. "Kurasa Reyvan itu punya kelainan. Dia nggak suka sama wanita. Mungkin kamu punya rekomendasi psikolog yang bagus. Reyvan ini kayaknya punya gejala gila."David tergelak pelan. "Amber, aku ngerti kamu lagi jengkel. Tapi hati-hati sama dia. Reyvan itu bukan tipe pria yang gampang dilawan pakai cara biasa. Dalam bisnis dia dikenal kejam. Bisa menghancurkan lawan, tanpa mikir dua kali. Kamu harus bisa hadapi dia dengan cara yang beda, jangan sampai kamu celaka."Amber mencibir. "Maksudmu aku harus ngalah? Hish! Males! Dia bilang aku yang merusak hidupnya, padahal jelas-jelas dia yang ngacak-acak hidupku. Dia nggak punya ketampanan sama sekali. Kekayaannya juga nggak istimewa. Jadi, kalau dipikir pakai akal sehat sesehat-sehatnya, buat apa aku repot-repot pakai trik licik berusaha jadi istrinya? Apa aku segila itu, ngincer cowok kayak Reyva
Di depan ruang ICU, suasana terasa sunyi mencekam. Amber berdiri di balik dinding pembatas, bersembunyi dalam diam. Matanya tajam mengawasi, telinganya siaga mencuri dengar percakapan yang berlangsung di depan ruang berlabel Intensive Care Unit. "Pasien kehilangan banyak darah. Hemoglobin turun drastis, tekanan darah sempat anjlok saat perjalanan ke rumah sakit. "Kami sudah lakukan transfusi dan stabilisasi. Sayangnya ... janinnya tidak bisa dipertahankan. Terlalu banyak pendarahan, dan usia kandungan juga belum cukup kuat." "Kondisinya masih dalam pengawasan intensif, Pak. Kami akan terus memantau. Yang terpenting sekarang adalah kestabilan sistem vital pasien." Papa Jordi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Napasnya terdengar berat. "Tolong selamatkan anak saya, Dok. Berapa pun biayanya, akan saya bayar." "Kami akan lakukan yang terbaik," ujar dokter singkat, lalu memberi isyarat pada perawat dan pergi. Amber diam di tempat, matanya memerah. Apa yang sebenarnya terjadi pada Amber.
"Siapa?" Reyvan menatap Amber dengan dahi berkerut saat melihat Amber menerima telepon.Amber melotot dan cepat menutup bagian speaker dengan tatapan gugup dan senyum kaku. "Ehm, aku masuk kamar dulu."Wanita itu cepat berlari ke kamar, membuat Reyvan curiga. Perasaannya mendadak tak nyaman."Apa dia lagi bicara sama pria lain? Heh, kenapa harus seperti maling? Bukannya dia sudah putus sama pria brengsek itu. Terus siapa pria yang bicara dengannya kali ini? Pacar baru? Cepat sekali dia dapat gantinya? Dan pria itu pasti orang bodoh. Berani memacari istri Reyvan Kalingga." Dia menggerutu dengan asumsinya sendiri.Begitu Amber masuk kamar. Dia cepat mengunci pintu dengan napas memburu berat."Ma, ada apa?""Amber? Kamu nggak dengar tadi Mama ngomong apa?"Suara Diana terdengar tajam seperti biasa"Gimana? Mama ngomong apa tadi nggak jelas.""Mama sudah dapat rekaman yang kamu minta. Seperti yang kamu duga, rekaman utama di dalam rumah sudah dihapus, entah sama siapa. Tapi Mama berhasil