Share

Bab 4. Tugas Istri

Author: Angsa Kecil
last update Last Updated: 2025-05-30 14:26:47

Siska, pembantu itu tersenyum miring, samar. "Baru sehari sudah sok mau atur-atur rumah. Anda memang Nyonya. Tapi tidak diakui di keluarga ini. Urusan Tuan Rey, dari dulu saya yang tangani. Lebih baik jaga sikap. Jangan sampai bikin Tuan marah di awal."

Amber menatapnya lama. "Kalau kamu tidak mau kasih tahu, tidak masalah. Aku tinggal tanya langsung sama Reyvan atau Opa. Nanti biar mereka yang nilai, pembantu rumah ini melawan perintah istri sah Reyvan Kalingga. Dan asal kamu tahu, semua ini juga perintah dari mereka."

Siska menegang, matanya membelalak. Senyum kecut langsung terbit, menahan geram. "Ikut saya!"

Amber mengikuti Siska menuju meja kecil dekat dapur. Siska duduk lebih dulu, menyilangkan kaki, lalu mulai bicara dengan ritme cepat.

"Tuan Rey suka warna gelap seperti hitam, biru navy, abu-abu tua. Bajunya harus disetrika kering, kancing dicek satu-satu. Dasi harus cocok sama warna jam tangannya, bukan bajunya. Sepatu ganti setiap hari, sesuai kegiatan. Tapi jangan pernah coba bereskan ruang kerja atau kamarnya tanpa izin. Dia benci kalau barangnya berpindah dan disentuh sembarangan."

Amber hanya mengangguk kecil, menyerap semua dan mematri dalam ingatannya.

"Pagi-pagi, yang bangunkan Tuan ya saya. Sarapan ringan, roti gandum, salad kecil, kopi hitam. Makan malam, kalau dia minta. Biasanya grilled salmon, beef steak, atau ayam kukus dengan butter garlic. Sayur harus segar, buah dingin, dan dia nggak suka makanan manis. Nggak ada alergi, tapi tuan paling benci kalau makanan terlalu asin atau terlalu banyak rempah. Dia orangnya presisi."

Siska berhenti, menatap Amber dengan alis terangkat. "Paham?"

Amber tersenyum kecil. "Sangat."

Lalu Amber menatap lurus.

"Mulai hari ini, selama aku ada di rumah ini, aku sendiri yang akan urus semua keperluan tuan kalian. Tidak akan merepotkan kalian."

Wajah Siska langsung berubah. Perempuan 33 tahun itu berdiri mendadak.

"Ya terserah! Asal jangan sampai Anda mengacaukan selera dan mood Tuan aja. Sekali tuan marah, semua bisa kena," dengkusnya ketus.

Amber berdiri tenang. "Terima kasih sudah menjelaskan."

Siska mendesis pelan, lalu berbalik, berjalan kembali ke arah dapur.

Setelah itu, satu persatu apa yang jadi tugas Amber dilakukan. Hingga tiba saatnya dia harus membangunkan suaminya.

Ini pertama kalinya dia akan masuk kamar utama suaminya. Dia mengetuk pintu dulu, tanpa menunggu jawaban, dia langsung masuk.

Begitu masuk, dia menelan ludah saat melihat sosok suaminya.

"Mau apa kamu di kamarku?!" Reyvan terbelalak saat melihat Amber berdiri masuk kamarnya.

Amber langsung berbalik. Wajahnya memerah seketika. Saat masuk tanpa mengetuk, dia langsung disuguhi pemandangan tubuh kekar suaminya yang hanya dibalut handuk putih melilit pinggang. Otot perutnya terukir jelas, dada bidangnya tampak masih sedikit basah.

Reyvan mendesis. Tatapannya tajam bak belati, lalu dia kembali membentak.

"Kenapa belum pergi?!"

Amber menunduk, masih posisi menyamping. "A-aku mau membangunkanmu dan menyiapkan baju."

Reyvan terkekeh. "Mau membangunkanku? Tidak lihat ini jam berapa? Dan apa kamu nggak tahu, yang biasa menyiapkan baju itu pengurus rumah pria?"

Amber terdiam. Barulah dia sadar kalau Siska membohonginya. Tapi dia tidak boleh mundur sekarang. Terlanjur masuk ke kamar itu, harus ada yang bisa dibalikkan.

Perlahan Amber memutar tubuh, meski tatapannya tetap ke bawah. "Bukannya kamu bilang sendiri kalau aku juga harus mengurus keseharianmu? Dan bukannya menyiapkan baju termasuk urusan keseharianmu?"

Reyvan mengatup matanya sebentar. Ya, dia memang mengatakan soal itu.

Amber menarik napas dalam. "Mulai sekarang, aku yang akan mengatur semua soal kebutuhanmu di rumah ini. Termasuk membangunkanmu setiap pagi dan menyiapkan baju kerjamu."

Reyvan tersenyum tipis. Tatapannya tajam, menyiratkan banyak hal yang tak bisa ditebak. Sungguh, dia makin penasaran dengan wanita yang menjadi istrinya itu.

Beberapa saat kemudian, Reyvan berbalik, melangkah menuju walk-in closet. "Ikuti aku kalau kamu memang mau menyiapkan bajuku."

Jantung Amber berdetak tak karuan. Dia sedikit gemetar. Jujur saja, selama pacaran dengan Dion dulu, dia bahkan belum pernah melihat Dion bertelanjang dada.

Sampai di walk-in closet, Amber tertegun.

Ruangannya tidak sempit. Rak-rak tinggi memenuhi sisi dinding, berisi jas-jas mahal dari desainer ternama, kemeja-kemeja limited edition, tak sedikit dasi dari luar negeri, dan deretan parfum pria high class. Di pojok ruangan, ada lemari kaca berisi koleksi jam tangan eksklusif dan rak sepatu formal dari kulit asli, mengkilap sempurna.

"Kenapa masih diam? Suara Reyvan membuyarkan lamunan Amber. "Aku ada meeting pagi ini, dan kamu cepat ambilkan setelan jasku."

"O-oh, iya!" Amber lekas bergerak. Matanya menyapu jajaran kemeja dan jas. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil setelan jas berwarna midnight blue dengan potongan slim fit. Dia padukan dengan dasi sutra hitam bermotif garis tipis silver, dan jam tangan hitam berlapis platinum dengan desain elegan.

Reyvan hanya melipat tangan, memperhatikannya dari balik cermin panjang di sisi kanan. Sudut bibirnya sedikit terangkat.

Amber meletakkan jas dan kemeja pada stand hanger berdiri di sudut ruangan, sekat cermin panjang. Dasi dan jam tangan dia letakkan rapi di atas meja kaca bundar.

"Kemarin kita baru menikah. Sekarang kamu sudah masuk kerja? Nggak takut jadi omongan publik?" tanya Amber lirih.

"Aku tidak peduli dengan opini publik. Kamu juga bisa mulai kerja lagi besok. Jangan hari ini," balas Reyvan datar

Amber mengangguk. "Baik. Kalau begitu aku akan keluar dulu."

"Tunggu!"

Langkah Amber terhenti. Tubuhnya mematung. Ingin menghindari tatapan Reyvan, tapi matanya masih sempat mencuri pandang.

Pantas Reyvan dikagumi para wanita. Wajahnya tampan dengan garis tegas, karismanya mendominasi, tubuhnya tinggi atletis, dan suara beratnya mampu membuat detak jantung tak karuan. Belum lagi statusnya sebagai CEO muda dengan kekayaan luar biasa.

Reyvan mengambil kemeja dari gantungan, lalu mulai memakainya di depan cermin. Dan detik itu juga, dia menyadari kalau tatapan Amber belum beranjak dari dirinya.

Tanpa menoleh, Reyvan tersenyum tipis. "Kemari!"

Amber melangkah pelan ragu. "Ada apa?"

Reyvan berbalik, tubuhnya kini tepat menghadap Amber. "Kancingkan!" ucapnya pelan tapi tegas.

Amber membeliak. "Apa?"

"Kamu bilang mau mengurus semua keperluanku. Kenapa masih tanya? Jangan bilang mau keluar sebelum selesai melakukan tugas." Reyvan menyeringai tipis.

Mata Amber masih membelalak. Jarak mereka begitu dekat. Dada bidang Reyvan dan otot perutnya yang nyaris sempurna membuat napasnya tercekat.

"Mengurus bukan berarti sampai mengancingkan kemeja. Tadi aku sudah menyiapkan baju dan lainnya. Kalau ada perlu lain, silakan katakan. Tapi yang ini, tidak," gumamnya gugup. Wajah Amber kian memerah. Jantungnya juga berdetak makin kencang.

Reyvan menatapnya lekat senyumnya tipis. "Kalau bukan istriku yang mengancingkan kemeja, apa aku harus panggil pembantu?"

Amber menatap tajam kesal. Setelah mengancingkan baju, apalagi yang mau Reyvan lakukan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 173. Tergantung Usahamu

    Reyvan menatap tajam dan mencebik. "Siapa yang mau diskusi kerjaan. Ya soal produksi anak!""Permisi, Pak." Prama langsung balik kanan. Menyesal bertanya.'Memang bos nggak ada akhlak! Sedikit saja paham perasaan orang!' gerutu Prama dalam hati.Lalu, Reyvan menatap arah balkon.-----'Dia mau kemari?' batin Amber dengan jantung berdegup kencang. Buru-buru dia mundur dan duduk bersandar di kursi rotan panjang, berpose seolah tampak natural, mata terpejam seperti sedang menikmati angin laut.Reyvan berjalan cepat ke balkon, langkahnya penuh percaya diri. Senyum lebarnya melengkung, memancarkan aura cool yang selalu dia bawa ke mana pun.Begitu melihat istrinya, dia bak mendapat semilir angin setelah terkena panas harian. “Ehem! Sorry. Ada pekerjaan penting yang harus aku bahas dengan Prama. Kamu nggak marah, kan?” Dia menarik kursi dan langsung duduk di dekat istrinya.Amber masih menutup matanya, tidak menanggapi. “Hem ….”Dalam hatinya, gelombang resah menyesak. 'Bahas Deandra di be

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 172. Bisik-bisik

    “Kamarmu di sebelah kamar Deandra?” Reyvan terheran kaget. Dia bicara pakai volume lirih. Takut istrinya mendengar apa yang mereka bicarakan.Prama mengangguk kecil. Dia juga memperkecil volumenya. “Benar, Pak. Saya mengambil kamar di lorong yang sama dengan kamar Nona Deandra. Dari sana, saya bisa mengawasi semua gerak-geriknya. Bukannya itu yang Anda mau?”Dari sana, Amber sengaja mencuri dengar. Tapi jangkauan telinganya tidak bisa mendengar jelas. Kini matanya menegang. 'Apa yang sedang mereka bicarakan? Apa Reyvan masih membahas soal semalam dengan Prama? Apa Reyvan tidak punya privasi? Kenapa dari tadi malah seperti pamer dengan percaya dirinya soal efek semalam?' batinnya. Yang mengira suaminya senang bercerita soal malam panasnya dengan Prama.Reyvan mengetuk meja dengan jemarinya. “Hemm, bagus. Sekarang, apa rencanamu untuknya? Aku sedang tidak bisa berpikir. Kamu tahu sendiri kalau sejak datang di tempat ini, aku sangat sibuk menjaga istriku.”Menjaga? Prama bertanya pada di

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 171. Ya Ampun Reyvan ....

    Amber duduk bersandar headboard di sisi suaminya. Dia penasaran apa yang akan dikatakan mertuanya, lebih penasaran lagi dengan apa yang akan dikatakan Reyvan. Apa akan jujur kalau mereka sudah- “Kenapa kemarin tidak menemui Mama? Mama sudah menunggumu saat di kediaman, dan sekarang pun Mama sedang ada di rumahmu, tapi kamu di mana?!” teriak Tania melengking. Amber menegang, tangannya mencengkeram selimut. Dadanya sedikit sesak. Hidup dengan Reyvan tanpa restu, apakah mungkin? Bagaimana jika keluarga besar Kalingga akan selamanya menolaknya? Akh, tidak bisa. Pasti ada caranya. 'Pesona apa yang tidak bisa mereka tolak?' batin Amber. Mulai berpikir keras. Reyvan malah tenang, suaranya pun datar. “Oh, lagi ngadon ....” Mata Amber membelalak tegang. Enteng banget suaminya bilang. Di sana, mata Tania melotot. “Ngadon apaan? Ngomong yang benar! Cepat temui Mama sekarang!” teriaknya. Tawa pendek keluar dari Reyvan. “Bulan madu, Ma. Sekalian bikin adonan cicit, sesuai pesanan Opa.” Ambe

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 170. Unboxing Juga

    Amber berdiri gugup di tengah kamar dengan lingerie tipis yang melekat di tubuhnya. Cahaya temaram lilin menyorot lekuk siluetnya, membuat wajahnya semakin memerah. Jantungnya berdebar hebat, hampir tak sanggup menahan gelombang rasa malu bercampur gugup.Tatapan Reyvan membeku. Matanya menyapu setiap inci tubuh istrinya dengan gejolak yang ditahan. Nafasnya tercekat. Lingerie itu … entah bagaimana Amber bisa mau memakainya, tapi kini sosok istrinya begitu mempesona dan menggoda di depan mata.Tak bisa mengendalikan diri lagi, Reyvan pelan mendekat. Dalam satu gerakan, bibirnya menyambar bibir Amber.Ciuman itu begitu dalam, membuat Amber terbelalak sesaat, lalu matanya terpejam mengikuti arus. Tubuhnya bergetar, tangannya refleks menempel pada dada bidang suaminya.Dengan gerakan pelan, Reyvan meraih pinggang Amber dan mengangkat tubuh istrinya.Amber terperanjat, kedua tangannya mencengkeram bahu Reyvan erat. Lalu, pria itu membaringkannya perlahan di atas ranjang. Sorot mata Reyva

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 169. Lingerie itu, Dipakai Juga

    Amber menutup mulutnya yang ternganga, matanya membelalak tak percaya saat pintu kamar resort terbuka.Honeymoon suite itu seakan membuat napasnya berhenti sejenak. Ruangan luas dengan jendela kaca menampilkan laut biru yang berkilau di bawah sinar matahari senja. Ranjang king-size, di atasnya tertabur kelopak mawar merah yang membentuk hati. Balkon terbuka langsung menghadap pantai dengan suara debur ombak yang menenangkan. Amber tercengang, hatinya bergetar haru, matanya berkaca-kaca, dan senyum lebarnya tak mampu dia sembunyikan.Reyvan menatap puas wajah istrinya yang bersinar. Senyum samar melintas di bibir pria itu.Lalu, Reyvan mendekat, kedua lengannya melingkari pinggang Amber dari belakang. “Kamu suka?”Amber menoleh sedikit, menatap wajah tampan suaminya yang kini bertumpu di atas pundaknya. Dia mengangguk. “Makasih, aku suka.”Pelukan itu terurai perlahan, berganti dengan tatapan dalam. “Istirahatlah sebentar. Nanti akan kuajak keliling tempat ini.”Amber mengangguk. Tubu

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   Bab 168. Mohon Bantuanmu, Membuat Cicit

    “Honeymoon. Kita akan berangkat sekarang ke luar negeri.”Dada Amber langsung mendesir tak karuan. Rasanya bak tersengat energi yang menciptakan gelenyar-gelenyar rasa berbunga-bunga, tapi gugup tak karuan. Sedang Reyvan menghela napas panjang dengan wajah tenang, aura cool tetap dia jaga. Tatapannya datar, seolah biasa saja. Padahal di dalam kantong celana, tangannya meremas-remas gugup tak terkendali.Belum ada jawaban. Istrinya itu malah mematung, membuat pria itu semakin gelisah.“Jangan kecewakan Opa. Di usianya itu, harusnya beliau sudah punya cicit minimal lima. Tapi satu pun belum ada. Aku sebagai cucunya merasa bersalah. Dan aku .…” Napas Reyvan tersendat, sorot matanya menatap lurus pada Amber, dengan segudang perasaan tak karuan. “Mohon bantuanmu. Karena aku tidak bisa mengabulkan keinginan Opa sendirian.”Ya jelaslah, Reyvan tidak bisa membuat adonan cicit seorang diri. Itu bukan pekerjaan yang bisa dilakukan solo. Harus ada pasangannya. Harus ada Amber.“Bu-bulan madu?”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status