Compartilhar

Bab 3. Masuk Kamar Suami

Autor: Angsa Kecil
last update Última atualização: 2025-05-30 14:26:18

"Mau apa kamu memanggilku malam begini?"

Reyvan menutup laptop perlahan, lalu menatap Amber sambil menegakkan tubuhnya. Tatapannya begitu tajam.

"Kenapa kamu tidak makan malam? Kamu kira rumah ini kekurangan makanan hanya karena bertambah satu orang? Atau nona muda Dinata biasa dilayani bak ratu?" Senyumnya miring sinis.

Amber meremas jemarinya sendiri, menahan gemuruh di dadanya. Jelas tidak ada yang memanggilnya untuk makan malam.

Lalu Amber tersenyum tipis. "Aku kira rumah seorang Tuan muda yang sebesar ini tidak punya acara makan malam, jadi aku tidak keluar. Atau Tuan rumahnya terlalu sibuk untuk makan sendiri sampai lupa kalau ada penghuni baru?"

Reyvan membelalak kecil, sedikit terkejut dengan jawaban itu. Namun, buru-buru menyembunyikannya dengan senyum remeh.

"Selain licik, ternyata keluarga Dinata juga menurunkan bakat membual."

Amber menarik napas tajam. Rasa sakit itu kembali menjalari dadanya. "Kalau ada hal penting, cepat katakan. Aku lelah. Mau tidur dan berharap cepat pergi dari dunia nyata."

Reyvan terkekeh, remeh. "Seindah apa mimpimu sampai buru-buru mau pergi? Tapi sayang sekali, setelah masuk rumah ini, kamu tidak akan pernah punya mimpi indah lagi. Bahkan tidur pun tidak akan pernah tenang."

Amber menatap tajam, rahangnya mengeras. Masih memaksakan senyum tipis.

Reyvan melirik Prama.

Prama mengangguk. "Amber Madina. Dua puluh enam tahun. Karyawan bagian keuangan di Kalingga Corp, selama dua tahun terakhir."

Reyvan menyeringai kecil, menatap Amber dengan sorot mengejek. "Kamu bahkan tidak bisa pakai nama Dinata. Tidak bisa masuk perusahaan keluarga sendiri. Tapi ayahmu, dengan penuh percaya diri menyerahkan anak buangannya pada pewaris keluarga Kalingga. Sungguh membuatku terkesan."

Amber mengepal. "Kalau bisa memutar waktu, aku tidak akan datang ke hotel itu. Dan tidak sudi menikah dengan pria angkuh sepertimu."

"Kamu!" Reyvan membelalak tajam dengan rahang mengeras. Lalu sekian detik, terbit senyum tipis di satu sudut bibirnya.

Seumur-umur belum ada wanita yang mengatakan hal seperti itu padanya. Selama ini para wanita selalu memuja dan berusaha menarik perhatiannya dengan cara apa pun.

Amber menghela napas berat. "Jangan bertele-tele lagi. Sebenarnya yang mau kamu bicarakan?"

Reyvan mendengkus. "Aku akan bicara soal pernikahan kita yang di luar dugaan. Kita akan tidur di kamar terpisah. Meski begitu, di depan publik, terutama opa, kita harus tampak seperti pasangan pengantin biasa. Mesra, harmonis, saling mendukung dan saling perhatian. Karena pernikahan kita disaksikan publik."

Amber tertawa kecil. "Dan aku harus menuruti semua itu? Bagaimana saat di kantor? Aku harus menganggapmu atasan dan aku bawahan, atau aku sebagai nyonya Kalingga?"

Sorot mata Reyvan menajam. Dalam diam, dia kesal sendiri. Kenapa Amber harus bekerja di kantornya?

"Kalau begitu, resign saja. Kamu cukup di rumah. Mau apa di rumah, terserah. Aku jamin hidupmu tidak akan kekurangan."

Amber sontak menggeleng. "Aku tetap mau kerja. Kalau keluar dari perusahaanmu, aku akan cari tempat kerja lain."

Reyvan mendesis. "Tugasmu juga termasuk menjaga nama baik suamimu, Amber. Apa kamu paham artinya bekerja di perusahaan lain setelah keluar dari perusahaan suamimu?"

Amber menegakkan bahu. "Ya sudah. Kalau gitu aku akan tetap kerja seperti biasa. Dan katakan saja bagaimana aku harus bersikap di kantor. Apa juga harus berpura-pura mesra?"

"Di kantor, kita seperti biasa. Tidak ada kemesraan. Jangan tanggapi omongan publik. Fokus saja kerja dan diam."

Amber mengangguk. "Lalu, apa lagi?"

Reyvan menatap dingin. "Di rumah ini, kamu harus hati-hati. Banyak mata-mata opa di sini. Kamu harus tetap jalankan peran sebagai istri. Siapkan makan, urus keseharianku. Soal kamar, kita memang sudah dapat izin tidur terpisah. Karena kamu istri dadakan."

Amber menarik napas panjang. "Paham. Cuma itu?"

Reyvan menyandarkan punggung. "Kalau begitu, keluar. Aku masih ada kerjaan. Ingat, besok bangun pagi sekali. Tanya pembantu apa saja yang harus kamu lakukan."

Tanpa berkata-kata lagi, Amber berdiri. Tapi sebelum melangkah pergi, dia sempat berbalik.

"Aku mungkin cuma istri dadakan, tapi kamu juga BUKAN suami idamanku."

Amber cepat keluar.

"Hish! Wanita ini!" Reyvan mendengkus keras. Tangan kirinya mencengkeram kuat.

Reyvan meradang. Dia berdiri menatap arah pintu sambil menunjuk, tapi sorot matanya tajam pada Prama.

"Kamu lihat, Pram! Lihat seperti apa wanita buangan yang dikirim keluarga Dinata padaku? Janji nikah macam apa ini? Padahal kakek Dinata sudah meninggal, kenapa opa masih repot menikahkan cucunya denganku? Konyol!"

Deru napas Reyvan berat memburu. Lalu dia kembali menghentakkan tubuhnya ke sofa. Meremas rambutnya kuat. "Argghh!"

Prama duduk di seberang Reyvan. "Maaf, jika saya lancang, Pak Rey. Amber ini kalau di kantor diam dan jarang bergaul dengan yang lain. Tapi soal pekerjaan, dia selalu profesional dan cakap. Entah kenapa di depan Anda dia berani kurang ajar."

Reyvan terkekeh geli menatap Prama. "Dia pendiam?"

Prama mengangguk. "Kalau Anda ingin saya melakukan sesuatu pada Amber, katakan saja. Saya pasti tidak akan membiarkan wanita itu menyakiti dan membuat Anda terganggu."

Reyvan mendesah berat. "Sudahlah, kamu bisa pulang atau istirahat di rumah ini malam ini. Besok kita akan tetap masuk kerja."

"Tapi, Opa bilang kalau tiga hari ini Anda di rumah saja."

"Aku nggak peduli. Kenapa aku harus di rumah? Menjaga wanita itu?" Reyvan menghentakkan napasnya.

Pagi harinya.

Masih gelap ketika Amber membuka matanya, Bahkan matahari pun belum menampakkan sinarnya.

Dia terus ingat perkataan Reyvan semalam, harus memerankan istri sesungguhnya.

Amber menarik napas dalam. Di rumah ini, semua mata mengawasinya. Dan dia harus tahu siapa yang harus diwaspadai.

Selesai mandi, Amber menatap cermin besar di kamar. Rambutnya disisir rapi ke belakang, dikuncir setengah, dengan make up tipis dan natural. Dress rumahan warna abu-abu lembut membingkai siluet tubuhnya, tapi cukup menonjolkan kesan anggun. Wajahnya juga tampak cantik dan manis.

Dia turun ke dapur.

Aroma roti panggang dan suara alat masak terdengar lebih dulu sebelum pandangan matanya menangkap tiga wanita berseragam rumah tangga. Satu berdiri di depan kompor, satu menyiapkan lainnya, dan satu lagi yang berdiri paling tegak dan berwajah paling ketus-Siska.

Amber melangkah pelan, mendekat. "Selamat pagi," ucapnya datar tapi terdengar ramah.

Ketiganya sontak menoleh. Tapi hanya Siska yang maju.

"Pagi-pagi sudah ke dapur? Ada perlu, Nyonya?" ketus Siska, tanpa basa-basi.

Amber tetap berdiri tegak. "Aku mau tahu soal kebiasaan suamiku di rumah dan lainnya. Selera pakaiannya, makanan favoritnya, apa yang tidak dia suka, dan mungkin kalau ada alergi. Aku butuh semua informasi itu."

Siska tersenyum culas.

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App
Comentários (2)
goodnovel comment avatar
Fitria Wongga
bagus lanjutkan
goodnovel comment avatar
Siti Mariam
bagus lanjut
VER TODOS OS COMENTÁRIOS

Último capítulo

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-57

    Victor tidak terima dengan status level yang diberikan David. "Apa kamu bilang? Level menengah? Hey, jangan sembarangan bicara. Aku juga CEO. Tapi masih CEO. Sedang kamu? Mantan CEO. Ya, memang masuk dokter. Tapi hartaku nggak akan habis untuk membeli rumah sakitmu. "Vid! Vic! Kalian-" Irish jadi serba salah. Dia ingin membela David karena gengsi, tapi juga ingin memarahi David karena datang datang langsung buat ulah. Dia ingin Victor pergi, tapi juga ingin tahu, David marah karena cemburu atau karena gengsinya. "David!" Sorot matanya Irish menajam sambil mengangguk kecil, berharap suaminya itu paham. Jangan buat situasi makin rumit. David menatap sorot mata yang malah tampak menggemaskan itu. Apalagi rahang Irish yang ditekan malah membuat dua pipi wanita itu menggembung. "Kamu sedang merayuku? Kebiasaan. Lihat, masih ada orang. Nanti saja kalau kita di kamar berdua." Langsung saja, wajah Irish jadi lemas. Percuma! Pokoknya percuma membuat bahasa mimik muka dengan suaminya itu. D

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-56

    "Aku tidak memintamu menjawabku hari ini. Cuma ingin kamu tahu. Aku tidak akan pernah menyerah pada keinginan hatiku. Dan aku akan selalu menunggumu di pelabuhan cinta kita. Tolong kamu simpan cincin ini, Irish." Lalu, Victor meletakkan cincin itu tepat di dekat Irish. Irish menatap kotak itu, hatinya mencelos. Dia sangat menyesalkan momen ini. Dia sangat menyukai Victor, tapi sebagai sahabat. Lalu, Irish mendorong kotak cincin itu. "Aku sungguh minta maaf, Victor. Aku nggak bisa. Cincin ini lebih pantas dipakai oleh wanita lain yang bisa memberimu seluruh hatinya. Bukan aku." Victor menatapnya lekat. "Irish, entah kenapa aku sangat meragukan pernikahanmu dengan David. Aku melihat foto-foto pertunangannya di media sosial. Dia tidak terlihat mencintaimu, Irish. Apa kamu yakin dia peduli padamu?" Irish terdiam. Rasanya sakit mendengar keraguan Victor, karena dia sendiri meragukannya. Tapi tiba-tiba, dia teringat sesuatu. Dia mengambil ponselnya, membuka pesan terakhir dari David, da

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-55

    'Hah?' batinnya. Mata Irish melebar tegang. Tak ada hujan tak ada badai, tapi tiba-tiba saja mendapat pesan yang isinya emoji LOVE besar. Seketika dia malah merinding. 'Apa maksudnya? Dia nggak salah pencet, kan? Atau lagi salah makan obat? Atau udah sadar? Menakutkan,' batin Irish lagi.Saat menerima pesan itu, Irish juga sudah duduk bersama Victor.Lalu, pria yang duduk di depannya itu mengetuk-ngetuk meja. "Irish? Hay, Irish? Kamu baik-baik saja?" Dia mengerutkan dahi karena sedari tadi bicara panjang lebar tapi wanita di depannya itu malah tersenyum-senyum sendiri menata ponsel. "Hah?" Mulut Irish terbuka melongo dan buru-buru out dari aplikasi obrolan hijau itu."O-oh, maaf, Victor. Tadi, apa yang kamu katakan?" Irish mengusap lehernya dengan ringisan kaku.Victor tersenyum lebar kaku. Lalu, mereka kembali berbincang.Hingga, sekian saat. Tanpa Irish tahu di depan sana sudah ada mobil suaminya.Irish duduk gelisah dan Victor menatap ragu Irish. "Jadi, sekarang kamu sudah tahu,

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-54

    "Katakan dengan jelas siapa saja yang menyuruhmu, atau kupatahkan semua rusukmu di hadapan mereka?" sentak David. Supir itu tidak tahan lagi. Rasa takut pada David jauh lebih besar daripada kesetiaan pada bosnya. "Ampun. Bos saya ... dia yang menyuruh. Dan karena pesanan dari pria itu!" Mata supir itu melirik pada sekretaris Henry. Henry menatap sekretarisnya heran. Dia memang membenci istrinya David, tapi dia sungguh belum menyuruh sejauh penculikan itu. Hanya sedang terlintas dalam benaknya. Semua anggota keluarga terbengong ngeri, menatap David yang kini dianggap benar-benar kejam dan tak berperasaan. David kembali menatap semua orang, dan tatapannya berhenti pada Sekretaris itu. "Sekarang kalian dengar baik-baik. Kalau kakinya tidak Papa berikan padaku, maka aku akan pulang, hanya membawa kepalanya." Deg! Ancaman itu meresap sampai tulang sektretaris itu. Ancaman David terasa menakutkan. Semua orang tersentak. "Kamu memang monster, David. Kamu benar-benar nggak punya hati!

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-53

    David menunjuk ke arah sekretaris Henry, dengan sorot mata merah tajam. "Berikan aku kakinya!"Deg!Ruangan hening seketika. Semua tercengang, tatapan mereka bergerak lambat dari David yang tampak seperti malaikat pencabut nyawa, dan beralih pada sekretaris Henry. Lalu, pandangan mereka bergulir ngeri menatap mantan supir yang terkapar berlumur darah di lantai.'Akh, sial! Kenapa semua jadi begini? Semua gara-gara Irish, wanita rendahan itu malah masih hidup! Tapi, bagaimana dia bisa selamat? Bahkan ketua gangster itu saja tapi bisa aku hubungi lagi,' batinnya. Sekretaris Henry berkeringat dingin, tangan kanannya refleks mengusap lehernya. Jantungnya berdetak kencang seperti genderang perang. Dia juga berusaha menyembunyikan getaran di kakinya."Kenapa masih diam saja? Heran, kenapa aku bisa menangkap kaki tanganmu?" David tertawa sinis."Maaf, Tuan. Saya sungguh tidak paham dengan ucapan Tuan David." Sekretaris itu pura-pura tidak memahami maksud dari kata-kata David.Henry mendecih

  • Menjadi Istri Dadakan CEO Posesif   DV-52

    "Tidak ada kamus pria sejati menangis karena terjatuh. Yang ada, kamu langsung bangun dan kejar siapa yang jahat padamu. Lampaui mereka!" -- Mungkin secara tak langsung, David sedang menasehati dirinya sendiri. Anak itu hanya terdiam. David mengambil antiseptik dan kassa. Tangan yang beberapa menit lalu digunakan untuk mematahkan sendi lawan, kini dia gunakan untuk membersihkan luka dengan sangat hati-hati. Sebuah bukti bahwa David memang punya sisi jiwa dokter yang kental. "Auww! Sakit, Om." "Sakit itu, kalau kamu tidak bisa membalas mereka dengan prestasimu. Paham?" Selesai mengobati, David berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada anak itu. "Ingat! Pria sejati tidak boleh menangis hanya karena jatuh atau ditinggal temannya!" Anak itu mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca menatap David. Lalu, David mengambil permen dan memberikannya pada anak itu. "Janji!" David mengepalkan tangan kanannya dan mengangkatnya. "Janji, Om!" Anak itu ikut mengepalkan tangannya dan mengang

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status