Share

2. Kesepakatan

Penulis: Damaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 17:21:20

Ghavin berjalan tergesa menuju beranda samping untuk menerima panggilan. Panggilan yang sangat penting sampai ia harus menjauh agar tidak ada yang ikut mendengar.

Pernikahan kedua Ghavin bersama Dyra sudah terjadi dua jam lalu. Sekarang Dyra sah menjadi istri kedua Ghavin Pramana. Tapi meski waktu sudah berlalu selama itu, Dyra belum beranjak dari sofa—-masih tercenung dengan pikiran berkelana jauh tak tentu arah.  

Beralih ke stroller Megan, senyum tipis terukir kala melihat malaikat kecilnya sedang tertidur pulas. Bayi itu benar-benar cantik dan menggemaskan. Mewarisi hampir seratus persen paras papanya. Dyra yang mengandung serta melahirkan saja nyaris tidak kebagian. Hanya rambut Megan yang seperti miliknya, keriting ikal.

“Kamu alasan mama melakukan ini, Nak. Mama berharap sudah menentukan keputusan yang tepat untuk masa depanmu,” ujar Dyra pelan.

“Ghavin!”

Teriakan dari arah pintu utama mengejutkan Dyra juga Megan yang langsung terbangun dan menangis. Bahkan Martin yang ada di sofa berbeda ikut terkejut, lantas buru-buru menggerakan kursi rodanya ke arah ruang tamu. 

“Risa!” Martin tidak suka cara menantu sulungnya yang dianggap tidak beretika. “Kau tidak perlu berteriak. Ini rumah, bukan hutan.”

Mengabaikan kritikan Martin, Marissa bertolak pinggang di tengah ruang tamu. "Dimana Ghavin? Aku mencari suamiku.” Sama sekali tidak ada rasa hormat Marissa terhadap Martin—mertuanya. Wanita berhak tinggi itu masih membusungkan dada dengan dagu terangkat.

"Kenapa tidak kau cari sendiri!” Begitu juga Martin yang terlihat tak acuh, sangat berbeda ketika bersama Dyra. Setelah itu Martin juga langsung kembali masuk meninggalkan Marissa.

“Tua bangka merepotkan!” dengus Marissa kesal yang lagi-lagi diabaikan.

Sempat mendengar teriakan Marissa, begitu orang di seberang sana paham apa yang diperintahkan, Ghavin lantas memutus panggilan, dan segera memastikan ke dalam khawatir terjadi ketegangan antara Marissa dengan sang ayah. Setidaknya saat melewati ruang tengah, Ghavin lega melihat Dyra membawa Megan ke kamarnya. Sedangkan Martin sudah menunggu di dekat sofa.

“Kita harus pergi sekarang. Bukankah acaramu sudah selesai?”  

“Aku harus kembali ke kantor. Masih ada beberapa pekerjaan yang belum aku selesaikan.” Ghavin bicara jujur.

Keduanya sudah bertemu di sofa panjang ruang tengah, tapi sayangnya Martin lagi-lagi harus menyaksikan minimnya adab Marissa terhadap suaminya. Selalu bicara ketus, dan tidak mau dibantah.

“Tidak bisa! Kau harus pergi denganku!” Marissa tetap bersikeras memaksa.

“Tunggu sebentar, ada yang ingin aku jelaskan pada kalian.” Ghavin sudah akan bangkit, tapi pertanyaan Marissa menahannya.

“Kalian siapa?” Marissa bertanya dengan alis mengkerut.

“Kau dan Dyra. Tunggulah sebentar. Aku panggilkan dia.” Ghavin masih sangat lembut dan tenang saat berbicara pada Marissa. Sikap yang terkadang membuat Martin kesal, putranya terlalu baik untuk Marissa yang tidak tahu diri.

Tidak ingin membuang waktu, Ghavin bergegas menuju kamar Dyra.

“Puas Papa sekarang sudah kembali menjadikan Dyra menantu?” hardik Marissa begitu tinggal hanya berdua dengan Martin. “Papa selalu menganggapku buruk, dan tidak layak untuk Ghavin, bukan? Padahal buktinya aku juga memikirkan kebahagiaan kalian. Terbukti sekarang aku merelakan suamiku menikah lagi. Karena aku sadar belum bisa memberinya keturunan.” Melihat Marissa memasang wajah memelas—mencari simpati, Martin sama sekali tidak terpancing. Hanya diam menatap dingin Marissa yang masih menunjukkan kesedihan palsu.

Di kamar, Dyra bersyukur Megan bisa kembali tertidur setelah menghabiskan setengah botol susu. Dyra baru selesai menutup pembatas di ranjang Megan ketika Ghavin masuk. Sempat terkejut, tapi dengan cepat Dyra bisa menguasai diri.

"Apa dia tidur lagi?" Meski enggan, tapi pada akhirnya Dyra menjawab dengan anggukan kepala. “Bisa bicara di luar?” Melihat Dyra kembali mengangguk, Ghavin lantas berjalan keluar lebih dulu.

“Semua demi kamu, Nak. Mama akan berusaha sabar.” Menyiapkan diri menghadapi kemungkinan yang bisa saja terjadi, Dyra mendesak nafas kasar sekali sebelum ikut berjalan keluar.

**********

“Selamat kau tidak jadi mantan menantu di keluarga ini,” sarkas Marissa menyambut kedatangan Dyra. “Tapi walaupun suamiku sudah menikahimu, jangan harap bisa bersaing denganku.” Nada sinis Marissa hanya Dyra balas dengan senyum kaku.

Bersaing dengan Marissa sesuatu yang sangat mustahil bisa Dyra lakukan, ia juga sangat sadar diri. Mereka bak bumi dan langit. Tidak hanya berparas cantik, fashionable, dan glamor, Marissa juga memiliki karir yang cemerlang sebagai modeling. Sedangkan dirinya, hanya wanita rumahan yang tak ragu mengenakan daster usang. Sekalipun ia berusaha keras, sudah pasti tidak akan bisa setara dengan Marissa.

“Risa! Jaga bicaramu!” tegas Martin tidak suka melihat cara bicara Marissa yang dianggap terlalu sombong.

“Kenapa? Karena dia menantu kesayangan Papa?” Bukannya menurut, Marissa malah semakin meninggikan suara.

“Risa.” Kali ini Ghavin yang menegur. Walaupun dengan suara pelan tapi penuh penegasan. Tidak hanya Marissa, Dyra yang berada di jarak cukup jauh saja ikut merasakan atmosfer yang berbeda sesaat Ghavin bersuara. Pria itu memang sangat mengintimidasi dengan pembawaan yang tenang. “Kau lupa sedang bicara dengan siapa?”

Mendapat pembelaan Ghavin, Martin menatap kesal Marissa yang balas melirik sinis. 

Dua orang dewasa yang tidak pernah bisa akur setiap kali bertemu. Kondisi yang sebenarnya tidak asing lagi Dyra lihat, hanya saja dengan statusnya yang sekarang, timbul perasaan tidak tenang. Ia tahu Marissa tidak akan pernah berhenti menghardik dirinya.

“Diam, dan dengarkan ini baik-baik.” Setelah memperingatkan Marissa, Ghavin beralih pada Dyra yang dianggap juga berhak ikut menyimak. “Kedepannya aku akan berusaha memperlakukan kalian dengan adil.” Ghavin mulai menjelaskan perannya sebagai suami dari dua istri, sekaligus ayah pengganti Megan. 

“Dengarkan dulu.” Ghavin melarang Marissa yang hendak melontarkan protes. “Tunjuk dimana saja rumah yang kau mau jika kau ingin tinggal di rumah baru. Karena mulai besok, Dyra beserta Papa akan tinggal di rumah yang sudah aku siapkan.” Ghavin menatap Dyra sebentar sebelum lanjut bicara. “Rumah ini terlalu banyak menyimpan kenangan mama dan Ghava. Aku lakukan ini demi kesehatan mental Papa, agar tidak lagi merasa bersalah dengan apa yang sudah terjadi. Hanya itu.” 

Kendati menekan ujung kalimatnya, tapi pandangan Ghavin penuh arti ketika kembali menatap Dyra. Sedangkan Dyra tidak peduli apapun yang Ghavin jelaskan, ia juga tidak berharap pria itu bisa mengerti dirinya. Dengan tidak lagi tinggal di rumah itu saja, ia sudah sangat bersyukur. 

Dyra percaya menjauh dari semua hal yang mengingatkan Ghava bisa menyembuhkan luka hatinya atas kepergian pria itu yang mendadak. Dyra juga sedang berusaha menerima takdir yang sekarang telah mengikatnya dengan pria yang tidak pernah diinginkan.

“Aku akan tetap tinggal di rumah lama.” Marissa menjawab ketus, kesal ternyata Ghavin sudah menyiapkan tempat tinggal untuk Dyra. “Tapi sebagai gantinya, dalam sepekan kau harus bersamaku lima hari, baru sisanya kau bisa bersama Megan.” 

“Tidak! Itu tidak benar, Risa.” Ghavin meluruskan.

“Tapi kenapa? Bukankah pernikahan kalian hanya karena kau menuruti permintaan Papa? Apa kau juga berniat melakukan tanggung jawabmu pada Dyra?!” Marissa bersungut-sungut, merasa Ghavin melanggar kesepakatan mereka.

Tidak tahu perjanjian apa yang sebelumnya disepakati pasangan itu, tetapi ketika Marissa mencemaskan sesuatu yang Dyra anggap tidak mungkin, rasanya sangat tidak nyaman. Pernikahannya dengan Ghavin hanya karena Megan, tidak lebih. Tapi sayangnya ketika akan ikut bicara, suara Ghavin lebih dulu terdengar. 

“Pernikahanku dengan Dyra memang hanya karena kami ingin tetap bersama Megan. Tapi walaupun begitu, Dyra juga sudah menjadi tanggung jawabku. Apa yang aku berikan padamu, dia juga akan mendapatkan hak yang sama.” 

Kali ini tidak hanya Marissa yang terkejut, tapi juga Dyra. Tidak tahan hanya menyimak, Dyra akhirnya angkat bicara. “Tidak perlu Mas melakukan itu! Cukup hanya menjadi ayah pengganti Megan. Sedangkan kita tetap dua orang asing.” Dyra menegaskan 

“Tidak bisa Dyra. Aku menikahimu secara sah, dengan begitu aku berkewajiban memberikanmu hak yang sama seperti Marissa.”

“Kenapa bisa seperti itu?” Tidak terima, Marissa melayangkan protes. “Kau hanya mengatakan akan mengambil alih tanggung jawab Megan. Bukankah terlalu berlebihan jika kau juga memperdulikan ibunya!”

“Ghavin.. .” Martin menyela, sepertinya ia cukup terkejut setelah mendengar ucapan Marissa. “Jangan buat papa pusing, apa yang sebenarnya kalian sepakati?” 

“Ghavin mengatakan pernikahan ini atas keinginan Papa yang tidak bisa jauh dari Megan, dan aku menyetujuinya karena dia bilang tidak lebih dua tahun.”

“Ghavin!” Kali ini Martin membentak putranya, dan disertai tatapan marah.

Melihat reaksi Martin, Marissa menyunggingkan senyum licik.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   103.

    Hari-hari sudah berganti meski masih di bulan yang sama. Tapi tidak ada yang berbeda dari Romi setelah dibebaskan bersyarat. Tentunya setelah Galih memilih jalur damai, dan Ghavin masih memberinya satu kesempatan lagi. Kali ini bukan sebagai mantan teman, melainkan seorang ayah yang ingin berubah demi anaknya. Semua itu Ghavin lakukan lantaran ia sadar, sedekat apapun ia memiliki hubungan baik dengan Arjuna, tetaplah Romi yang dibutuhkan. Meski sudah lebih dua bulan bebas, Romi masih betah mengurung diri di dalam apartemen. Menikmati hari-harinya hanya bersama sang putra. Beruntungnya Fira selalu menyempatkan diri datang setiap pagi untuk memastikan kondisi Arjuna.Romi sekarang hanya ingin menikmati perannya—menjadi ayah yang baik untuk putranya. Ia bahkan tidak ragu menyiapkan semua kebutuhan Arjuna mulai dari membuatkan makanan, memandikan dan membersihkan setelah Arjuna buang hajat. Semua dijalani dengan telaten, dan tentunya penuh kesabaran. Siapa sangka sosok yang dulu penggil

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   102

    Kenapa bocah itu memanggilku papa?” kata Romi dengan gigi bergemeratak saat beringsut duduk dengan susah payah. Ia tidak mau di lain waktu terjadi masalah, hanya karena bocah itu memanggilnya dengan sebutan ‘papa’.Namun, alih-alih segera menjelaskan, Fira malah fokus melihat cara duduk Romi yang sudah payah. Seandainya Romi bisa mendengarkan dirinya, mungkin hal tersebut tidak akan terjadi. “Arjun memang putramu.”Duar! Punggung Romi yang baru bersandar ke dinding tersentak seketika. Matanya mendelik tajam—menatap tidak percaya Fira. Walaupun ia bajingan, gemar bermain wanita. Tapi demi apapun ia yakin tidak pernah melakukannya dengan Fira, wanita berkelas yang bahkan menatapnya saja seringkali merasa tidak percaya diri.“Mustahil! Kita bahkan tidak pernah melakukannya.” Kalimat itu meluncur begitu saja ditengah ketidakpercayaan. Tapi sialnya, begitu melihat perubahan wajah Fira, muncul kecemasan di hati. Romi khawatir akan kecurigaan yang tiba-tiba menggerayangi benaknya. “Kataka

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   101

    “Rantai dia! Pastikan malam ini di tidak mendapat jatah makan!” Seorang pria berseragam sipil memberi perintah saat akan meninggalkan ruangan sel. Dua pria lain bergegas menuruti perintahnya, bahkan tidak peduli sekalipun Romi sudah setengah sadar. Perintah atasan tetap harus dilaksanakan.“Setidaknya dia ingin menjaga tubuhnya tetap sehat.” Sepenggal kata itu terus terngiang di benak Romi. Tubuhnya tertelungkup di lantai dingin tanpa alas, wajahnya sudah babak belur. Darah mengalir dari sudut bibir. Ia hanya bisa pasrah ketika dua penjaga mengikat tangannya dengan rantai. Matanya terbuka sayu, sebenarnya ia masih cukup bertenaga sekedar melempar kedua pria itu menghantam dinding jeruji, tapi tidak dengan hatinya. Rasanya sangat sakit, senyum itu, sudah sangat lama ia lihat, tapi masih tergambar jelas di ingatan.“Apa perlu kita dudukan dia?” Sepertinya tidak perlu. Biarkan saja.”Romi hanya menatap tajam mereka yang menjulang di depannya—tanpa pergerakan, tapi benaknya cukup mengi

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   100.

    Di basement, mereka sempat bertemu Ghava yang ternyata akan pergi bersama Bella. Ghava hanya melambaikan tangan sebelum memasuki mobilnya, sedangkan Bella melempar senyum kecil pada Ghavin. “Kita tidak menggunakan supir, Pak?” Dyra sedikit terkejut saat tahu Ghavin membuka pintu samping kemudi. “Tidak. Kita akan pulang terlambat.” Dyra akhirnya hanya mengangguk patuh. Tidak merasa curiga sedikitpun dengan pertemuan yang sudah Romi rencanakan. Tapi hatinya tetap merasakan ketidaknyamanan, hanya saja ia berusaha mengabaikan itu. Kurang lebih satu jam melajukan banteng besinya di jalan raya yang ramai lancar, mereka telah tiba di restoran hotel xxx. Benar saja, Romi sudah menunggu di sana, dan langsung berdiri menyambut begitu melihat kedatangan Ghavin bersama Dyra. “Duduklah dulu. Mungkin dia sedang dalam perjalanan.” Dyra merasa janggal dengan kata ‘mungkin’ yang Romi ucapan. Tapi mengingat pria itu memiliki hubungan baik dengan atasannya, ia pilih tidak berkomentar, dan segera ik

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   99.

    Ghavin membuka pintu kamarnya perlahan, tetapi begitu mendapati ranjang kosong ia berubah panik, dan buru-buru mencari Dyra ke kamar mandi.“Ada apa?” Dyra terkejut bercampur heran, Ghavin tiba-tiba menerobos pintu toilet. Bahkan tidak langsung pergi saat tahu ia sedang duduk di atas kloset. “Maaf. Teruskan saja.” Ghavin langsung menutup pintu.Dyra yang memang sudah selesai dengan urusannya segera menyusul keluar, ternyata Ghavin menunggu dengan duduk di tepi ranjang.“Apa kau sudah merasa lebih baik?” “Aku hanya butuh istirahat.”“Hmm. Tidurlah.” Ghavin akan bangkit, tapi Dyra menahannya.“Kalian gagal menangkapnya?” Tidak menemukan kepuasan di wajah Ghavin seperti telah berhasil melakukan sesuatu yang paling diinginkan, Dyra menebak cemas.“Romi sudah diamankan. Kita berharap saja dia tidak berniat melarikan diri sebelum Surya kembali.” Mendengar itu Dyra menghela nafas lega, tapi detik berikutnya berubah tegang.“Bagaimana dengan Bella dan putranya?” Ghavin bangkit, lalu maju s

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   98.

    “Jangan bergerak! Anda kami tangkap!” Tiga pria berseragam sipil sigap masuk dan langsung menyergap Romi. “Kalian pikir bisa menghentikanku dengan cara seperti ini?” Romi tersenyum tipis saat tangannya dibelenggu ke belakang. “Setidaknya aku masih punya nurani dengan membiarkanmu tetap hidup.” Roni terhenyak dengan suara itu. Ghavin muncul. “Aku sempat ingin melakukannya dengan tanganku sendiri, tapi perselingkuhanmu dengan Marissa membuatku tahu segalanya tentang dia. Aku berterima kasih untuk itu.” “Cih! Setelah mendapatkan Jalang itu kau bisa mengatakan ini padaku,” cibir Romi sinis tapi tiba-tiba meringai licik. “Seharusnya kau tahu, dia lebih licik dari Marissa. Bagaimana dia telah merebut Ghava dari Bella, dan merebutmu dari Marissa!” Tidak ada yang ikut bicara, karena tahu permasalah itu hanya Ghavin dan Romi. “Tidak ada yang istriku rebut. Bahkan sekalipun aku dari Bella.” Ghavin sempat melirik Bella singkat sebelum akhirnya lanjut bicara. “Selama ini aku menyayangi Be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status